Gambar.1
Kerapu Bebek
2.1. Biologi Ikan
Kerapu Bebek
2.1.1. Klasifikasi
dan Morfologi
Ikan
kerapu bebek yang banyak ditemukan di Indonesia adalah termasuk sub Ephinephelus sedangkan klasifikasi ikan
kerapu menurut Pramu Sunyoto (1994) adalah sebagai berikut :
Class : Teleostemi
Sub
class : Actinopterygii
Ordo : Percoide
Sub
ordo : Pereiformes
Family : Serranidae
Sub
family : Ephinephelinae
Genus : Cromileptes
Spesies : Cromileptes altivelis
Sedangkan
morfologi ikan Kerapu Bebek bentuk tubuhnya agak pipih dengan warna dasar
abu–abu dan terdapat bintik-bintik hitam, kepala kecil dengan moncong kelihatan
meruncing. Menurut Valencinnes Cit Randall
dalam Annonymus (1999) Kerapu Bebek mempunyai panjang maksimal 70 cm.
2.1.2. Habitat dan
Penyebaran
Daerah
penyebaran Kerapu Bebek dimulai dari Afrika Timur sampai Fasifik Barat
(Valencinnes dalam Randall, 1987). Weber dan Beafort (1931) mengatakan bahwa
Indonesia ikan Kerapu banyak ditemukan diperairan pulau Sumatra, Jawa,
Sulawesi, pulau Buru dan Ambon. Salah satu indikator adanya Kerapu adalah
perairan karang. Indonesia memiliki perairan yang cukup luas sehingga potensi
sumber daya ikan Kerapunya sangat besar (Tampubolon dan Mulyadi, 1989).
Powles
dalam Leis (1987) telah melakukan studi distribusi vertikal pada berbagai larva
ikan Kerapu dengan menggunakan jaring “Neuston” dan jaring “Bongo”. Larva
kerapu pada umumnya menghindari permukaan air pada siang hari, sebaliknya pada
malam hari lebih banyak ditemukan dipermukaan air. Penyebaran vertikal tersebut
sesuai dengan sifat ikan Kerapu sebagai organisme nocturnal. pada hari lebih
banyak bersembunyi diliang-liang karang, sedangkan pada malam hari aktif
bergerak dikolam air untuk mencari makan. Habitat faforit larva dan kerapu
bebek muda adalah perairan pantai dengan dasar pasir berkarang yang banyak
ditumbuhi padang lamun (Anonymous,1991).
2.2. Lokasi
Budidaya
Pemilihan
lokasi yang sesuai sangat penting bagi kelangsungan usaha pembenihan ikan
kerapu bebek, untuk diharapkan dalam melakukan usaha pembenihan ikan kerapu
bebek pengusaha memilih lokasi disekitar pantai, dengan harapan mudah untuk
mendapatkan suplay air laut, selain itu trasportasi kepembenihan harus lancar
dan tersedia sumber air tawar (Sri Hartati R,1998).
Kejernihan
suatu perairan belum tentu memberi jaminan kualitas air, namun kejernihan
setidaknya cukup untuk menduka kondisi air itu baik atau buruk. Menurut ketut
sugama, dkk, (2000) Untuk memastikan kualitas air perlu dilakukan pemeriksaan
parameter kualitas air diantaranya:
Suhu : 29 – 31 0C
pH : 6,5-8,5
Salinitas : 31-34 ppt
DO : >6 ppm
Hamparan pantai calon lokasi pembenihan
sebaiknya landai dan tidak terlalu terjal. Lokasi yang terjal akan menyuulitkan
operasional pembenihan dan modal yang besar.
2.3.1.
Pemeliharaan Induk
Salah
satu kunci keberhasilan dalam pembenihan adalah pemilihan induk yang tepat.Oleh
karena itu perlu dilakukan pemilihan dan penyeleksian terhadap calon induk yang
akan dibenihkan. Adapun syarat induk yang siap dipijahkan menurut pramu sunyoto
(1994) adalah harus sehat, tubuh tidak cacat, mempunyai ukuran berat yang siap
dipijahkan. Ukuran berat calon induk Kerapu Tikus yang siap pijah adalah
1,5-3,5 kg untuk jantan sedangkan untuk betina 1-3 kg.
Induk
diperoleh atau dibeli dari nelayan dalam keadaan hidup kemudian dipelihara
didalam bak induk yang terlebih dahulu disuci hamakan dengan cara merendam
dalam larutan bahan aktif campuran yodium dan kalium permanganate 100 ppm
selama satu jam untuk membunuh bakteri atau mengobati luka. Selain itu direndam
dalam air tawar selama 30 menit untuk membasmi parasit yang biasa menyerang
mata. Induk dipelihara dalam bak beton 10 ton dengan kepadatan maksimal 50 ekor
atau 25 pasang dengan pergantian air 200-300 % perhari dan dilengkapi aerasi
(Ketut Sugama,1998).
3.2.2.
Pakan Induk
Pakan
sangat menentukan dalam pertumbuhan induk sehingga diperoleh telur yang
berkualitas baik. Makanan yang diberikan selama pemeliharaan induk Kerapu dapat
berupa ikan rucah segar (tembang, lemuru, selar) dan cumi-cumi. Untuk
mendapatkan kualitas pakan yang baik dapat ditambahkan protein yang dibuat
berupa pellet basah dari tepung ikan, tepung kedelai, yang dimasukkan kedalam
cumi-cumi serta penambahan beberapa vitamin. Pemberian pakan secara
perlahan-lahan sampai induk berhenti makan (kenyang). Oleh karena itu kualitas
dan kuantitas pakan merupakan faktor penting untuk memproduksi dalam keadaan
sehat dan bermutu (Tridjoko,2000).
2.4.
Pemijahan
Ikan
kerapu bebek memijah sepanjang tahun, pemijahan pada ikan Kerapu Bebek pada
dasarnya dapat dibagi dua cara yaitu pemijahan secara alami dan pemijahan
buatan, sedangkan pemijahan secara buatan ada dua sistem yaitu sistem
manipulasi lingkungan dan sistem rangsangan hormon. Injeksi hormon LHRH-A pada
dosis 50 g cukup efektif untuk
pematangan gonad dan pemijahan Kerapu Bebek (Slamet et al,1999). Sex ratio
induk Kerapu Bebek 1 jantan : 2 betina, induk berhasil memijah selama 5-8
hari/bulan dengan jumlah telur antara 1,304.000-12.318.000 butir dan daya tetas
telur antara 0-90 %. Waktu inkubasi telur Kerapu antar 16-20 jam pada suhu 28 -
32 0C dan salinitas
30 - 34 ppt. Pemijahan Kerapu Bebek terjadi pada malam hari yaitu antara pukul
23.00 - 04.00 wita. Pada suhu air antara
27 – 30 0C dan salinitas 31 – 33 ppt.
2.5.
Penetasan Telur
Menurut
Ketut Sugama, dkk. 1998 telur ikan Kerapu Bebek yang telah dibuahi akan
mengapung dibagian permukaan aor, olej karenanya bak pemijahan induk dirancang
dengan sistem pembuangan air permukaan sekaligus berfungsi untuk membuang
kotoran dari sisa pakan. Diluar bak, yaitu pembuangan air bagian atasnya dibuat
bak penampungan telur yang dilengkapi dengan saringan atau tempat penampungan
telur (Egg Colektor) berukuran 500 – 600 mikron. Kolektor telur harus terendam
terus dalam air, sehingga telur yang terbawa oleh air permukaan akan terkumpul
dalam kolektor telur, sehingga telur mudah dipindahkan dalam bak inkubasi untuk
penetasan lebih lanjut. Kadar garam air laut dalam bak inkubasi dan pembesaran
larva berkisar antara 31 – 34 ppt dan suhu berkisar antara 27 – 29 oC.
Dengan kondisi ini telur akan menetas setelah 16 -18 jam pembuahan. Karena
larva yang baru menetas sangat ringkih dan rentan terhadap sentuhan benda lain,
maka disarankan untuk menetaskan telur langsung dalam bak pembesaran larva.
2.6.
Pemeliharaan Larva
Menurut
Matsuda H. (1998) bahwa larva yang dipelihara dapat langsung dari telur yang
telah diseleksi atau telur yang telah diinkubasi terlebih dahulu dan setelah
menetas baru ditebar atau dipindahkan kebak pemeliharaan larva. Sebelum telur
ditebar terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi suhu dan salinitas sehingga
larva yang ditebar tidak mengalami stres. Padat penebaran yang dipakai adalah
10 ekor/liter.
Monitoring
kualitas air dilakukan untuk menjaga kualitas air media pemeliharaan agar tidak
mengalami goncangan, dan kalaupun terjadi goncangan dapat diatasi sejak dini
sehingga larva ikan Kerapu Bebek tidak mengalami stres. Pengelolaan kualitas
air dilakukan dengan sistem pergantian air dan sirkulasi air setiap hari
(Muhammad Murdjani, 1997) dan menambahkan Chlorella
sebagai green water (Matsuda H. et al.,1998).
2.6.1.
Pemberian Pakan
Dalam
pemeliharaan larva, keberhasilan larva untuk memanfaatkan pasok pakan dari luar
terutam pada saat cadangan makanan dari dalam tubuh sudah habis merupakan kunci
bagi kelangsungan hidup bagi larva selanjutnya. Menurut Tridjoko (2000), masa
kritis pertama terjadi pada saat larva mulai buka mulut sampai pada saat kuning
telur habis terserap.
Tabel Pemberian Pakan Mulai Dari Umur D-0 – D-60
Umur
Ikan
|
Jenis
Pakan
|
Dosis
|
Keterangan
|
D-0
– D-1
|
Egg
yolk
|
-
|
-
|
D-2
– D-6
|
Chlorella sp.
Brachionus plicatilis
|
100
– 200 ribu sel/ml
5
– 10 ind/ml
|
1
x sehari
dipertahankan
|
D7
– D20
|
Chlorella
sp.
Brachionus
plicatilis
Pellet
|
500.000
– 1000.000 sel/ml
10
– 15 ind/ml
At
satiation (secukupnya)
|
1
x sehari
Dipertahankan
D-17
pellet 4 x sehari
|
D-20
– D-30
|
Chlorella
sp.
Brachionus
plicatilis
Artemia
Pellet
|
500.000
sel/ml
10
– 15 ind/ml
1
– 3 ind/ml
At
satiation
|
1
x sehari
Dipertahankan
2
x sehari
4 – 6 x sehari
|
D-30
– D-40
|
Artemia
Pellet
|
3
– 10 ind/ml
At
satiation
|
2
x sehari
7
– 10 x sehari
|
D-40
– D-50
|
Jembret
Pellet
|
Ad
libitum
At
satiation
|
2
x sehari
10
x sehari
|
D-50
– D-60
|
Daging
ikan segar (diblender)
Pellet
|
3
– 5 % bobot tubuh
at
satiation
|
2
x sehari
10
x sehari
|
2.6.2.Pengendalian
Penyakit
Selama
masa pemeliharaan penyakit yang sering dijumpai adalah serangan yang disebabkan
oleh cacing dan protozoa sedangkan penyakit yang belum dapat dideteksi adalah
penyakit yang menyebabkan kematian massal pada larva Kerapu Bebek (Muhammad
Murdjani, 1997).
Penanganan
penyakit larva Kerapu Bebek dapat ditangani dengan membaginya beberapa tahap
atau fase, dimana pad setiap fase memiliki tingkat kesulitan yang berbeda –
beda sejak D-2 samapai D-60 (Muhammad Murdjani, 1997).
2.6.3.
Pemanenan
Penanenan
dilakukan pada saat larva berumur 60 – 90 hari dengan panjang total kurang
lebih 5 cm atau larva sudah menjadi juvenil. Menurut Muhammad Murdjani, (1997),
larva yang telah disebutkan diatas telah memiliki anatomi dan morfologi yang sempurna
dan sesuai dengan fungsinya sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan yang
baru.
Terima kasih infonya
ReplyDelete