I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perairan pesisir merupakan perairan yang sangat kaya akan berbagai macam zat kimia terutama bahan organik. Dimana keberadaan bahan-bahan organik ini sangat mempengaruhi distribusi organisme yang ada didalamnya. Bahan organik yang dikandung oleh suatu perairan merupakan parameter kesuburan perairan tersebut (Riley dan Chester, 1971). Substansi kimia yang tidak mudah terurai (seperti organoklorin, hidrokarbon, dan logam berat) disebut substansi atau komponen yang resisten. Komponen kimia ini akan berada relatif lama dalam ekosistem perairan pesisir dapat terakumulasi dalam biota laut (tumbuhan maupun hewan), kemudian mengalami proses biotransformasi melalui sistem jaringan makanan, dan proses biomagnifikasi di mana kadarnya dalam tubuh biota tersebut akan meningkat. Pengaruh yang ditimbulkan dapat bersifat akut ataupun kronik (Riley dan Chester, 1975).Dengan pertimbangan bahwa banyak atau tidaknya bahan organik dalam suatu perairan kali maka lewat kesempatan praktikum oseanografi kimia ini kami mencoba mempelajari dan mengkaji sejauh mana bahan organik yang terakumulasi atau seberapa besar subsidi dari bahan organik total yang ada di perairan Dermaga Kayu Bangkoa.
B. Tujuan dan Kegunaan
Setelah mahasiswa mengikuti praktikum ini diharapkan dapat melaksanakan penentuan kadar senyawa organik dalam air laut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengerian Bahan Orgnaik Total
BOT menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi dan koloid. Prinsip analisa BOT didasarkan pada kenyataan semua bahan organik dapat dioksidasi dengan dengan menggunakan senyawa Kalium permanganat atau Kalium dicromat. Oksidator yang digunakan pada penentuan BOT adalah KmnO4, diasamkan dengan H2SO4 pekat dan dididihkan beberapa saat (Riley dan Chester, 1975).
Menurut Rignolda (1995) bahwa tingkat produktivitas perairan tawar dapat digambarkan dengan melihat total bahan organik yang dikandungnya bahan organik sebagian besar dihasilkan oleh detritus yang dimanfaatkan sebagai nutrien bagi tumbuhan air dan organisme dekomposer dan menyatakan bahwa perairan dengan kandungan bahan organik terlarut di atas 26 ppm tergolong perairan subur.
B. Sumber Bahan Organik Dalam Perairan
Bahan organik terlarut dalam air laut berasal dari empat sumber utama yaitu Mulya (2001) :
1. Daratan
Bahan organik terlarut dari daratan diangkut ke laut melalui angin dan sungai. Bahan organik terlarut yang berasal dari air sungai, bisa mencapai 20 mgC/l, terutama berasal dari pelepasan humic material dan hasil penguraian dari buahbuahan yang jatuh di tanah. Penambahan bahan organik secara perantara alami dalam bentuk sewage (kotoran) dan buangan industri. Sebagian besar sudah siap dioksidasi dan segera membusuk karena bakteri dalam air laut. Namun dalam batasan badan air, seperti estuarin, kebutuhan oksigen secara biologi terpenuhi dikarenakan kondisi anoksik tersedia
2. Penguraian organisme mati oleh bakteri
Ada dua mekanisme penguraian organisme mati yaitu secara autolisis dan bakterial. Di alam kedua mekanisme ini bekerja secara bersamaan. Tingkat penguraiannya tergantung pada kondisi kematian serta sampai tersedianya enzim dan bakteri yang diperlukan. Dalam proses autolisis, reaksi penguraian terjadi karena adanya enzim di dalam sel dan hasilnya selanjutnya akan dilepaskan ke dalam badan perairan.
Menurut Johanes (1968) dalam Riley dan Chester (1971), ekresi dari mikroorganisme seperti protozoa merupakan sumber yang penting dari bahan organik karbon. Proses pelepasan nitrogen dan fospor dari organisme mati dalam air laut terjadi dengan cepat. Waksman, et al (1938) dalam Riley dan Chester (1971) telah menemukan bahwa setengah dari nitrogen yang ada dalam zooplankton mati, diubah menjadi amonia dalam waktu 2 minggu dan fospat dilepaskan dengan cepat. Skopintsev (1949) dalam Riley dan Chester (1971) menyatakan bahwa 70 % organic karbon tidak terlarut di dalam kultur alga mati akan dioksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan setelah enam bulan ditemukan sekitar 5% yang diubah kedalam bahan organik terlarut.
3. Hasil metabolisme alga terutama fitoplankton.
Hasil fotosintesis alga akan melepaskan sejumlah bahan ke dalam badan perairan. Produksi ini penting sebagai sumber energi untuk organisme laut lainnya dan juga berperan dalam kontrol ekologi. Asam amino dan karbohidrat merupakan bahan yang dikeluarkan secara dominan oleh spesies khusus seperti Olisthodiscus sp (Hellebust, 1965 dalam Eksresi zooplanton dan binatang laut lainnya.
Eksresi zooplankton dan binatang laut lainnya menjadi sumber penting bahan organik terlarut di laut. Bahan-Bahan yang dikenal secara prinsip adalah Nitrogenous seperti urea, purines (allantoin dan asam uric), trimethyl amine oxide dan asam amin, trimethyl amine oxide dan asam amino (glycine, taurine dan alanine)
III. METODE ANALISIS
A. Prinsip Analisi
Prinsip analisa adalah hampir semua bahan organik dapat dioksidasi dengan menggunakan senyawa Kalium permanganat atau Kalium dikhromat. Oksidator yang digunakan pada penentuan bahan organik adalah KMNO4, diasamkan dengan H2SO4 pekat yang didihkan beberapa saat.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah hot plate (pemanas listrik) yang berfungsi untuk memanaskan larutan. Buret berfungsi sebagai alat titrasi larutan, Gelas ukur berfungsi untuk mengukur sampel atau aquades yang akan digunakan dalam praktikum, Thermometer berfungsi utnuk mengukur suhu larutan yang dipanaskan. Erlenmeyer berfungsi untuk menampung larutan hasil titrasi.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah Larutan Kalium permanganat (KmNO4) 0,01 N berfungsi sebagai indikator kuat untuk menentukan kadar bahan organik, Natrium Oxalat 0,01 N berfungsi sebagai bahan yang merubah warna larutan, Asam Sulfat Pekat (H2SO4) berfungsi sebagai bahan untuk mengasamkan sampel, aquades berfungsi untuk bahan pembanding atau nilai blanko, sampel air laut berfungsi sebagai sampel dalam praktikum dan tissue roll berfungsi untuk membersihkan alat-alat yang digunakan.
C. Prosedur Kerja
Mengambil sampel air laut sebanyak 50 ml dengan gelas ukur, kemudian memasukkannya kedalam labu erlenmeyer. Kemudian menambahkan air laut tersebut dengan KMnO4, yang dititrasi langsung dari buret sebanyak 9,5 hingga larutan tersebut berwarna merah anggur. Setelah itu di tambahkan larutan H2SO4 pada sampel tersebut sebanyak 10 ml, kemudian memanaskan selama 10 menit dengan hot plate hingga suhu 70°C dan larutan tersebut berubah menjadi orange,lalu di dinginkan. Setelah dingin kemudian dititrasi dengan Natrium Oksalat hingga terjadi perubahan warna menjadi bening. Setelah itudititrasi lagi dengan KMnO4 sehingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda.
Untuk sampel pembanding digunakan aquades sebagai nilai blanco. Untuk prosedur kerjanya maka dilakukan prosedur seperti di atas.
D. Perhitungan
Peritung kadar Bahan Organik Total dalam air laut dengan menggunakan rumus dibawah ini :
|
Dimana :
x = ml KMnO4 untuk sampel.
y = ml KMnO4 untuk aquades (larutan blanko).
31,6 = Seperlima dari BM KMnO4, karena tiap mol KMnO4 melepaskan 5 oksigen dalam reaksi ini.
0,01 = normalitas KMnO4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
|
Diketahu :
X = 14 mg/L
Y = 3,5 mg/L
BOT =
=
= 66,36 mg/l
Jadi, jumlah kandungan bahan organic total diperairan plebahan kayubangkoa adalah 66,36 mg/l.
B. Pembahasan
Pada percobaan ini didapatkan perubahan warna. Air laut yang berwarna bening akan berubah warna menjadi merah jambu setelah penambahan KMnO4. Warna ini tetap ketika larutan ditambahkan dengan H2SO4. Namun setelah dipanaskan dengan menggunakan Hot Plate warnanya berubah menjadi bening. Setelah ditambahkan lagi dengan natrium oksalat warnanya berubah menjadi bening kembali. Pada saat dititrasi dengan menggunakan KMnO4 warna larutan berubah menjadi merah muda. Pada perubahan warna ini dapat dikategorikan bahwa BOT (Bahan Organik Total) pada perairan Dermaga Kayu bangkoa dapat ditoleransi. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari praktikum, BOT yang terkandung dalam perairan Dermaga Kayu Bangkoa yaitu sebesar 63,36 mg/l.
Menurut Rignolda (1995), perairan yang mempunyai nilai kandungan bahan organik di atas 26 ppm tergolong perairan subur. Jadi, bahan organik total yang terkandung dalam perairan Dermaga Kayu Bangkoa tergolong subur. Dan subur tidaknya kandungan BOT pada suatu perairan sangat tergantung pada penambahan dari daratan, proses pembusukan organisme yang telah mati, penambahan oleh metabolisme ekstraseluler oleh alga, terutama fitoplankton, ekskresi zooplankton dan hewan-hewan lainnya.
Menurut Vitner (1999) bahan organik dalam perairan berkisar 1,00-30,00, jika jumlah kandungan bahan organik melebihi dari kisaran tersebut maka bahan organik yang terkandung dalam perairan telah dipengaruhi oleh aktifitas manusia seperti pembuangan limbah organik secara langsung.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa telah mengetahui dan melaksanakan praktikum penentuan kadar BOT (Bahan Organik Terlarut) dalam air laut dan kandungan BOT di perairan Pelabuhan Kayubangkoa yaitu sebesar 63,36 mg/L dan tergolong perairan subur. Dan subur tidaknya kandungan BOT pada suatu perairan sangat tergantung pada penambahan dari daratan, proses pembusukan organisme yang telah mati, penambahan oleh metabolisme ekstraseluler oleh alga, terutama fitoplankton, ekskresi zooplankton dan hewan-hewan lainnya.
B. Saran
Saran saya dalam praktikum selanjutnya agar pelaksanaan praktikum lebih memperhatikan waktu agar lebih efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius : Yogyakarta
Khakim, Arief Rakhman. 1999. Studi Penyebaran Bahan Organik Pada Berbagai Ekosistem Di Perairan Pantai Pulau Bonebatang. (Skripsi).Jurusan Ilmu Kelautan, Unhas : Makassar.
Mulya, Miswar budi. 2001. Bahan Organik Terlarut dan Tidak Terlarut Dalam Air Laut. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatra Utara.
Rignolda, D. 1995. Kontribusi Hutan Mangrove dalam Penyediaan Nitrogen dan Fosfor Potensi di Perairan Sekitar Likupang, Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. Tesis. Program Studi Perairan. Program Pasca SarjanaIPB. Bogor
Riley, J.P and Chester, 1975. Chemmical Oceanography. Academic Press, London and New York.
Vitner, Yon. 1999. Kandungan Bahan Organik dan Indeks Kualitas di Waduk Ir. H. Juanda Purwakarta, Jawa Barat. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB : Bogor
No comments:
Post a Comment