Iklan

Monday, January 28, 2019

LAPORAN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI KIMIA PENENTUAN KADAR ORTOFOSFAT DALAM AIR LAUT



I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laut adalah suatu perairan terbuka yang kaya akan sumberdaya hayati laut. Organisme yang hidup di laut memiliki jumlah yang sangat melimpah dan terkenal akan biodiversitasnya. Untuk dapat melestarikan kekayaan alam yang terkandung di dalam laut perlu adanya upaya konservasi terhadap biota-biota laut. Selain upaya konservasi yang dapat dilakukan manusia, kita juga perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menunjang keberlangsungan hidup organisme laut, diantaranya  adalah parameter kimia yang tentu saja memberi pengaruh yang sangat besar. Salah satu parameter kimia yang sangat berperan dalam kehidupan laut adalah dengan keberadaan phospat yang terkandung dalam suatu perairan.
Phosphat terdiri dari bentuk anorganik dan organik, ortophosphat dan poliphosphat adalah bentuk senyawa anorganik sedangkan dalam bentuk senyawa organik adalah gula phosphat dan hasil-hasil oksidasinya, phosphoprotein. Senyawa anorganik phosphat dalam air laut umumnya berbentuk ion (orto) asam phosphat, H3PO4, PO43- dan HPO42-.  
Sumber phosphat pada perairan laut berasal dari dekomposisi organisme yang telah mati. Ortophosphat merupakan nutrien penting bagi produktivitas primer khususnya fitoplankton. Kadar rata-rata phosphat dalam air laut sekitar 2  μg-at PO4 P/l.
Untuk mengetahui kadar ortophosphat dalam suatu perairan khususnya diDermaga Kayu Bangkoa maka dilakukanlah praktikum penentuan kadar ortophosphat.
 
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini yaitu setelah mahasiswa mengikuti praktikum ini diharapkan dapat melaksanakan penentuan kadar phosphat dalam air laut.

 II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Autofosfat
Menurut Effendi (2003), ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfat. Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk fosfat yang paling sederhana di perairan. Istilah ‘fosfat’ adalah yang lebih umum digunakan. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi fosfat yang ada di perairan dalam upaya untuk mencegah adanya penurunan kesuburan perairan pada khususnya dan pencemaran perairan pada umumnya.
Keberadaan  fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil, dengan kadar yang lebih sedikit daripada kadar nitrogen karena sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral. Selain itu, fosfor juga berasal dari dekomposisi bahan organic. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industry dan domestic yakni fosfor yang berasal dari detergen. Limpasan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor (Effendi, 2003).
Fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk pertumbuhan dan sumber energi. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam pembentukan protein dan membantu proses metabolisme sel suatu organisme. Fosfor berperan dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat pada ATP (Adenosine Triphospate) dan ADP (Adenosine Diphosphate). Fosfor di dalam air laut, berada dalam bentuk senyawa organik dan anorganik. Dalam bentuk senyawa organik, fosfor dapat berupa gula fosfat dan hasil oksidasinya, nukloeprotein dan fosfor protein (Effendi (2003) dalam Fuquh (2012)).
Berdasarkan kadar ortofosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : perairan oligotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,003 – 0,01 mg/liter, perairan mesotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,011 – 0,03 mg/liter, dan perairan eutrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,031 – 0,1 mg/liter (Vollenweider dalam Wetzel (1975) dalam Effendi (2003)).
Pengkayaan zat hara di lingkungan perairan memiliki dampak positif, namun pada tingkatan tertentu juga dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya adalah adanya peningkatan produksi fitoplankton dan total produksi ikan sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya penurunan kandungan oksigen di perairan, penurunan biodiversitas dan terkadang memperbesar potensi muncul dan berkembangnya jenis fitoplankton berbahaya yang lebih umum dikenal dengan istilah Harmful Algal Blooms atau HABs (Howart (2000) dalam Risamasu (2011)).
 
B. Faktor yang Mempengaruhi Ortofosfat
Kandungan ortofosfat di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah (Shaleh, 2012) :
1. Suhu
Pada suhu yang relatif hangat, ketersedian fosfor akan meningkat karena proses perombakan bahan organik juga meninngkat. Ketersediaan fosfor menipis di daerah yang bersuhu rendah. Semua polifosfat mengalami hirdolisis membentuk ortofosfat. Perubahan ini tergantung pada suhu. Pada suhu yang mendekati titik didi, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini meningkat dengan menurunnya nilai pH. Perubahan polifosfat menjadi ortofosfat pada air limbah yang mengandung bakteri berlangsung lebih cepat dibandingkan perubahan yang terjadi pada air bersih ( Effendi, 2003).
2. Bahan Organik atau sedimen
Penambahan posfat (PO43-) ke dalam perairan akan dengan cepat hilang karena segera dimanfaatkan bakteri, alga, atau tumbuhan lainnya dan sebagian lainnya mengendap secara kimia atau terserap lumpur (sedimen).

III. METODE ANALISIS
A. Prinsip Analisi
Dalam larutan asam, orthophosphate bereaksi dengan Ammonium molybdate membentuk senyawa kompleks Ammonium phosphomolybdate. Dengan suatu pereaksi reduksi (Metode Stannous chloride), molybdenum dalam senyawa kompleks tersebut dapat tereduksi menjadi senyawa yang berwarna biru. Intensitas warna biru bertambah dengan semakin besarnya kadar phosphate terlarut yang ada.

B. Alat dan Bahan
 Spektrofotometer DREL 2800 berfungsi untuk mengukur kadar ortofosfat air laut. Tabung Reaksi berfungsi untuk menampung larutan. Rak Tabung berfungsi untuk tempat penyimpanan tabung reaksi. Pipet Skala  1 ml berfungsi untuk memindahkan larutan. Corong berfungsi untuk membantu dalam hal pemindahan larutan agar tidak tercecer atau tumpah. Erlenmeyer 100 ml berfungsi untuk menampung larutan. Karet Bulp berfungsi untuk membantu dalam penyedotan larutan dalam jumlah banyak.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Larutan Ammonium. Larutan Asam Sulfat 2,5 M berfungsi umtuk . Larutan Asam askorbik 2 %. Pereaksi campuran. Larutan Asam Borat (H3BO3) 2 %.

C. Prosedur Kerja
Saring sebanyak 25-50 ml air sample dengan kertas saring Whatman no. 42 atau yang setara. Pipet 2,0 ml air sample yang telah disaring, masukkan ke dalam tabung reaksi. Tambahkan  3 ml pereaksi, kocok. Tambahkan 2 ml asam borat 2%, kocok. Biarkan 15 menit. Ukur kadarFosfat dengan menggunakan Spektrofotometer DREL 2800 dalam satuan mg/L pada panjang gelombang 660nm. Catat nilai Fosfat yg tertera di layar Spektrofotometer.

D. Perhitungan
Pada praktikum penentuan kadar ortofosfat dilakukan dengan menggunakan alat Spektrofotometer dan didapatkan hasil sebesar 0,124 mg/L.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil kadar ortophospat yang diperoleh dari praktikum ini adalah 0.124 mg/L

B. Pembahasan
 Dari hasil praktikum penentuan kadar orthoposphat dalam air laut diperoleh kadar orthoposohat sebesar 0.124 mg/L dan diketahui bahwa kadar orthoposphat diperairan Dermaga Kayu Bangkoa sebesar 0.124 mg/L. Menurut Wetzel (1975) dalam Fuquh dan Hasibuan (2012), nilai orthoposphat 0.031 – 0.100 mg/L menunjukkan perairan yang subur/eutrofik sehingga berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa kandungan orthoposphat diperairan Dermaga kayu Bangkoa sangat tinggi, dan kondisi tersebut bisa disebabkan karena tingginya masukan bahan organik total dan kondisi aerob didasar perairan, mengingat bahwa Dermaga kayu Bangkoah letaknya dekat dengan pemukiman dan merupakan perairan terbuka, sehingga kemungkinan meningkatnya kadar orthoposphat sangat besar.
Dari hasil percobaan didapatkan kadar phosphat sebanyak 0,024 mg/L. Liaw (1969) dalam Achmad (2008) mengemukakan pembagian tipe perairan berdasarkan kandungan fosfatnya yaitu : Kesuburannya rendah (0,000 – 0,020 ppm), Kesuburannya cukup (0,021 – 0,050 ppm), Kesuburannya baik (0,051 – 0,020 ppm), Kesuburannya baik sekali (0,101 – 0,200 ppm), dan Kesuburannya sangat baik (>0,201 ppm). Jadi dapat diketahui bahwa perairan Pelabuhan Kayu Bangkoa tergolong perairan yang kesuburannya cukup.
Menurut Achmad (2008) Perairan alami pada umumnya mempunyai kisaran kadar fosfat yang tidak lebih dari 0,1 ppm kecuali pada perairan penerima limbah rumah tangga atau industri serta daerah pertanian yang mengalami pemupukan fosfat. Di sektiar Dermaga Kayu Bangkoa merupakan tempat pembuangan limbah rumah tangga dan hotel yang disekitar pesisir. Hal ini merupakan salah satu yang mempengaruhi jumlah ortofosfat di perairan kayu bangkoa. Sedangkan Menurut Millero (2006), fariasi distribusi fosfat di lautan di kontrol oleh unsur biologi dan proses fisik yang terjadi dalam air laut. Di permukaan air PO43- di hasilkan oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis.

V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Keismpulan dari praktikum ini yaitu mahasiswa mengikuti dan melaksanakan penentuan kadar ortophosphat dalam air laut. Hasil yang diperoleh yaitu 0,024 dan diperairan Dermaga Kayu Bangkoa tergolong kesuburannya cukup. Hal tersebut dipertegas oleh Liaw (1969) dalam Achmad (2008) mengemukakan pembagian tipe perairan berdasarkan kandungan fosfatnya yaitu : Kesuburannya rendah (0,000 – 0,020 ppm), Kesuburannya cukup (0,021 – 0,050 ppm), Kesuburannya baik (0,051 – 0,020 ppm), Kesuburannya baik sekali (0,101 – 0,200 ppm), dan Kesuburannya sangat baik (>0,201 ppm).

B. Saran
Saran saya untuk praktikum penentuan kadar ortophosphat di dalam laut kedepanya, hasil yang diperoleh dari suatu tempat dibandingkan dengan tempat pengambilan sampel lainnya yang lain.

 
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Arfan. 2008. Pola Sebaran Horizontal Nitrat dan Fosfat di Sekitar Perairan Mangrove kecamatan Barru Kabupaten Barru. Fakultas Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin:Makassar
Albert, G. Dan S.S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional Surabaya.

Efendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius : Yogyakarta.
Rachmawati, Dian. 2004. Pertumbuhan salina, phaedactylum tricornutum, dan Anabaenopsis circularis dalam Rasio N/P yang Berbeda pada Skala Laboratorium. ITB : Bogor
  
Santoso dkk. 2010. Karakterisitik dan Sebaran Nitrat, Fosfat,  dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa Tengah. Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya : Palembang.
Shaleh, Fukuh Rahmat. 2012.  Laporan Praktikum Produktivitas Perairan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor : Bogor.





No comments:

Post a Comment