Iklan

Wednesday, February 6, 2019

TINGKATAN KLASIFIKASI MAKHLUK HIDUP BAHASA LATIN INDONESIA INGGRIS


Urutan Klasifikasi Makhluk Hidup Dari Yang Terbesar Hingga Terkecil

LATIN
INDONESIA
INGGRIS
Regnum
Dunia
Kingdom
Divisio/Phyllum
Divisi/Filum
Division/Phyllum
Classis
Kelas
Class
Ordo
Bangsa
Order
Familia
Suku
Family
Genus
Marga
Family
Species
Jenis
Species

Sunday, February 3, 2019

BENTUK SIMBIOSIS ANTARA KARANG DAN ZOOXANTELLA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat produktif dan memiliki peranan penting bagi kelangsungan kehidupan baik di laut maupun di darat. Secara ekologi terumbu karang menjadi tempat mencari makan (feeding grounds), berkembang biak (breeding grounds), mengasuh (nursery grounds) dan tempat berlindung berbagai jenis ikan dan invertebrata lain. Disisi lain terumbu karang juga merupakan ekosistem yang sangat sensitif dan rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan secara fisik, kimia maupun biologis.
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa. Lebih lanjut pembahasan ini lebih menekankan pada karang sejati (Scleractinia).

B.     Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dan kegunaan dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui bentuk simbiosis yang terjadi pada  organisme, khususnya organisme yang ada pada perairan serta mengetahui peranannya dalam kehidupan.
 
BAB II
PEMBAHASAN
 A.    Pengertian Simbiosis
Simbiosis adalah hubungan timbal balik antara dua makhluk hidup yang saling berdampingan. Kata simbiosis berasal dari bahasa Yunani yaitu sym artinya dengan, dan biosis artinya kehidupan. Simbiosis merupakan suatu pola interaksi yang erat antara dua organisme yang berlainan jenis, sedangkan simbion adalah sebutan untuk makhluk hidup yang melakukan simbiosis.
 B.     Bentuk – Bentuk Simbiosis
·         Simbiosis komensalisme
Yaitu suatu hubungan yang terjalin diantara dua organisme. Dan hanya satu organisme saja yang merasa diuntungkan
·         Simbiosis Mutualisme
Yaitu suatu hubungan yang terjalin diantara dua organisme, yang keduanya memperoleh keuntungan,
·         Simbiosis parasitisme
Yaitu suatu hubungan antara dua organisme yang berlainnan jenis, yang satu disebut inang dan yang satunya disebut parasit. Dimana parasit ini bergantung dan hidup pada pengorbanan inangnya. Ada dua jenis parasitisme, ectoparasitism dan endoparasitism. Ectoparasitism adalah tempat parasit yang eksternal dan endoparasit hidup di dalam tubuh inang, seperti virus, bakteri, cacing pipih, cacing gelang dan lintah.

C.    Proses Simbiosis dan Peran Fungsionalnya Antara Zooxanthellae Dengan Karang


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwJsKHcKnZ9cdT6nagqBDSA8jBAbZMwU72ACLCo9yDTnk2d2KZw-EP1omwQXvDRpFLULQrJTEnK1NHoPAcAaSC33klkpB1ffZM3RfMbyUvtmq3ms-xRPd8ziDyRA9DeTvLbbkI3I9212L0/s1600/Untitled.jpg
 










Gambar. 1 Simbiosis antara hewan karan dan Zooxantella
Zooxanthellae merupakan algae yang bersimbiosis dengan hewan karang sekaligus memberi warna pada karang sehingga tampak bewarna. Sejak berabad-abad lalu dan bahkan hingga saat ini, karang (Scleractinia) dianggap sebagai batu atau tumbuhan walaupun sesungguhnya mereka merupakan hewan. Karang itu sendiri merupakan salah satu kelompok Coelenterata berbentuk polyp yaitu semacam bentuk tabung dengan mulut di bagian atas yangdikelilingiolehtentakel.
Secara morfologis, binatang ini berbentuk mirip satu dengan lainnya (species); pembedanya adalah keragaman rangka yang dibentukkannya. Oleh sebab itu, taksonomi karang didasarkan kepada rangka bentukannya. Karena kemampu-annya ini maka karang bersifat menetap (sessile). Dengan tipe hidup ini membawa konsekuensi terhadap sifat konservatif dalam kehidupannya.
Salah satu sifat konservatif dari biota karang adalah adanya proses simbiosis dengan zooxanthellae. Proses terbentuknya simbiosis atau yang dikenal dengan endosimbiosis ini mengundang perdebatan sejak awalnya, yakni apakah terbentuknya endosimbiosis sejak anakan karang (planula) mulai dilepaskan oleh induknya atau melalui infeksi dari lepasan planula yang keluar tanpa pembekalan (Veron, 1995). Apabila teori pertama yang terjadi maka bagaimanapun juga awal evolusinya akan mengalami proses infeksi yang kemudian secara turun temurun mengalami proses pembekalan sebagaimana teori pertama diterima kebenarannya. Di sini tidak memperdebatkan keduanya, namun lebih ditekankan bahwa pada kenyataannya terdapat endosimbiosis dengan perannya yang besar dalam mekanisme kehidupan fungsional binatang karang.
Pada kondisi awal evolusi dipahami bahwa simbiosis antara zooxanthellae dengan karang dalam ekosistem laut pada dasarnya merupakan suatu kejadian yang diawali oleh adanya bertemunya zooxanthellae dengan karang dengan peluang yang tinggi oleh sebab karang hidup menetap dan zooxanthellae bersifat planktonik. Bertemunya keduanya merupakan mendapat peluang yang besar oleh adanya kondisi dinamik air laut. Oleh Perez (1982)  dikemukakan bahwa proses recognisi dan pada akhirnya relokasi zooxanthellae pada karang merupakan fenomena respon biotik sebagai turunan dari aktivitas fisik dinamik air laut dan proses interkoneksitas kimiawi. Dengan demikian peluang bertemunya keduanya sangat dimungkinkan terjadi di laut dengan dua pertimbangan tersebut.



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1TIL-CB2JO7aSK7PsqPa7ge4TipqhXTgcvk348AeF6UgsHxjr9TIltkS3Fq8e1IePXbo_KEaTw5FSm_nPUt8zt4r223Da7bjS9WMpTomraUe0s6ddpUASN0c-F1-PCSrfsrfVk1dXAQfp/s400/zooxhantella.jpg
 









Pada kebanyakan karang, relokasi zooxanthellae umumnya terdapat pada jaringan mesoglea dan gastrodermis baik di tentakel maupun mesentrinya. (Veron, 1995). Untuk  menempuh ini diperlukan tahapan-tahapan endosimbiosis. Tahapan endosimbiosis tersebut oleh Lenhoff dan Muscatine (1974) diterangkan melalui 4 mekanisme, yaitu :
1 Kontak dan Pengenalan (Recognition). Meskipun terdapat argumentasi  bahwa infeksi zooxanthellae pada jaringan seluler inangnya terjadi pada saat pelepasan planula, namun tahap ini diperlukan pada setiap perkembangan dari binatang karang. Proses ini merupakan proses yang transport yang tidak saja mencakup proses fisik akan tetapi juga biokomiawi.
2. Endocytosis. Merupakan proses pemasukan suatu algae selular ke dalam jaringan inang. Prosesnya dilakukan setelah mengalami tahap pengenalan dengan kecepatan dan jumlah yang bergantung kepada jenis dan kapasitas dari binatang karang.
3. Relokasi intraselluler dari simbiont, ini berkaitan dengan sistem endoskeleton dari binatang karang. Proses enzymatik yang membantu pelaksanaannya ditentukan oleh fluktuasi pH seluler.
4. Pertumbuhan dan regulasi kuantitasnya. Proses ini terjadi setelah relokasi dan berlangsung dengan bergantung kepada perubahan faktor-faktor eksternal penentu (khususnya faktor limiting) pertumbuhan. Bleaching merupakan salah satu fenomena regulasi dari zooxanthellae dalam jaringan binatang karang.
Terapan fungsional simbiosis pertama-tama dapat ditinjau dari kaitannya dengan transfer nutrisi diantara keduanya. Dalam memenuhi nutrisinya semua karang dapat menggunakan tentakel-nya untuk menangkap mangsa (plankton). Proses penangkapannya memper-gunakan bantuan nematocyte suatu bentuk protein spesifik yang mampu kemampuan proteksi dan melumpuhkan biomassa tertentu seperti zooplankton. Meskipun mempunyai kemampuan feeding active,  akan tetapi kebanyakan proporsi terbesar makanan karang berasal dari simbiosis yang unik, yaitu zooxanthellae. Zooxanthellae ini merupakan algae uniselluler yang bersifat mikroskopik hidup dalam berbagai jaringan tubuh karang yang transparan dan menghasilkan energi langsung dari cahaya matahari melalui fotosintesis.
Biasanya mereka ditemukan dalam jumlah yang besar dalam setiap polyp hidup bersimbiosis dan memberikan warna pada polyp, energi dari fotosintesis dan 90% kebutuhan karbon polyp (Sebens, 1997). Zooxanthellae menerima nutrisi-nutrisi penting dari karang (polyp) dan memberikan sebanyak 95% hasil fotosintesisnya (energi dan nutrisi) kepada polyp (Muscatine, 1990). Assosasi yang erat ini sangat efisien, sehingga karang dapat bertahan hidup bahkan di perairan yang sangat miskin hara. Keberhasilan hubungan ini dapat dilihat dari besarnya keragaman dan usia karang yang sangat tua, berevolusi pertama kali lebih dari 200 juta tahun yang lalu (Burke et al., 2002).
Berdasarkan transfer nutrisi ini maka dapat dinyatakan bahwa karang dapat menyediakan nutrisinya baik melalui feeding active dan feeding passive. Feeding active dilakukan dengan menembakkan nematocyte ke arah mangsa dan mentransfernya melalui mulut yang terdapat di bagian atas; sedangkan feeding passive diperoleh melalui transfer hasil fotosintesis zooxanthellae. Sejauh diketahui hampir semua karang dapat melakukan melalui feeding passive.
Karang mempunyai bentuk rangka untuk menyokong badannya yang sederhana. Karang pembentuk terumbu mempunyai kerangka dari kalsium karbonat yang proses pembentukannya memerlukan waktu lama sebagai hasil dari simbiosisnya dengan zooxanthellae (Goreou, 1961 dalam Lenhoff dan Muscatine, 1974). Karang ini kebanyakan dari kelompok schleractinia yang dikenal sebagai hermatipik atau pembentuk terumbu.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa simbiosis mempunyai peran penting dalam proses kehidupan karang. Adanya simbiosis, maka secara phototropikal dapat memperpanjang kehidupan karang dalam suatu periode tertentu. Apabila dikaitkan dengan konsep spesiasi binatang karang (Veron, 1995), maka peran aktif simbiosis zooxanthellae dalam jaringan karang dan biogeografinya bahwa bersama dengan faktor lingkungan dapat dinyatakan sebagai penggerak dalam proses microevolusi dalam kehidupan karang. Ini dapat dipandang dalam beberapa skala :
1. Dalam skala ekologi: bahwa cahaya bertanggung jawab atas pembatasan kedalaman untuk semua karang dan terumbu karang sehingga secara prinsipil cahaya merupakan parameter lingkungan yang dapat mengendalikan morfologi serta hubungan intra spesifik yang pada gilirannya dapat menentukan diversitas species;
2. Dalam skala geografis: bahwa ketergantungannya terhadap simbiosis menjadikan karang dengan mudah tumbuh melampaui makroalgae; faktor inilah yang kemungkinan besar menyebabkan terhalangnya karang/terumbu karang dari pengaruh faktor-faktor fisika lingkungan di lintang tinggi.
3. Dalam skala geologi: bahwa gangguan terhadap simbiosis oleh sebab kekurangan cahaya menjadikan suatu peranan pokok dalam kepunahan massa (yang dibentuk oleh karang dan terumbu karang).
Secara nyata keadaan yang merugikan dari ketergantungan terhadap cahaya timbul karena kebutuhan dari simbiosis alamiah. Sejauh diketahui, hanya sedikit sekali species karang dapat eksis secara fakultatif (karang yang dapat hidup untuk jangka waktu tak terbatas dengan atau tanpa adanya zooxanthellae atau yang biasa disebut aposymbiosis), yakni hanya Astrangia danae (Jasques, 1983) dan mungkin Madracis Sp, nampaknya termasuk dalam kelompok ini. Kemudian memunculkan pertanyaan mengapa terjadi simbiosis fakultatif pada karang. Hal ini mungkin dapat dterangkan dalam kejadian dua tahap, yaitu pertama adanya hubungan yang sederhana dengan rantai secara fisiologis (kemungkinan masih dapat menggantungkan dari nutrisi eksternal), kedua adanya bentuk simpanan dari dasar genetis tiap jenis karang yang terjadi dari evolusi multispecies yang sinkron yang kemungkinan paralel dengan evolusi metochondria dari protozoa.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa konsep simbiosis menjadi demikian penting dalam kehidupan karang dan kelestarian ekosistem bentukannya. Hubungan intra maupun ekstraspesifik yang terus berlangsung dalam proses pembentukan kestabilan ekosistem terumbu karang secara filosofis termasuk dalam konsep microevolusi yang ditampilkan oleh hubungan simbiosis antara zooxanthellae dan binatang karang.

 BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa karang mempunyai hubungan simbiosis mutualisme dengan alga simbionnya (Zooxantella) yang merupakan penyumbang nutrisi bagi karang serta mendapatkan bahan anorganik dari hasil metabolisme karang untuk dimanfaatkan dalam proses fotosintesis.
B.     Saran
Dari hasil yang telah didapatkan, perlu diadakannya penelitian yang lebih mendalam tentang peranan lain dari zooxantella terhadap produktivitas karang dan seberapa besar pengaruhnya terhadap kelangsungan hidupnya.



DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Simbiosis. Diakses pada tanggal 2 mei 2014

Thursday, January 31, 2019

ADAPTASI NEKTON



BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Di laut terdapat makhluk-makhluk mulai dari yang berupa jasad-jasad hidup bersel satu, yang sangat kecil sampai yang berupa jasad-jasad hidup yang berukuran sangat besar seperti ikan paus yang panjangnya lebih dari sepuluh meter. Meskipun dilaut terdapat kehidupan yang beraneka ragam, tetapi lazimnya biota laut hanya dikelompokkan kedalam tiga kategori utama, yakni plankton, nekton dan bentos. Pengelompokkan ini tidak ada kaitannya dengan jenis menurut klasifikasi ilmiah, ukuran atau apakah mereka temasuk tumbuh-tumbuhan atau hewan, tetapi hanya didasarkan kepada kebiasaan hidup mereka secara umum, seperti gerak  berjalan, pola hidup dan sebaran menurut ekologi.
 Nekton merupakan salah satu kedalam ketiga kelompok tersebut. Nekton merupakan organisme yang hidupnya bergerak sendiri kesana-kemari. Kelompok hewan yang termasuk nekton sangat beragam adanya. Adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya berbeda dengan jenis organism yang lainnya. Jumlah dan keanekaragaman jenis biota yang hidup dilaut sangat menakjubkan.meski banyak yang telah diketahui tapi masih banyak pula ilmuwan menemukan jenis – jenis baru dalam laut. terutama di pulau – pulau kecil yang belum terjamah oleh manusia. Dilaut terdapat makhluk dari yang berupa jasad renik sampai yang berukuran sangat besar.
1.2  Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui karakteristik mengenai nekton perairan laut, sebagai penunjang kegiatan mata kuliah Biologi Laut serta untuk memberikan pengetahuan secara khusus tentang berbagai organisme nekton yang ada di perairan laut.
 
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.   Pengertian Nekton
Nekton adalah kelompok organisme yang tinggal di dalam kolom air, baik di perairan tawar maupun laut. Kata “nekton" diberikan oleh Ernst Haeckel tahun 1890 yang berasal dari kata Yunani (Greek) yang artinya berenang. Ilmunya disebut Nektology. Orangnya disebut Nektologist. Nekton adalah hewan-hewan laut yang dapat bergerak sendiri ke sana ke mari seperti ikan bertulang rawan, ikan bertulang keras, penyu, ular, dan hewan menyusui laut yang kesemuannya termasuk Vertebrata.Sotong dan cumi-cumi yang termasuk Mollusca juga termasuk nekton. Tidak ada tumbuh-tumbuhan yang mampu berenang, jadi tidak ada tumnuh-tumbuhan yang tergolong nekton.
Berbeda dengan plankton nekton terdiri dari organisme yang mempunyai kemampuan  untuk bergerak sehingga mereka tidak bergantung pada arus laut yang kuat atau gerakan air yang disebabkan oleh angin. Mereka dapat bergerak di dalam air menurut kemauannya sendiri. Salah satu karateristik nekton adalah kemampuan bergerak dengan cepat (capability of fast motion). Nekton mempunyai panjang dari beberapa centimeters sampai 30 meter. Jadi dapat disimpulkan bahwa Nekton adalah hewan-hewan laut yang dapat bergerak sendiri ke sana ke mari seperti ikan-ikan laut, reptil laut, mamalia laut, cumi-cumi dan lain-lain.
Makanan nekton umumnya berupa plankton. Nekton merupakan organisme laut yang sangat bermanfaat bagi manusia terutama untuk perbaikan gizi dan peningkatan ekonomi. Tumpukan bangkai nekton merupakan bahan dasar bagi terbentuknya mineral laut seperti gas dan minyak bumi setelah mengalami proses panjang dalam jangka waktu ribuan bahkan jutaan tahun.
 2.2    Sifat Nekton
1.      Organisme yang dapat bergerak atau berenang dengan keinginan sendiri.
2.     Organisme konsumer di daerah pelagik, aktif berenang umumnya invertebrata.
3.      Memiliki masa hidup lebih panjang daripada plankton (invertebrata : 1 tahun, ikan : 5 – 10 tahun).
4.      Migrasi biasanya berkaitan dengan siklus reproduksi, ikan tuna migrasi dar feedingground ke breeding ground (ribuan kilometer).
 2.3    Komposisi Nekton
 Nekton bahari terdiri dari berbagai ikan bertulang belakang seperti cucut dan pari serta sejumlah kecil mamalia seperti reptil dan burung laut. Invertebrata yang dapat digolongkan nekton hanyalah jenis moluska sepalopoda. Beberapa kelompok ikan yang berbeda dijumpai dalam golongan nekton. Pertama, ikan yang menghabiskan seluruh waktunya di daerah epipelagik. Ikan ini disebut holopipelagik mencangkup ikan-ikan hiu tertentu (cucut martil, hiu mackerel, cucut biru), kebanyakan ikan terbang, tuna, setuhuk, cucut gergaji, lemuru, ikan dayung, dan lain-lain. Ikan ini biasanya menghabiskan telur yang mengapung dan larva epipelagik. Jumlahnya sangat berlimpah di permukaan perairan tropik dan subtropik.  
 Kelompok kedua ikan bahari dinamakan meroepipelagik. Ikan ini hanya menghabiskan sebagian dari hidupnya di daerah epipelagik. Kelompok ini lebih beragam dan mencakup ikan menghabiskan masa dewasanya di epipelagik tetapi mememijah di perairan pantai (Haring, geger lintang jinak, dolphin, kacang-kacang) atau diperairan tawar (salem). Ada juga jenis lain yang memasuki daerah epipelagik hanya pada waktu-waktu tertentu. Seperti ikan-ikan perairan-dalam semacam ikan lentera yang bermigrasi ke permukaan pada malam hari untuk mencari makan. Kebanyakan ikan menghabiskan awal daur hidupnya di epipelagik , tetapi masa dewasanya di daerah lain. Bentuk juvenil memegang peranan tetap dalam fauna epipelagik, tetapi disebut meroplankton, karena kemampuannya geraknya terbatas. Kelompok terbesar kedua dari nekton bahari adalah mamalia laut. 
 Mamalia laut nekton mencangkup ikan paus (ordo Cetacea), anjing laut dan singa laut (ordo Pinnipeda). Terdapat juga mamalia bahari lain, seperti manatee dan duyung (ordo Sirenia), serta berang-berang (ordocarnivora). Tetapi hewan-hewan ini tidak pelagik karena mereka menghuni perairan pantai sepanjang waktu. Mereka juga tidak akan dibahas dalam bab ini.
 Reptil nekton hampir semuanya merupakan penyu dan ular laut. Iguana bahari terdapat di kepulauan Galapagos, dan buaya air asin mendiami banyak daerah Kepulauan Indo-Pasifik.Tetapi hewan-hewan ini juga merupakan hewan litoral yang hanya sekali-kali pergi menjauhi daratan. 
 Secara teknik, kebanyakan burung-burung laut tidaklah nektonik, karena mereka terbangdi atas laut lepas dan bukan menembusnya. Tetapi mereka juga termasuk dalam ekonomi perairan ini dapat di bahas di sini. Mungkin satu-satunya kelompok burung yang benar-benar nektonik adalah penguin yang tidak dapat terbang dan terdapat di bagian bumi selatan. Tetapi cormorant dan burung laut yang lain, menyelam untuk mencari makan dan menghabiskan banyak waktunya sebagai perenang.
 2.4     Klasifikasi Nekton
Nekton (hewan) laut sebagian besar terdiri dari tiga kelas :
1.     Vertebrata, bentuk kontribusi terbesar, hewan-hewan ini juga didukung oleh tulang atau tulang rawan.
2.     Moluska, merupakan hewan seperti cumi-cumi dan kerang.
3.     Crustacea, adalah hewan seperti lobster dan kepiting.
 Berdasarkan kelompok ikan yang berbeda dijumpai dalam kelompok nekton :
1.      Holoepipelagik
Holoepipelagik merupakan kelompok ikan yang menghabiskan seluruh waktunya di daerah epipelagik. Kelompok ikan ini mencakup ikan-ikan hiu tertentu ( cucut,martil, hiu mackerel, cucut biru), kebanyakan ikan terbang, tuna, setuhuk, cucut gergaji, lemuru, ikan dayung, dan lain-lain.
 2.      Meroepilagik
Meroepipelagik merupakan kelompok ikan yang menghabiskan sebagian waktu hidupnya di daerah epipelagik. Meropelagik dapat dibagi lagi berdasarkan pola hidup masing-masing organisme, diantaranya :
1.      Organisme yang menghabiskan sebagian waktu hidupnya di daerah epipelagik, kelopok ini beragam dan mencakup ikan yang menghabiskan masa dewasanya di epipelagik tetapi memijah di daerah pantai. Contohnya : haring, geger lintang jinak, dolpin, kacang-kacang.
2.      Organisme yang hanya memasuki daerah epipelagik pada waktu-waktu tertentu, seperti ikan perairan-dalam semacam ikan lentera yang bermigrasi ke permukaan pada malam hari untuk mencari makan.
3.      Organism yang menghabiskan awal daur hidupnya di epipelagik, tetapi masa dewasanya di daerah lain. Contohnya : juvenile.
 2.5    Kondisi Lingkungan
Faktor lingkungan pada zona epipelagik yang dihuni oleh nekton tentu saja sama dengan yang dibahas untuk plankton dan mencakup cahaya, suhu, kepadatan, dan arus. Namun kepentingan relatif dari faktor-faktor yang berbeda dalam memilih adaptasi dan strategi hidup nekton dapat berbeda. 
 Beberapa kondisi lingkungan perlu diperhatikan karena memberikan perbedaan yang jelas bagi nekton dan dimana adaptasi terjadi.
  • Pertama, laut merupakan daerah “tiga dimensi”yang sangat besar.
  • Kedua, tidak ada substrat padat di mana pun, sehingga hewan-hewan ini selalu melayang dalam medium yang transparan tanpa perlindungan terhadap predator yang potensial. Oleh sebab itu, tidak ada tempat perlindungan bagi hewan yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain secara horizontal.
  • Terakhir, kurangnya substrat, yang berarti tidak adanya pendukung yang kuat bagi hewan kebanyakan mempunyai daging yang lebih padat dari pada air  laut di sekelilingnya.
Kombinasi antara keadaan tiga dimensi dan kurangnya rintangan, memudahkan evolusi adaptasi untuk mobilitas yang besar. Besarnya mobilitas dan kemampuan untuk menempuh jarak-jarak jauh pada gilirannya menyebabkan perkembangan sistem saraf dan indria (sensory) yang akan menangkap dan mengolah informasi yang diperlukan untuk menjelajahi daerah, mencari dan menangkap makanan, serta untuk menghindari predator.
 2.6    Adaptasi Nekton
Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton. Nekton merupakan hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem air tawar, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem ekskresi, insang, dan pencernaan.
 Masing-masing individu mempunyai cara yang berbeda dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya,  ada yang mengalami perubahan bentuk tubuh (adapatasi Morfologi), ada yang mengalami perubahan proses metabolisme tubuh (adaptasi Fisiologi) dan ada juga yang mengalami perubahan sikap dan tingkah laku (adaptasi tingkah laku).
 alam kehidupan nekton di laut sendiri mempunyai macam – macam karakteristik serta tingkah laku yang berbeda – beda tentunya karena nekton sendiri menyangkut seluruh jenis ikan jadi dalam makalah ini kami akan menjelaskan sedikit tentang beberapa adaptasi nekton dilaut, adaptasi secara umum dapat kita artikan sebagai proses penyesuaian diri terhadap lingkungannya dalam hal ini kita mempunyai batasan yaitu lingkungan laut terhadap nekton.
 Berbagai macam adaptasi nekton di laut tentunya setiap spesies akan berbeda tergantung spesies serta factor lingkungannya, Berikut merupakan macam – Macam adaptasi secara umum:
 1.      Adaptasi MORFOLOGI
Adaptasi Morfologi merupakan proses penyesuaian diri makhluk hidup yang memperlihatkan perubahan bentuk dan struktur tubuh.
Ciri adaptasi hewan air :
§  Tubuhnya berbentuk torpedo (stream line).
§  Permukaan tubuh licin karena berlendir.
Anggota gerak tubuh berupa sirip. 
Contohnya: ikan tuna      
 2.      Adaptasi FISIOLOGI
Merupakan proses penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungan sekitarnya yang memperlihatkan perubahan sistem metabolisme dalam tubuhnya.
Ciri adaptasi Ikan air laut dan ikan air tawar :

Ikan air  laut
Ciri adaptasi
Ikan air tawar
Sedikit
Pengeluaran urine
Banyak
Pekat
Urine yang diekskresikan
Encer
Banyak
Minum air
Sedikit
Lebih rendah dari pada air laut
Tekanan osmosis sel tubuh ikan
Lebih tinggi dari pada air tawar
Lebih tebal
Dinding sel tubuh
Laebih tipis

 3.       Adaptasi Tingkah Laku
Merupakan proses penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungannya dengan cara memperlihatkan tingkah laku.
Ciri adaptasi hewan air :
1.      Pengeluaran tinta pada Cumi-cumi untuk penyelamatan diri.
2.      Munculnya ikan Paus ke permukaan air untuk menghirup Oksigen setiap 30 menit sekali.

Ada beberapa adaptasi nekton dalam ekosistem di laut diantaranya yaitu, daya apung organisme nekton, daya penggerak, hambatan permukaan serta bentuk tubuh, system pertahanan diri yang dimiliki oleh masing – masing organisme nekton, reproduksi, dan juga migrasi nekton tersebut.
 Mungkin adaptasi yang paling jelas pada hewan nekton adalah kemampuannya melayang dan bergerak dengan kecepatan tinggi dalam air. Hal tulah yang diperhatikan karena merupakan ciri khas hewan nekton. Daya apung merupakan hal yang utama diperlukan untuk hidup di epipelagik. Ini berlaku juga bagi plankton, seperti yang telah diketahui. 
 Kebanyakan hewan nekton mempunyai kerapatan yang hampir sama dengan air laut. Walupun jaringan-jaringan hidup biasanya lebih rapat dari pada air laut, tetapi ternyata hewan besar ini mempunyai daya apung secara alamiah, karena ada bagian tubuhnya yang mempunyai kerapatan lebih rendah yang dapat mengimbangi tingginya kerapatan kebanyakan jaringan. 
 Kebanyakan ikan mempunyai gas atau gelembung renang dalam tubuhnya. Struktur yang mengisi sekitar 5-10 persen dari volume tubuhnya ini berfungsi mengimbangi daging yang lebih padat sehingga menyebabkan daya apung menjadi netral. Kebanyakan ikan dapat mengatur  jumlah gas dalam gelembung renangnya dan mengubah tingkat apungnya. 
 Burung juga memiliki kantung udara tambahan. Pada kebanyakan burung laut penyelam (kecuali penguin), udara yang terperangkap di bawah bulu memberikan daya apung terbesar. Mamalia bahari, berang-berang, dan anjing laut juga menggunakan udara yang terperangkap pada lapisan bawah rambutnya yang lebat sebagai daya apung.
 Mekanisme lain untuk mencapai daya apung netral adalah dengan mengganti ion kimia berat dalam cairan tubuh dengan yang lebih ringan. Hal ini kita dapatkan juga pada plankton. Satu-satunya hewan nektonik yang mengalami hal ini adalah cumi-cumi. Cumi-cumi cendrung mempunyai rongga tubuh di mana ion natrium yang berat digantikan dengan ammonium yang lebih ringan. Akibatnya, kerapatan cairan tubuh akan lebih kecil dari pada kerapatan air laut pada volume yang sama. 
 Walaupun ini merupakan mekanisme yang banyak terdapat pada plankton,tetapi jarang terdapat pada nekton, sebab supaya efektif, jumlah cairan dengan kadar ammonium tinggi haruslah banyak. Rongga yang besar dan berisi air memberikan bentuk bulat-gemuk bagi hewan dan akan mengurangi rongga mantel, sehingga jelas mengurangi kemampuan bergerak cepat.
 Peningkatan daya apung dengan mengurangi jumlah tulang atau bagian yang keras lainnya bukan merupakan pilihan yang baik bagi hewan ini, karena kerangka yang kuat dan kaku diperlukan agar sistem otot bekerja dengan efektif sehingga hewan dapat bergerak di dalam air. Ini merupakan perbedaan yang nyata dengan plankton.
 Mekanisme lain untuk meningkatkan daya apung adalah dengan menyimpan lipida (lemak atau minyak) di dalam tubuh. Kerapatan lipida lebih kecil dari pada kerapatan air laut sehingga dapat turut mengatur daya apung. Jumlah lipida yang besar banyak terdapat dalam ikan nektonik, terutama yang tidak mempunyai gelembung renang seperti ikan hiu, mackerel (Scomber), ikan biru (Pomatomus), dan bonito (Sarda). Agaknya lipida, paling tidak sebagian, menggantikan fungsi gelembung renang.
 Jika suatu objek nektonik bergerak dalam air, suatu macam hambatan tehadap pergerakan merupakan suatu masalah penting. Hambatan ini adalah hambatan bentuk, dimana hambatan sebanding denganluas melintang objek yang bersentuhan dengan air. Dalam kasus ini, objek berbentuk bulatmempunyai daerah melintang yang sangat luas sehingga bentuk ini tidak sesuai bagi hewan-hewan nektonik. Untuk meminimumkan hambatan bentuk, bentuk harus relatif panjang dan tipis,seperti silinder atau kawat yang tipis. 
 Jenis hambatan yang terakhir perlu diperhatikan adalah turbulensi. Turbulensi terjadi ketika lapisan aliran yang halus dari suatu cairan pada permukaan tubuh terganggu dan terlempar sebagai pusaran, yang akibatnya menambah hambatan. Hambatan semacam ini berkurang pada tubuh yang bentuknya seperti tetesan air, agak tumpul di depan dan mengecil sampai titk di bagian belakang. Bentuk ini juga terbaik untuk meminimumkan hambatan friksional dan juga hambatan bentuk. 
 Pada ikan-ikan epelagik, tidak ada mekanisme khusus yang kana memisahkanya dari sesama jenisnya yang bentik atau hidup di perairan dangkal. Tetapi ikan-ikan bertulang keras holonektonik seperti tuna dan marlin memijahkan telur yang terapung dan mengalami perkembangan di perairan laut terbuka. Beberapa bahkan mempunyai struktur seperti benang yang berasosiasi dengannya sehingga dapat menempel pada berbagai potongan-potongan tumbuhan yang terapung. 
 Karena telur yang terapung itu bersifat planktonik, maka banyak sekali hilang akibat pemangsaan. Akibatnya, ikan-ikan menghasilakn telur dalam jumlah yang sangat banyak untuk cangkang dan albakora (madidihang) menghasilkan telur sebanyak 2.6 juta butir,sedangkan marlin bergaris memijah lebih dari 13 juta, dan ikan matahari bahari 300 juta. Pemijahan ada kalanya terjadi hanya sejenak dan ada kalanya sampai berbulan-bulan.
 2.7 Ekolokasi (Penentuan Jarak dengan Gema)
Diantara nekton mamalia, sejumlah adaptasi khusus biasanya dimulai dengan indria pendengar yang sangat berpengaruh bagi hewan ini. Peranan suara penting bagi mamalia nekton, karena suara merambat dalam air lima kali lebih cepat daripada di udara dan mempunyai kisaran komunikasi yang lebih luas dari pada penglihatan. Akibatnya, banyak hewan nektonik yang mempunyai struktur penerima suara yang berkembang baik.
 Di lingkungan daratan, penerima suara pada mamalia yang telah berkembang dengan baik biasa ditandai secara morfologi luar dengan daun telinga (pinna) yang besar. Namun bagi vertebrata air, struktur ini akan sangat menghambat pergerakan oleh karena ituvertebrata air tidak memiliki telinga. Sebagai gantinya, ada kecenderungan berkembangnya struktur lain di kepala pada mamalia air untuk menerima gelombang suara.
 Alat penerima dan penghasil suara setasea yang digunakan untuk ekoloasi sudah sangat berkembang, sama seperti jika kita menggunakan sonar untuk menduga kedalaman.Pada ekolokasi atau sonar, gelombang suara dikeluarkan dari sumber ke arah tertentu. Gelombang suara ini bergerak lancar dalam air sampai membentur benda padat. Jika membentur benda, maka gelombang itu akan terpantul dan kembali ke sumbernya.
 Interval waktu antara saat suara pertama kali dikeluarkan dan pergerakannya menuju sasaran serta kembalinya setelah terpantul merupakan ukuran jarak antara sumber dan benda. Dengan berubahnya jarak, waktu eko (echo) kembali juga berubah. Pengeluaran gelombang suara secara terus-menerus dan evaluasi sensorik dari gelombang yang terpantul selagi berenang merupakan cara hewan nektonik untuk memeriksa benda yang ada disekitarnya. Dengan mengetahui jarak benda itu, hewan tersebut dapat menjauhinya (predator) atau mendekatinya (sumber makanan).
 Suara dengan frekuensi rendah digunakan hewan yang berekolokasi untuk menempatkan dirinya dalam badan air sesuai dengan benda-benda yang ada di sekitarnya. Namun suara dengan frekuensi rendah tidak memberikan informasi mengenai bentuk benda itu. Untuk mendapatkan informasi ini, diperlukan suara dengan frekuensi lebih tinggi yang memantul dari benda dan memberikan perincian lebih lanjut. 
  
BAB III
PENUTUP 
3.1  Kesimpulan
 Nekton terdiri dari organisme yang mempunyai kemampuan untuk bergerak sehingga mereka tidak bergantung pada arus laut yang kuat atau gerakan air yang disebabkan oleh angin. Mereka dapat bergerak di dalam air menurut kemauannya sendiri. Kebanyakan merupakan hewan-hewan invertebrata, nekton terutama merupakan hewan vertebrata. Di antaranya, ikan merupakan jumlah terbanyak, baik dalam spesies maupun individu. Tetapi wakil dari tiap kelas vertebrata, kecuali amfibi.Adaptasi nekton meliputi daya apung, daya penggerak, hambatan permukaan dan bentuk tubuh ,serta pertahanan diri dan penyamaran.
 Kebanyakan informasi yang berhubungan dengan indria diterima oleh nekton melalui penglihatan atau pendengaran. Peranan suara penting bagi mamalia nekton karena suara merambat dalam air lima kali lebih cepat daripada di udara dan mempunyai kisaran komunikasi yang lebih luas dari pada penglihatan. Akibatnya, banyak hewan nektonik yang mempunyai struktur penerima suara yang berkembang baik.


 
DAFTAR PUSTAKA