BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat produktif dan
memiliki peranan penting bagi kelangsungan kehidupan baik di laut maupun di
darat. Secara ekologi terumbu karang menjadi tempat mencari makan (feeding grounds), berkembang biak (breeding grounds), mengasuh (nursery grounds) dan tempat
berlindung berbagai jenis ikan dan invertebrata lain. Disisi lain terumbu
karang juga merupakan ekosistem yang sangat sensitif dan rentan terhadap
perubahan kondisi lingkungan secara fisik, kimia maupun biologis.
Terumbu
karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut
yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang
belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau
Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral)
mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas
Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa. Lebih lanjut pembahasan ini lebih menekankan
pada karang sejati (Scleractinia).
B.
Tujuan
dan Kegunaan
Adapun
tujuan dan kegunaan dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui
bentuk simbiosis yang terjadi pada
organisme, khususnya organisme yang ada pada perairan serta mengetahui
peranannya dalam kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Simbiosis
Simbiosis
adalah hubungan timbal balik antara dua makhluk hidup yang saling berdampingan.
Kata simbiosis berasal dari bahasa Yunani yaitu sym artinya dengan, dan biosis
artinya kehidupan. Simbiosis merupakan suatu pola interaksi yang erat antara
dua organisme yang berlainan jenis, sedangkan simbion adalah sebutan untuk
makhluk hidup yang melakukan simbiosis.
B. Bentuk – Bentuk Simbiosis
·
Simbiosis komensalisme
Yaitu suatu hubungan yang terjalin diantara dua organisme. Dan hanya
satu organisme saja yang merasa diuntungkan
·
Simbiosis Mutualisme
Yaitu suatu hubungan yang terjalin diantara dua organisme, yang
keduanya memperoleh keuntungan,
·
Simbiosis parasitisme
Yaitu suatu hubungan antara dua organisme yang berlainnan jenis, yang
satu disebut inang dan yang satunya disebut parasit. Dimana parasit ini
bergantung dan hidup pada pengorbanan inangnya. Ada dua jenis parasitisme,
ectoparasitism dan endoparasitism. Ectoparasitism adalah tempat parasit
yang eksternal dan endoparasit hidup di dalam tubuh inang, seperti virus,
bakteri, cacing pipih, cacing gelang dan lintah.
C.
Proses Simbiosis dan Peran
Fungsionalnya Antara Zooxanthellae Dengan Karang
Gambar. 1 Simbiosis antara hewan karan dan Zooxantella
Zooxanthellae merupakan algae yang bersimbiosis dengan hewan karang sekaligus memberi
warna pada karang sehingga tampak bewarna. Sejak berabad-abad lalu dan
bahkan hingga saat ini, karang (Scleractinia) dianggap
sebagai batu atau tumbuhan walaupun sesungguhnya mereka merupakan hewan. Karang
itu sendiri merupakan salah satu kelompok Coelenterata berbentuk polyp yaitu
semacam bentuk tabung dengan mulut di bagian atas yangdikelilingiolehtentakel.
Secara morfologis, binatang ini berbentuk mirip satu dengan lainnya
(species); pembedanya adalah keragaman rangka yang dibentukkannya. Oleh sebab
itu, taksonomi karang didasarkan kepada rangka bentukannya. Karena
kemampu-annya ini maka karang bersifat menetap (sessile). Dengan tipe hidup ini
membawa konsekuensi terhadap sifat konservatif dalam kehidupannya.
Salah satu
sifat konservatif dari biota karang adalah adanya proses simbiosis dengan
zooxanthellae. Proses terbentuknya simbiosis atau yang dikenal dengan
endosimbiosis ini mengundang perdebatan sejak awalnya, yakni apakah
terbentuknya endosimbiosis sejak anakan karang (planula) mulai dilepaskan oleh
induknya atau melalui infeksi dari lepasan planula yang keluar tanpa pembekalan
(Veron, 1995). Apabila teori pertama yang terjadi maka bagaimanapun juga awal
evolusinya akan mengalami proses infeksi yang kemudian secara turun temurun
mengalami proses pembekalan sebagaimana teori pertama diterima kebenarannya. Di
sini tidak memperdebatkan keduanya, namun lebih ditekankan bahwa pada
kenyataannya terdapat endosimbiosis dengan perannya yang besar dalam mekanisme
kehidupan fungsional binatang karang.
Pada kondisi
awal evolusi dipahami bahwa simbiosis antara zooxanthellae dengan karang dalam
ekosistem laut pada dasarnya merupakan suatu kejadian yang diawali oleh adanya
bertemunya zooxanthellae dengan karang dengan peluang yang tinggi oleh sebab
karang hidup menetap dan zooxanthellae bersifat planktonik. Bertemunya keduanya
merupakan mendapat peluang yang besar oleh adanya kondisi dinamik air laut.
Oleh Perez (1982) dikemukakan bahwa proses recognisi dan pada
akhirnya relokasi zooxanthellae pada karang merupakan fenomena respon biotik
sebagai turunan dari aktivitas fisik dinamik air laut dan proses
interkoneksitas kimiawi. Dengan demikian peluang bertemunya keduanya sangat
dimungkinkan terjadi di laut dengan dua pertimbangan tersebut.
|
|
|
Pada
kebanyakan karang, relokasi zooxanthellae umumnya terdapat pada jaringan
mesoglea dan gastrodermis baik di tentakel maupun mesentrinya. (Veron, 1995).
Untuk menempuh ini diperlukan tahapan-tahapan endosimbiosis. Tahapan
endosimbiosis tersebut oleh Lenhoff dan Muscatine (1974) diterangkan melalui 4
mekanisme, yaitu :
1 Kontak dan Pengenalan (Recognition). Meskipun terdapat
argumentasi bahwa infeksi zooxanthellae pada jaringan seluler
inangnya terjadi pada saat pelepasan planula, namun tahap ini diperlukan pada
setiap perkembangan dari binatang karang. Proses ini merupakan proses yang transport
yang tidak saja mencakup proses fisik akan tetapi juga biokomiawi.
2. Endocytosis. Merupakan proses pemasukan suatu
algae selular ke dalam jaringan inang. Prosesnya dilakukan setelah mengalami
tahap pengenalan dengan kecepatan dan jumlah yang bergantung kepada jenis dan
kapasitas dari binatang karang.
3. Relokasi intraselluler dari
simbiont, ini berkaitan dengan sistem endoskeleton dari binatang
karang. Proses enzymatik yang membantu pelaksanaannya ditentukan oleh fluktuasi
pH seluler.
4. Pertumbuhan dan regulasi kuantitasnya. Proses ini
terjadi setelah relokasi dan berlangsung dengan bergantung kepada perubahan
faktor-faktor eksternal penentu (khususnya faktor limiting) pertumbuhan. Bleaching merupakan salah satu
fenomena regulasi dari zooxanthellae dalam jaringan binatang karang.
Terapan
fungsional simbiosis pertama-tama dapat ditinjau dari kaitannya dengan transfer
nutrisi diantara keduanya. Dalam memenuhi nutrisinya semua karang dapat
menggunakan tentakel-nya untuk menangkap mangsa (plankton). Proses penangkapannya memper-gunakan bantuan nematocyte
suatu bentuk protein spesifik yang mampu kemampuan proteksi dan melumpuhkan
biomassa tertentu seperti zooplankton. Meskipun mempunyai kemampuan feeding active, akan
tetapi kebanyakan proporsi terbesar makanan karang berasal dari simbiosis yang
unik, yaitu zooxanthellae. Zooxanthellae ini merupakan algae uniselluler yang
bersifat mikroskopik hidup dalam berbagai jaringan tubuh karang yang transparan
dan menghasilkan energi langsung dari cahaya matahari melalui fotosintesis.
Biasanya
mereka ditemukan dalam jumlah yang besar dalam setiap polyp hidup bersimbiosis
dan memberikan warna pada polyp, energi dari fotosintesis dan 90% kebutuhan
karbon polyp (Sebens, 1997). Zooxanthellae menerima nutrisi-nutrisi penting
dari karang (polyp) dan memberikan sebanyak 95% hasil fotosintesisnya (energi
dan nutrisi) kepada polyp (Muscatine, 1990). Assosasi yang erat ini sangat
efisien, sehingga karang dapat bertahan hidup bahkan di perairan yang sangat
miskin hara. Keberhasilan hubungan ini dapat dilihat dari besarnya keragaman
dan usia karang yang sangat tua, berevolusi pertama kali lebih dari 200 juta
tahun yang lalu (Burke et al.,
2002).
Berdasarkan
transfer nutrisi ini maka dapat dinyatakan bahwa karang dapat menyediakan
nutrisinya baik melalui feeding active dan feeding passive. Feeding
active dilakukan dengan
menembakkan nematocyte ke arah mangsa
dan mentransfernya melalui mulut yang terdapat di bagian atas; sedangkan feeding passive diperoleh
melalui transfer hasil fotosintesis zooxanthellae.
Sejauh diketahui hampir semua karang dapat melakukan melalui feeding passive.
Karang
mempunyai bentuk rangka untuk menyokong badannya yang sederhana. Karang
pembentuk terumbu mempunyai kerangka dari kalsium karbonat yang proses
pembentukannya memerlukan waktu lama sebagai hasil dari simbiosisnya dengan zooxanthellae
(Goreou, 1961 dalam Lenhoff dan
Muscatine, 1974). Karang ini kebanyakan dari kelompok schleractinia yang dikenal sebagai hermatipik atau pembentuk terumbu.
Berdasarkan
hal tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa simbiosis mempunyai peran penting
dalam proses kehidupan karang. Adanya
simbiosis, maka secara phototropikal dapat memperpanjang kehidupan karang dalam
suatu periode tertentu. Apabila dikaitkan dengan konsep spesiasi binatang
karang (Veron, 1995), maka peran aktif simbiosis zooxanthellae dalam jaringan
karang dan biogeografinya bahwa bersama dengan faktor lingkungan dapat
dinyatakan sebagai penggerak dalam proses microevolusi dalam kehidupan karang.
Ini dapat dipandang dalam beberapa skala :
1. Dalam
skala ekologi: bahwa
cahaya bertanggung jawab atas pembatasan kedalaman untuk semua karang dan
terumbu karang sehingga secara prinsipil cahaya merupakan parameter lingkungan
yang dapat mengendalikan morfologi serta hubungan intra spesifik yang pada
gilirannya dapat menentukan diversitas species;
2. Dalam skala geografis: bahwa ketergantungannya terhadap simbiosis menjadikan karang dengan mudah
tumbuh melampaui makroalgae; faktor inilah yang kemungkinan besar menyebabkan terhalangnya
karang/terumbu karang dari pengaruh faktor-faktor fisika lingkungan di lintang
tinggi.
3. Dalam skala geologi: bahwa
gangguan terhadap simbiosis oleh sebab kekurangan cahaya menjadikan suatu
peranan pokok dalam kepunahan massa (yang dibentuk oleh karang dan terumbu
karang).
Secara nyata keadaan yang
merugikan dari ketergantungan terhadap cahaya timbul karena kebutuhan dari
simbiosis alamiah. Sejauh diketahui, hanya sedikit sekali species karang dapat
eksis secara fakultatif (karang yang dapat hidup untuk jangka waktu tak
terbatas dengan atau tanpa adanya zooxanthellae atau yang biasa disebut
aposymbiosis), yakni hanya Astrangia
danae (Jasques, 1983) dan mungkin Madracis Sp, nampaknya termasuk dalam kelompok ini.
Kemudian memunculkan pertanyaan mengapa terjadi simbiosis fakultatif pada
karang. Hal ini mungkin dapat dterangkan dalam kejadian dua tahap, yaitu
pertama adanya hubungan yang sederhana dengan rantai secara fisiologis
(kemungkinan masih dapat menggantungkan dari nutrisi eksternal), kedua adanya
bentuk simpanan dari dasar genetis tiap jenis karang yang terjadi dari evolusi
multispecies yang sinkron yang kemungkinan paralel dengan evolusi metochondria
dari protozoa.
Dengan demikian menjadi jelas
bahwa konsep simbiosis menjadi demikian penting dalam kehidupan karang dan
kelestarian ekosistem bentukannya. Hubungan intra maupun ekstraspesifik yang
terus berlangsung dalam proses pembentukan kestabilan ekosistem terumbu karang
secara filosofis termasuk dalam konsep microevolusi yang ditampilkan oleh
hubungan simbiosis antara zooxanthellae dan binatang karang.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas,
dapat disimpulkan bahwa karang mempunyai hubungan simbiosis mutualisme dengan
alga simbionnya (Zooxantella) yang merupakan penyumbang nutrisi bagi karang
serta mendapatkan bahan anorganik dari hasil metabolisme karang untuk
dimanfaatkan dalam proses fotosintesis.
B.
Saran
Dari hasil yang telah
didapatkan, perlu diadakannya penelitian yang lebih mendalam tentang peranan
lain dari zooxantella terhadap produktivitas karang dan seberapa besar
pengaruhnya terhadap kelangsungan hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA