Iklan

Sunday, October 11, 2015

ANALISIS DAMPAK PENCEMARAN MERKURI (Hg) MELALUI PENDEKATAN EKOTOKSIKOLOGI



TUGAS INDIVIDU
EKOTOKSIKOLOGI LAUT

ANALISIS DAMPAK PENCEMARAN MERKURI (Hg) MELALUI PENDEKATAN EKOTOKSIKOLOGI

LOGO.jpg

Oleh:

NAMA   : NURJIRANA
NIM        :L11112277



JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

I.       PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Peningkatan atau jumlah penduduk dengan peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam disadari maupun tidak telah menimbulkan efek negatif seperti terjadinya pencemaran lingkungan yang berakibat sangat buruk bagi manusia. Perairan laut merupakan suatu lingkungan yang sangat akrab dengan limbah. Disengaja ataupun tidak disengaja langsung ataupun tidak langsung perairan laut kerap kali menjadi tempat pembuangan limbah dari darat oleh manusia.
Bahan pencemaran (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yng berasal dari alam itu sendiri yang memasukkan suatu tatanan yang ekosistem sehingga menganggu peruntukkan ekosistem tersebut (Wardhana, 2004). Bahan pencemaran memasuki badan air dengan berbagai cara misalnya memalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian limbah domistik dan perkotaan pembuangan limbah industrui dan lain-lain (Effendi, 2003).
Salah satu dari bahan pncemaran tersebut adalah logam berat. Merkuri atau juga disebut air raksa merupakan salah satu logam berat yang menjadi bahan pencemaran. Masuknnya merkuri dalam jumlah yang tinggi ke dalam lingkungan perairan dapat menyebabkan efek yang buruk bagi organisme yang hidup pada perairan tersebut, bahkan dapat membahayakan kesehatan manusia yang menggunakan air dan mengkonsumsi organisme tersebut. Jika merkuri ini telah masuk dalam rantai makanan maka suatu saat akan masuk pada tubuh manusia.


II.      PEMBAHASAN

A.   Prinsip Umum Ekotoksikologi
Bidang toksikologi lingkungan, khususnya yang terkait dengan area ekotoksikologi, merupakan salah satu disiplin ilmu lingkungan yang terus berkembang secara cepat. Ekotoksikologi terdefinisi dengan sangat baik sebagai bidang studi yang mencakup nasib akhir/deposisi dan dampak dari bahan kimia toksik pada ekosistem yang didasarkan pada hasil kajian ilmiah, baik dari hasil pengamatan di lapangan maupun dengan penerapan metode-metode uji toksisitas di laboratorium. Ekotoksikologi yang terkait erat dengan toksikologi lingkungan, jelas membutuhkan pemahaman terhadap prinsip dan teori ekologi seperti halnya dengan pengetahuan tentang cara-cara bahan kimia berdampak pada individu spesies, populasi, komunitas dan ekosistem.
Ekotoksikologi dibangun berdasarkan prinsip keilmuan dan metode uji toksikologi, dengan penekanan pada tingkatan populasi, komunitas dan ekosistem. Kemampuan untuk mengukur transportasi dan deposisi bahan kimia dan pemaparan organisme dalam uji ekotoksikologi merupakan hal penting yang menentukan arah pengembangan teknik pendugaan resiko lingkungan (Suter, 1993; Maughan, 1993).
Berbeda dengan uji toksikologi konvensional (standard) yang umumnya berupaya untuk menemukan hubungan sebab-akibat beberapa konsentrasi bahan kimia dengan respon organisme pada lokasi reseptor tertentu, uji ekotoksikologi berupaya untuk mengevaluasi hubungan sebab-akibat pada level organisasi, khususnya pada level populasi.
Peranan Ekotoksikologi Dalam Penilaian Dampak Ekologis, Komponen terpenting dari uji ekotoksikologi adalah keterpaduan antara penelitian di laboratorium dan di lapangan. Uji toksisitas di laboratorium menjelaskan dampak toksikan pada individu organisme, termasuk respon biokimiawi dan fisiologisnya. Pengetahuan yang diperoleh di laboratorium selanjutnya diselaraskan dengan hal-hal yang terjadi pada kondisi lapangan, dan pemahaman tentang sejumlah parameter lingkungan yang harus dihadapi oleh organisme untuk tetap hidup dan berkembang dengan baik di bawah tekanan toksikan, menjadi aset berharga dan sangat penting.

B.   Pengertian Pencemaran
Pencemaran dapat terjadi di lingkungan baik di udara maupun air. Menurut undang- undang N0. 23 tahun1997, pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau di masukkannya mahluk hidup zat. Energi dan/atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehinga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pada Perairan pencemaran diakibatkan oleh masuknya bahan pencemaran (polutan) yang dapat berupa gas bahan-bahan terlarut partikulat (Nontji,1993).

C.   Kasus Pencemaran Logam Merkuri (Hg)
Kemajuan ilmu dan teknologi disamping berdampak positif bagi pertumbuhan
ekonomi, disisi lain berdampak negatif berupa pencemaran. Dewasa ini pencemaran air semakin lama semakin meningkat. Kontaminasi lingkungan di perairan diantaranya berupa logam berat. Pencemaran logam berat merupakan ancaman yang besar bagi lingkungan. Ikan merupakan biota air yang dapat dijadikan sebagai indikator tingkat pencemaran yang terjadi di dalam perairan.
Sungai Musi merupakan sungai yang menjadi muara puluhan sungai besar dan kecil lainnya, baik di Bengkulu maupun Sumatera Selatan. Dari sumber-sumber air itulah di antaranya air Sungai Musi berasal dan mengalir hingga sejauh 720 kilometer. Berbagai aktivitas yang ada di Sungai Musi, baik industri besar maupun kecil, tambang, perkebunan, pertanian, rumah tangga, maupun aktivitas alami berdampak pada biota perairan dan kesehatan manusia. Aktivitas tersebut mengakibatkan terpaparnya logam berat ke dalam badan sungai, termasuk merkuri. Menurut hasil penelitian Eddy, dkk., (2012) Sungai Musi Palembang antara Polokerto sampai Pulau Salah Nama telah tercemar merkri total. Kadar merkuri ttal dalam air berkisar 17,250 – 21,750 ppb, sementara itu kadar merkuri total di sedimen antara 1.125 – 2.521 ppb.
Keberadaan merkuri total dalam air dan sedimen dapat menyebabkan merkuri terakumulasi dalam biota Sungai Musi termasuk ikan. Hal ini terjadi karena logam merkuri mudah teradsorpsi kedalam tubuh ikan melalui proses rantai makanan. Berbagai jenis ikan diSungai Musi telah diidentifikasi oleh Eddy, dkk., (2012)
dari 29 jenis, yang paling relative besar kandungan merkuri totalnya yaitu ikan baung, juaro, lais dan patin. Jenis ini diduga akumulasi merkurinya lebih tinggi dibandingkan jenis ikan lainnya, karena ikan tersebut merupakan predator (pemangsa ikan lain). Kandungan logam berat, seperti merkuri dalam tubuh biota disuatu perairan erat kaitannya dengan pembuangan limbah industri di sekitar tempat hidup ikan tersebut, seperti sungai. Banyaknya merkuri yang terserap dan terdistribusi dalam tubuh biota bergantung pada bentuk senyawa dan konsentrasi polutan, aktivitas mikroorganisme, tekstur sedimen, serta biota yang hidup di lingkungan tersebut (Supriyanto,dkk., 2007).
Menurut Soemirat (2003) taraf toksisitas logam berat sangat beragam bagi berbagai organisme, tergantung dari berbagai aspek yang antara lain spesies, cara toksikan memasuki tubuh, frekuensi dan lamanya paparan, konsentrasi toksikan, bentuk dan sifat fisika/kimia toksikan serta kerentanan berbagai spesies terhadap toksikan. Akumulasi merkuri di dalam tubuh biota perairan dapat terjadi melalui rantai makanan, dimana akumulasi tertinggi akan didapat pada konsumen teratas. Merkuri bersifat neutrotoksin, masuk ke ekosistem akuatik melalui deposisi atmosferik maupun bersumber dari eksternalisasi limbah industri. (Suseno et al. 2010). Bioakumulasi bahan-bahan kimia pada organisme perairan merupakan suatu criteria yang penting terhadap dampak yang ditimbulkan. Khususnya terhadap manusia yang terpapar malalui makanan misalnya ikan (Geyer et al. 2000). Organisme perairan dapat mengakumulasi merkuri dari air, sedimen, dan makanan yang dikonsumsi. (Lasut. 2009). Ikan air tawar seperti ikan baung, juaro, lais dan patin merupakan jenis ikan yang umum dikonsumsi dagingnya oleh masyarakat Kota Palembang sebagai sumber protein. Selain itu juga ikan ini bersifat karnivora berada pada tingkat tropik atas dalam mata rantai makanan, sehingga akumulasi logam berat pada ikan tersebut besar.
Menurut Fardiaz (1992) bahwa Merkuri di alam terdapat dalam berbagai bentuk: 1. Merkuri anorganik, termasuk logam merkuri ( Hg++) dan garam-garamnya seperti merkuri khlorida (HgCl2) dan okside (HgO), 2. Komponen merkuri organik dan organomerkuri, terdiri atas: pertama aril merkuri (mengandung hidrokarbon aromatik seperti fenil merkuri asetat), kedua alkil merkuri (mengandung hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri yang paling beracun seperti metal merkuri, etil merkuri), ketiga alkoksialkil merkuri (R-O-Hg). Tiga jenis senjawa merkuri yang mencemari lingkungan dalam ini di ke empat titik lokasi penelitian tidak terdeteksi yaitu: 1. Senyawa merkuri anorganik termasuk logam merkuri (merkuri berbentuk cair dengan titik didih yang lebih tinggi sehingga sangat mudah menguap). 2. Senyawa organik atau paling terkenal alkil merkuri yang mempunyai struktur hidrokarbon rantai lurus (Senyawa alkil merkuri paling banyak digunakan di Negara-negara berkembang seperti metil merkuri khorida (CH3HgC1) dan etil khlorida (CH2H5HgC1), senyawa-senyawa ini di gunakan sebagai pestida dalam bidang pertanian dan di gunakan sebagai katalis dalam industri kimian . 3. Senyawa aril merkuri dengan struktur yang mengandung cincin hidrokarbon ( senyawa yang di kenal dalam bentuk FMA atau fenil merkuri asetat ) senyawa ini akan mengalami oksidasi dan berubah menjadi senyawa merkuri anorganik.
Unsur-unsur logam berat dapat masuk kedalam tubuh organisme air dengan tiga cara yaitu: mulai rantai makanan, insang dan difrusi mulai kulit, tetapi sebagian besar logam berat masuk dalam tubuh organisme air melalui rantai makanan dan hanya sedikit diambil langsung dari air (Hutagalung, 1985). Bentuk perseyawaan merkuri sangat menentukan dari tingkat racun yang dapat di timbulkan, karena itu daya racun dari senyawa khlorida akan berbeda dengan daya racun yang dapat di timbulkan oleh merkuri ionida. Dari data hasil pengukuran di atas, terlihat bawah.


DAFTAR PUSTAKA

Eddy S., Setiawan AA. Emilia I. Suheryanto. 2012. Bioakumulasi Merkuri pada Berbagai Ekokompartment Sungai Musi Palembang. Laporan Hasil Penelitian Hiba Pekerti Universitas PGRI Palembang – Universitas Sriwijaya Inderalaya.

Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan udara. Kanisium Yogyakarta. 48-59 Hal.
Geyer HJ, Rimkus GG, Scheunert I, Kaune A., Schramm, Kettrup A, Zeeman M, Derek CG, Muir, Hansen, Mackay. 2000. Bioaccumulation and Occurrence of Endocrine-Disrupting Chemicals (EDCs), Persistent Organic Pollutants (POPs), and Other Organic Compounds in Fish and Other Organisms Including Humans. Handbook of Environmental Chemistry Vol.2 Part J Bioaccumulation.

Hutagalung MP. 1985. Pengaruh Pencemaran Logam Berat Terhadap Biota Laut. Kerja Sama Dengan UNESCO/UNDP. Jakarta.

Lasut MT. 2009. Proses Bioakumulasi dan Biotransfer Merkuri (Hg) pada Organisme Perairan di dalam Wadah Terkontrol. Jurnal Matematika Dan Sains, September 2009, Vol. 14 No. 3.

Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta .
Soemirat. 2003. Toksikologi Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Supriyanto C, Samin, Zainul K. 2007. Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cu dan Cd pada Ikan Air Tawar dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA), Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir, Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir Yogyakarta, (Online), (diakses 28 Mei 2015).

No comments:

Post a Comment