TUGAS INDIVIDU
EKOTOKSIKOLOGI LAUT
ANALISIS DAMPAK PENCEMARAN MERKURI (Hg) MELALUI
PENDEKATAN EKOTOKSIKOLOGI
Oleh:
NAMA :
NURJIRANA
NIM :L11112277
JURUSAN
ILMU KELAUTAN
FAKULTAS
ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peningkatan atau jumlah penduduk
dengan peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam disadari maupun tidak telah
menimbulkan efek negatif seperti terjadinya pencemaran lingkungan yang
berakibat sangat buruk bagi manusia. Perairan laut merupakan suatu lingkungan
yang sangat akrab dengan limbah. Disengaja ataupun tidak disengaja langsung
ataupun tidak langsung perairan laut kerap kali menjadi tempat pembuangan
limbah dari darat oleh manusia.
Bahan pencemaran (polutan) adalah
bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yng berasal dari alam itu
sendiri yang memasukkan suatu tatanan yang ekosistem sehingga menganggu
peruntukkan ekosistem tersebut (Wardhana, 2004). Bahan pencemaran memasuki
badan air dengan berbagai cara misalnya memalui atmosfer, tanah, limpasan (run
off) pertanian limbah domistik dan perkotaan pembuangan limbah industrui dan
lain-lain (Effendi, 2003).
Salah satu dari bahan pncemaran
tersebut adalah logam berat. Merkuri atau juga disebut air raksa merupakan salah
satu logam berat yang menjadi bahan pencemaran. Masuknnya merkuri dalam jumlah
yang tinggi ke dalam lingkungan perairan dapat menyebabkan efek yang buruk bagi
organisme yang hidup pada perairan tersebut, bahkan dapat membahayakan
kesehatan manusia yang menggunakan air dan mengkonsumsi organisme tersebut.
Jika merkuri ini telah masuk dalam rantai makanan maka suatu saat akan masuk
pada tubuh manusia.
II. PEMBAHASAN
A. Prinsip
Umum Ekotoksikologi
Bidang
toksikologi lingkungan, khususnya yang terkait dengan area ekotoksikologi,
merupakan salah satu disiplin ilmu lingkungan yang terus berkembang secara
cepat. Ekotoksikologi terdefinisi dengan sangat baik sebagai bidang studi yang
mencakup nasib akhir/deposisi dan dampak dari bahan kimia toksik pada ekosistem
yang didasarkan pada hasil kajian ilmiah, baik dari hasil pengamatan di
lapangan maupun dengan penerapan metode-metode uji toksisitas di laboratorium.
Ekotoksikologi yang terkait erat dengan toksikologi lingkungan, jelas
membutuhkan pemahaman terhadap prinsip dan teori ekologi seperti halnya dengan pengetahuan
tentang cara-cara bahan kimia berdampak pada individu spesies, populasi,
komunitas dan ekosistem.
Ekotoksikologi
dibangun berdasarkan prinsip keilmuan dan metode uji toksikologi, dengan penekanan
pada tingkatan populasi, komunitas dan ekosistem. Kemampuan untuk mengukur
transportasi dan deposisi bahan kimia dan pemaparan organisme dalam uji
ekotoksikologi merupakan hal penting yang menentukan arah pengembangan teknik
pendugaan resiko lingkungan (Suter, 1993; Maughan, 1993).
Berbeda dengan uji toksikologi
konvensional (standard) yang umumnya berupaya untuk menemukan hubungan
sebab-akibat beberapa konsentrasi bahan kimia dengan respon organisme pada
lokasi reseptor tertentu, uji ekotoksikologi berupaya untuk mengevaluasi
hubungan sebab-akibat pada level organisasi, khususnya pada level populasi.
Peranan Ekotoksikologi Dalam Penilaian
Dampak Ekologis, Komponen terpenting dari uji ekotoksikologi adalah keterpaduan
antara penelitian di laboratorium dan di lapangan. Uji toksisitas di
laboratorium menjelaskan dampak toksikan pada individu organisme, termasuk
respon biokimiawi dan fisiologisnya. Pengetahuan yang diperoleh di laboratorium
selanjutnya diselaraskan dengan hal-hal yang terjadi pada kondisi lapangan, dan
pemahaman tentang sejumlah parameter lingkungan yang harus dihadapi oleh
organisme untuk tetap hidup dan berkembang dengan baik di bawah tekanan
toksikan, menjadi aset berharga dan sangat penting.
B. Pengertian
Pencemaran
Pencemaran dapat terjadi di lingkungan
baik di udara maupun air. Menurut undang- undang N0. 23 tahun1997, pencemaran
lingkungan hidup adalah masuknya atau di masukkannya mahluk hidup zat. Energi
dan/atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehinga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pada Perairan pencemaran
diakibatkan oleh masuknya bahan pencemaran (polutan) yang dapat berupa gas
bahan-bahan terlarut partikulat (Nontji,1993).
C. Kasus
Pencemaran Logam Merkuri (Hg)
Kemajuan
ilmu dan teknologi disamping berdampak positif bagi pertumbuhan
ekonomi,
disisi lain berdampak negatif berupa pencemaran. Dewasa ini pencemaran air semakin
lama semakin meningkat. Kontaminasi lingkungan di perairan diantaranya berupa
logam berat. Pencemaran logam berat merupakan ancaman yang besar bagi lingkungan.
Ikan merupakan biota air yang dapat dijadikan sebagai indikator tingkat pencemaran
yang terjadi di dalam perairan.
Sungai
Musi merupakan sungai yang menjadi muara puluhan sungai besar dan kecil
lainnya, baik di Bengkulu maupun Sumatera Selatan. Dari sumber-sumber air itulah
di antaranya air Sungai Musi berasal dan mengalir hingga sejauh 720 kilometer. Berbagai
aktivitas yang ada di Sungai Musi, baik industri besar maupun kecil, tambang, perkebunan,
pertanian, rumah tangga, maupun aktivitas alami berdampak pada biota perairan
dan kesehatan manusia. Aktivitas tersebut mengakibatkan terpaparnya logam berat
ke dalam badan sungai, termasuk merkuri. Menurut hasil penelitian Eddy, dkk.,
(2012) Sungai Musi Palembang antara Polokerto sampai Pulau Salah Nama telah tercemar
merkri total. Kadar merkuri ttal dalam air berkisar 17,250 – 21,750 ppb, sementara
itu kadar merkuri total di sedimen antara 1.125 – 2.521 ppb.
Keberadaan
merkuri total dalam air dan sedimen dapat menyebabkan merkuri terakumulasi
dalam biota Sungai Musi termasuk ikan. Hal ini terjadi karena logam merkuri
mudah teradsorpsi kedalam tubuh ikan melalui proses rantai makanan. Berbagai
jenis ikan diSungai Musi telah diidentifikasi oleh Eddy, dkk., (2012)
dari
29 jenis, yang paling relative besar kandungan merkuri totalnya yaitu ikan
baung, juaro, lais dan patin. Jenis ini diduga akumulasi merkurinya lebih
tinggi dibandingkan jenis ikan lainnya, karena ikan tersebut merupakan predator
(pemangsa ikan lain). Kandungan logam berat, seperti merkuri dalam tubuh biota
disuatu perairan erat kaitannya dengan pembuangan limbah industri di sekitar
tempat hidup ikan tersebut, seperti sungai. Banyaknya merkuri yang terserap dan
terdistribusi dalam tubuh biota bergantung pada bentuk senyawa dan konsentrasi
polutan, aktivitas mikroorganisme, tekstur sedimen, serta biota yang hidup di
lingkungan tersebut (Supriyanto,dkk., 2007).
Menurut
Soemirat (2003) taraf toksisitas logam berat sangat beragam bagi berbagai
organisme, tergantung dari berbagai aspek yang antara lain spesies, cara toksikan
memasuki tubuh, frekuensi dan lamanya paparan, konsentrasi toksikan, bentuk dan
sifat fisika/kimia toksikan serta kerentanan berbagai spesies terhadap
toksikan. Akumulasi merkuri di dalam tubuh biota perairan dapat terjadi melalui
rantai makanan, dimana akumulasi tertinggi akan didapat pada konsumen teratas. Merkuri
bersifat neutrotoksin, masuk ke ekosistem akuatik melalui deposisi atmosferik
maupun bersumber dari eksternalisasi limbah industri. (Suseno et al.
2010). Bioakumulasi bahan-bahan kimia pada organisme perairan merupakan suatu criteria
yang penting terhadap dampak yang ditimbulkan. Khususnya terhadap manusia yang terpapar
malalui makanan misalnya ikan (Geyer et al. 2000). Organisme perairan
dapat mengakumulasi merkuri dari air, sedimen, dan makanan yang dikonsumsi.
(Lasut. 2009). Ikan air tawar seperti ikan baung, juaro, lais dan patin
merupakan jenis ikan yang umum dikonsumsi dagingnya oleh masyarakat Kota
Palembang sebagai sumber protein. Selain itu juga ikan ini bersifat karnivora
berada pada tingkat tropik atas dalam mata rantai makanan, sehingga akumulasi
logam berat pada ikan tersebut besar.
Menurut Fardiaz (1992) bahwa Merkuri di alam terdapat dalam
berbagai bentuk: 1. Merkuri anorganik, termasuk logam merkuri ( Hg++) dan garam-garamnya seperti merkuri khlorida (HgCl2) dan okside (HgO), 2. Komponen merkuri organik dan
organomerkuri, terdiri atas: pertama aril merkuri (mengandung hidrokarbon
aromatik seperti fenil merkuri asetat), kedua alkil merkuri (mengandung
hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri yang paling beracun seperti metal
merkuri, etil merkuri), ketiga alkoksialkil merkuri (R-O-Hg). Tiga jenis
senjawa merkuri yang mencemari lingkungan dalam ini di ke empat titik lokasi
penelitian tidak terdeteksi yaitu: 1. Senyawa merkuri anorganik termasuk logam
merkuri (merkuri berbentuk cair dengan titik didih yang lebih tinggi sehingga
sangat mudah menguap). 2. Senyawa organik atau paling terkenal alkil merkuri
yang mempunyai struktur hidrokarbon rantai lurus (Senyawa alkil merkuri paling
banyak digunakan di Negara-negara berkembang seperti metil merkuri khorida
(CH3HgC1) dan etil khlorida (CH2H5HgC1), senyawa-senyawa ini di gunakan sebagai
pestida dalam bidang pertanian dan di gunakan sebagai katalis dalam industri
kimian . 3. Senyawa aril merkuri dengan struktur yang mengandung cincin
hidrokarbon ( senyawa yang di kenal dalam bentuk FMA atau fenil merkuri asetat
) senyawa ini akan mengalami oksidasi dan berubah menjadi senyawa merkuri
anorganik.
Unsur-unsur logam berat dapat masuk kedalam tubuh organisme air dengan
tiga cara yaitu: mulai rantai makanan, insang dan difrusi mulai kulit, tetapi
sebagian besar logam berat masuk dalam tubuh organisme air melalui rantai
makanan dan hanya sedikit diambil langsung dari air (Hutagalung, 1985). Bentuk
perseyawaan merkuri sangat menentukan dari tingkat racun yang dapat di
timbulkan, karena itu daya racun dari senyawa khlorida akan berbeda dengan daya
racun yang dapat di timbulkan oleh merkuri ionida. Dari data hasil pengukuran
di atas, terlihat bawah.
DAFTAR PUSTAKA
Eddy S., Setiawan AA.
Emilia I. Suheryanto. 2012. Bioakumulasi
Merkuri pada Berbagai Ekokompartment Sungai Musi Palembang. Laporan Hasil
Penelitian Hiba Pekerti Universitas PGRI Palembang – Universitas Sriwijaya
Inderalaya.
Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan udara. Kanisium
Yogyakarta. 48-59 Hal.
Geyer HJ, Rimkus GG,
Scheunert I, Kaune A., Schramm, Kettrup A, Zeeman M, Derek CG, Muir, Hansen,
Mackay. 2000. Bioaccumulation and
Occurrence of Endocrine-Disrupting Chemicals (EDCs), Persistent Organic
Pollutants (POPs), and Other Organic Compounds in Fish and Other Organisms
Including Humans. Handbook of Environmental Chemistry Vol.2 Part J
Bioaccumulation.
Hutagalung
MP. 1985. Pengaruh Pencemaran Logam Berat
Terhadap Biota Laut. Kerja Sama Dengan UNESCO/UNDP. Jakarta.
Lasut MT.
2009. Proses Bioakumulasi dan Biotransfer
Merkuri (Hg) pada Organisme Perairan di dalam Wadah Terkontrol. Jurnal
Matematika Dan Sains, September 2009, Vol. 14 No. 3.
Nontji A.
1993. Laut Nusantara. Penerbit
Djambatan. Jakarta .
Soemirat.
2003. Toksikologi Lingkungan. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Supriyanto
C, Samin, Zainul K. 2007. Analisis
Cemaran Logam Berat Pb, Cu dan Cd pada Ikan Air Tawar dengan Metode
Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA), Seminar Nasional III SDM Teknologi
Nuklir, Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir Yogyakarta, (Online), (diakses 28 Mei
2015).
No comments:
Post a Comment