Iklan
Wednesday, October 14, 2020
Monday, May 25, 2020
CARA MEMPERBAIKI FILE YANG CORRUPT DI WINDOWS
Jika anda pernah mengalami masalah ketika ingin membuka suatu dokumen office yang di download ataupun hasil kiriman dari komputer lain dan memiliki masalah dengan keterangan " Word experienced on error trying to open the file" seperti dibawah ini., ayo ikuti tipsnya
ketika terdapat tampilan seperti gambar di atas, maka yang perlu dilakukan adalah dengan cara mengklik kanan file yang bermasalah kemudian pilih menu Properties.
Setelah bagian Properties terbuka, selanjutnya centang bagian unblock
Selanjutnya klik Apply, lalu klik Ok
Langkah selanjutnya membuka kembali file yang corrupt.
Selamat Masalah anda Teratasi........
ketika terdapat tampilan seperti gambar di atas, maka yang perlu dilakukan adalah dengan cara mengklik kanan file yang bermasalah kemudian pilih menu Properties.
Setelah bagian Properties terbuka, selanjutnya centang bagian unblock
Selanjutnya klik Apply, lalu klik Ok
Langkah selanjutnya membuka kembali file yang corrupt.
Selamat Masalah anda Teratasi........
SELAMAT MENCOBA
Thursday, February 6, 2020
REGULASI PERIKANAN
PENDAHULUAN
Ada dua
jenis kebijakan pemerintah yang dapat mencapai panen mapan yang optimal dan
jumlah usaha penangkapan ikan adalah pajak atas usaha panen dan kuota pada usaha dan panen Aktivitas penangkapan ikan secara berlebihan dapat menurunkan stok
ikan dan dapat mengurangi produksi secara perlahan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu
dibuat suatu kebijakan tentang pengelolaan sumberdaya perikanan agar stoknya
tidak habis akibat dari overfishing. Alasan ekonomi dalam mengatur peraturan tentang perikanan sangatlah jelas.
beberapa kebijakan yang telah diberlakukan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi
dalam hal ini lebih kepada faktor-faktor produksi perikanan.
Jenis kebijakan
pemerintah agar dapat mengoptimalkan upaya penangkapan yaitu dengan
memberlakukan sistem pajak dan pembatasan penangkapan pada saat musim panen. Pada saat penangkapan,
perusahaan akan dikenakan pajak sesuai dengan hasil tangkapan yang diperoleh,
sehingga mengurangi pendapatan perusahaan. Setelah
memberlakukan system moratorium panen selama tiga tahun dengan memberlakukan
pajak optimal pada saat panen akan memungkinkan pulih dari penangkapan berlebih
dan meminimalkan eksploitasi dengan membatasi usaha yang ada.
Studi Kasus Penerapan Peraturan Perikanan
di Indonesia
1. Pelarangan
Cantrang
Cantrang merupakan alat
penangkapan ikan yang bersifat aktif dengan pengoperasian menyentuh dasar
perairan. Cantrang dioperasikan dengan menebar tali selambar secara melingkar,
dilanjutkan dengan menurunkan jaring cantrang, kemudian kedua ujung tali
selambar dipertemukan. Kedua ujung tali tersebut kemudian ditarik ke arah kapal
sampai seluruh bagian kantong jaring terangkat. Penggunaan tali selambar yang
mencapai panjang lebih dari 1.000 m (masing-masing sisi kanan dan kiri 500 m)
menyebabkan sapuan lintasan tali selambar sangat luas. Ukuran cantrang dan
panjang tali selambar yang digunakan tergantung ukuran kapal. Pada kapal
berukuran diatas 30 Gross Ton (GT) yang dilengkapi dengan ruang penyimpanan
berpendingin (cold storage), cantrang dioperasikan dengan tali selambar
sepanjang 6.000 m. Dengan perhitungan sederhana, jika keliling lingkaran 6.000
m, diperoleh luas daerah sapuan tali selambar adalah 289 Ha. Penarikan jaring
menyebabkan terjadi pengadukan dasar perairan yang dapat menimbulkan kerusakan
dasar perairan sehingga menimbulkan dampak signifikan terhadap ekosistem dasar
bawah laut.
Setelah dilakukan pengukuran ulang,
kapal dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu kapal berukuran dibawah atau <
10 GT, berukuran antara 10 hingga 30 GT, dan diatas atau > 30 GT. Adapun
kebijakan yang ditetapkan untuk setiap kategori adalah sebagai berikut : 1.
Kapal dibawah 10 GT, pemerintah memberikan bantuan alat penangkap ikan baru
sebagai pengganti alat penangkapan ikan yang dilarang, di antaranya jaring
insang (gillnet), pancing ulur (handline), rawai dasar, rawai hanyut, pancing
tonda, pole and line, bubu lipat ikan, bubu lipat rajungan, dan trammel net. 2.
Kapal 10 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas permodalan untuk memperoleh
kredit usaha rakyat. 3. Kapal diatas 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas
perizinan dan relokasi DPI ke WPP 711 dan 718. 1 Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia 2/7 9-10-2017 Sementara itu, di beberapa daerah banyak alat tangkap
yang mengalami perkembangan, perubahan bentuk, model, serta cara pengoperasian.
Berbagai alat tangkap tersebut juga
dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda. Meskipun demikian, alat tangkap
tersebut tetap mengacu pada salah satu kelompok alat tangkap ikan yang dilarang
dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.
06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia. Jadi, meskipun namanya telah berubah menjadi
cantrang, pada dasarnya tetaplah pukat tarik yang telah dilarang. Adapun
pengaturan penempatan alat tangkap telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri
Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat
Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
**Biro Kerjasama dan Humas KKP dan Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo
Adapun
beberapa dampak yang ditimbulkan apabila cantrang dilanjutkan yaitu Hasil tangkapan tidak
selektif, menangkap semua ukuran ikan, udang, kepiting, serta biota lainnya, Biota
yang dibuang akan mengacaukan data perikanan karena tidak tercatat sebagai
hasil produksi perikanan, Mengeruk dasar perairan dalam dan pesisir tanpa
terkecuali terumbu karang dan merusak lokasi pemijahan biota laut, Sumber daya
ikan di perairan Laut Jawa mengalami degradasi dikarenakan padatnya aktivitas
penangkapan dari berbagai daerah.
2.
Ilegal Fishing
Illegal Fishing merupakan kegiatan
penangkapan yang dilakukan oleh nelayan tidak bertanggung jawab dan
bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing
termasuk kegiatan malpraktek dalam pemanfaatan sumber daya perikanan yang
merupakan kegiatan pelanggaran hukum. Tindakan Illegal Fishing umumnya bersifat
merugikan bagi sumber daya perairan yang ada. Tindakan ini semata-mata hanya
akan memberikan dampak yang kurang baik bagi ekosistem perairan, akan tetapi
memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan. Kegiatan yang umumnya dilakukan
nelayan dalam melakukan penangkapan, dan termasuk ke dalam tindakan Illegal
Fishing adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti
penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan racun, serta penggunaan alat
tangkap trawl pada daerah karang.
Tindakan Illegal Fishing terjadi hampir
di seluruh belahan dunia. Illegal Fishing merupakan kejahatan perikanan yang
sudah terorganisasi secara matang, mulai di tingkat nasional sampai
internasional. Dewasa ini, tindakan Illegal Fishing telah berubah cara
beroperasinya bila dibandingkan dengan cara 31 beroperasi pada pertengahan
tahun 1990-an. Tindakan Illegal Fishing telah menjadi a highly sophisticated
form of transnational organized crime, dengan ciri-ciri antara lain kontrol
pergerakan kapal yang modern dan peralatan yang modern, termasuk tangki untuk
mengisi bahan bakar di tengah laut.
Menurut Rokhmin Dahuri, sampai tahun
2002 nilai kerugian negara akibat tindakan Illegal Fishing mencapai angka
US$1.362 miliar per tahun.6 Secara umum tindakan Illegal Fishing yang terjadi
di perairan Indonesia, antara lain :7 1. Penangkapan ikan tanpa izin; 2.
Penangkapan ikan dengan menggunakan izin palsu; 3. Penangkapan ikan dengan
menggunakan alat tangkap terlarang; dan 4. Penangkapan ikan dengan jenis
(species) yang tidak sesuai dengan izin. Tingginya angka tindakan Illegal
Fishing di perairan Asia Tenggara dan Pasifik serta kondisi overfishing yang
mengancam keberlangsungan sumber daya.
Faktor Penyebab
Maraknya Illegal Fishing :
Saat ini Illegal Fishing di
Indonesia masih belum bisa 100% diberantas. Karena meskipun sudah ada Undang – Undang yang mengatur
tentang perikanan dan segala tindak pidananya bagi yang melanggar, para pelaku
illegal fishing masih terus melanjukan aksinya. Jika ditinjau kembali, ada
banyak faktor yang menyebabkan hal itu tejadi. Salah satu diantaranya adalah kurang jelas dan
tegasnya isi dari UU nomor 31 Tahun 2004 yang mengatur tentang Perikanan. Dapat
dilihat pada Pasal 8 dan 9 dimana pelanggaran alat tangkap dan fishing ground
hanya dimasukkan dalam kategori pelanggaran dengan denda hanya Rp 250 juta. Hal
semacam itu, seharusnya masuk kategori pidana dengan sanksi lebih berat.
Seharusnya alat tangkapnya juga disita dan pengawasan pada fishing ground yang
dilindungi tersebut lebih ditingkatkan.
Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan dan UndangUndang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2010 Tentang
Perikanan telah tercantum kegiatan yang berhubungan dengan Illegal Fishing
yaitu : 1) Pasal 7: kewajiban setiap orang untuk memenuhi kewajiban sebagaimana
12Ibid, h. 24. 38 ditetapkan oleh Menteri dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan.
Faktor -faktor yang
menyebabkan terjadinya Illegal fishing di perairan Indonesia tidak terlepas
dari lingkungan strategis global terutama kondisi perikanan di negara lain yang
memiliki perbatasan laut, dan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia itu
sendiri. Secara garis besar faktor penyebab tersebut dapat dikategorikan menjadi
7 (tujuh) faktor, sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Pertama, Kebutuhan ikan
dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia menurun, terjadi
overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini mendorong armada
perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan cara legal atau illegal.
Kedua, Disparitas
(perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara lain dibandingkan di
Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih adanya surplus pendapatan.
Ketiga, Fishing ground
di negara-negara lain sudah mulai habis, sementara di Indonesia masih
menjanjikan, padahal mereka harus mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi
mereka dan harus mempertahankan produksi pengolahan di negara tersebut tetap
bertahan.
Keempat, Laut Indonesia
sangat luas dan terbuka, di sisi lain kemampuan pengawasan khususnya armada
pengawasan nasional (kapal pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan
kebutuhan untuk mengawasai daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi
yurisdiksi Indonesia dan kenyataan masih sangat terbukanya ZEE Indonesia yang
berbatasan dengan laut lepas (High Seas) telah menjadi magnet penarik masuknya
kapal-kapal ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal fishing.
Kelima, Sistem
pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini bersifat terbuka
(open acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input
restriction). Hal ini kurang cocok jika dihadapkan pada kondisi faktual
geografi Indonesia, khususnya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas.
Keenam, Masih
terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta SDM pengawasan khususnya dari
sisi kuantitas. Sebagai gambaran, sampai dengan tahun 2008, baru terdapat 578
Penyidik Perikanan (PPNS Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah Kapal) Kapal
Pengawas Perikanan. Jumlah tersebut, tentunya sangat belum sebanding dengan
cakupan luas wilayah laut yang harus diawasi. Hal ini, lebih diperparah dengan
keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan.
Ketujuh, Persepsi dan
langkah kerjasama aparat penegak hukum masih dalam penanganan perkara tindak
pidana perikanan masih belum solid, terutama dalam hal pemahaman tindakan
hukum, dan komitmen operasi kapal pengawas di ZEE.
Dampak
Perikanan Ilegal :
Maraknya
kegiatan perikanan ilegal yang terjadi di perairan Indonesia tidak hanya
memiliki dampak terhadap stok ikan nasional, tetapi juga global. Hal ini akan
menyebabkan keterpurukan ekonomi nasional dan meningkatnya permasalahan sosial
di masyarakat perikanan Indonesia. Sedikitnya terdapat sepuluh masalah pokok dari
aktivitas perikanan ilegal yang telah memberi dampak serius bagi Indonesia :
Pertama, perikanan ilegal di
perairan Indonesia akan mengancam kelestarian stok ikan nasional bahkan dunia.
Praktek perikanan yang tidak dilaporkan atau laporannya salah (misreported),
atau laporannya di bawah standar (under reported), dan praktek perikanan yang
tidak diatur (unregulated) akan menimbulkan masalah akurasi data tentang stok
ikan yang tersedia. Jika data stok ikan tidak akurat, hampir dipastikan
pengelolaan perikanan tidak akan tepat dan akan mengancam kelestarian stok ikan
nasional dan global.
Kedua, perikanan ilegal di perairan
Indonesia akan mengurangi kontribusi perikanan tangkap di
wilayah ZEEI atau laut lepas kepada ekonomi nasional (PDB). Disamping juga
mendorong hilangnya sumberdaya perikanan yang seharusnya dinikmati oleh
Indonesia. Pemerintah mengklaim bahwa kerugian dari praktek perikanan ilegal
mencapai US$ 4 milyar per tahun. Jika diasumsikan harga ikan ilegal berkisar
antara US$ 1.000 – 2.000 per ton maka setiap tahunnya Indonesia kehilangan
sekitar 2 – 4 juta ton ikan.
Ketiga, perikanan ilegal mendorong
ke arah penurunan tenaga kerja pada sektor perikanan nasional, seperti usaha
pengumpulan dan pengolahan ikan. Apabila hal ini tidak secepatnya diselesaikan
maka akan mengurangi peluang generasi muda nelayan untuk mengambil bagian dalam
usaha penangkapan ikan.
Keempat, perikanan ilegal akan mengurangi peran tempat pendaratan ikan
nasional (pelabuhan perikanan nasional) dan penerimaan uang pandu pelabuhan.
Kelima, perikanan ilegal akan mengurangi pendapatan dari jasa dan pajak
dari operasi yang sah. Perikanan ilegal akan mengurangi sumberdaya perikanan,
yang pada gilirannya akan mengurangi pendapatan dari perusahaan yang memiliki
izin penangkapan yang sah.
Keenam, baik secara langsung maupun tidak langsung, multiplier effects dari
perikanan ilegal memiliki hubungan dengan penangkapan ikan nasional. Karena
aktivitas penangkapan ikan nasional akan otomotis berkurang sejalan dengan
hilangnya potensi sumberdaya ikan akibat aktivitas perikanan ilegal. Pada
umumnya ikan yang dicuri dari perairan Indonesia adalah ikan tuna dan ikan
pelagis besar lainnya.
Ketujuh, perikanan ilegal akan
berdampak pada kerusakan ekosistem, akibat hilangnya nilai dari kawasan pantai,
misalnya udang yang dekat ke wilayah penangkapan ikan pantai dan dari area
bakau dirusak oleh perikanan ilegal. Selanjutnya akan berdampak pada
pengurangan pendapatan untuk masyarakat yang melakukan penangkapan ikan di
wilayah pantai.
Kedelapan, perikanan ilegal akan
meningkatkan konflik dengan armada nelayan tradisional. Maraknya perikanan
ilegal mengganggu keamanan nelayan Indonesia khususnya nelayan tradisional
dalam menangkap ikan di perairan Indonesia. Nelayan asing selain melakukan
penangkapan secara ilegal, mereka juga sering menembaki nelayan tradisional
yang sedang melakukan penangkapan ikan di daerah penangkapan (fishing ground)
yang sama. Selain itu perikanan illegal juga akan mendorong ke arah pengurangan
pendapatan rumah tangga nelayan dan selanjutnya akan memperburuk situasi
kemiskinan.
Kesembilan, perikanan ilegal
berdampak negatif pada stok ikan dan ketersediaan ikan, yang merupakan sumber
protein penting bagi Indonesia. Pengurangan ketersediaan ikan pada pasar lokal
akan mengurangi ketersediaan protein dan keamanan makanan nasional. Hal ini
akan meningkatkan risiko kekurangan gizi dalam masyarakat, dan berdampak pada
rencana pemerintah untuk meningkatkan nilai konsumsi ikan.
Kesepuluh, perikanan ilegal akan
berdampak negative pada isu kesetaraan gender dalam penangkapan ikan dan
pengolahan serta pemasaran hasil penangkapan ikan.
Fakta di beberapa daerah menunjukkan
bahwa istri nelayan memiliki peranan penting dalam aktivitas penangkapan ikan
di pantai dan pengolahan hasil tangkapan, termasuk untuk urusan pemasaran hasil
perikanan.
Pertama, pemerintah telah menerapkan
teknologi VMS (Vessel Monitoring System), yaitu sistem pengawasan kapal yang
berbasis satelit. VMS digunakan untuk memonitor gerak kapal yang menyangkut
posisi kapal, kecepatan kapal, jalur lintasan (tracking) kapal serta waktu
terjadinya pelanggaran. Untuk
mengimplementasikan VMS telah dibangun Fishing Monitoring Center (FMC) di
kantor pusat Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta dan Regional
Monitoring Center (RMC) di daerah Ambon dan Batam.
Kedua, pengawasan perikanan
dilaksanakan oleh Pengawas Perikanan yang bertugas untuk mengawasi tertib
pelaksanaan peraturan perundang – undangan di bidang perikanan. Pengawas
Perikanan terdiri atas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan dan non
PPNS Perikanan. Adapun yang dimaksud dengan non PPNS Perikanan adalah Pegawai
Negeri Sipil lainnya di bidang perikanan yang bukan penyidik, tetapi diberi
kewenangan untuk melakukan pengawasan.
Ketiga, untuk pengawasan langsung di
lapangan terhadap kapal – kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan
dilakukan dengan menggunakan kapal – kapal patroli, baik yang dimiliki oleh
Departemen Kelautan dan Perikanan maupun bekerjasama dengan TNI Angkatan Laut,
Polisi Air, dan TNI Angkatan Udara.
Keempat, dengan membentuk Pokmawas (Kelompok Masyarakat Pengawas), yaitu
pelaksana pengawas di tingkat lapangan yang terdiri dari unsur tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, nelayan – nelayan ikan, serta
masyarakat kelautan dan perikanan lainnya. Kinerja Pokmawas hanya sekadar
melaporkan segala tindak pelanggaran yang dilakukan di perairan Indonesia.
DAFTAR
ISI
Keputusan Presiden No.39/1980
Keputusan Dirjen Perikanan No.
IK.340/DJ.10106/97
Keputusan Menteri KP No. 16/2010
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan
No.2/2011
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No.
08/2011
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No
18/2013
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No.
42/2014
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No.
71/2016
Code of Conduct for Responsible Fisheries
1995
International Plan of Action to Prevent, Deter
and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing 2001.
Regional Plan of Action to Promote Responsible
Fishing Practices Including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU)
Fishing in the Region 2007.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005
tentang Usaha Perikanan .
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008
Tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008
Tentang Usaha.
REVIEW ARTIKEL ILMU PERIKANAN
Pengaruh Pemberian Probiotik Yang Berbeda
Terhadap Laju Pertumbuhan Benih Ikan Tawes (Cirrhinus
tawesa)
Percobaan dilakukan selama 60 hari dengan maksud untuk mengamati
efek dari pakan probiotik yang berbeda dan pakan terhadap pertumbuhan ikan
tawes. Setelah percobaan pakan, parameter pertumbuhan seperti tingkat
kelangsungan hidup, konsumsi pakan, penyerapan makanan, konversi makanan, berat
badan basah, laju pertumbuhan spesifik, rasio konversi pakan, Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jenis pakan (pakan kontrol, pakan-A, pakan-B) memiliki
pengaruh yang signifikan pada pemanfaatan pakan. Ikan yang diberi pakan dengan probiotik
memiliki konsumsi pakan lebih tinggi (7.02g) sebesar 8% konsumsi pakan dari perlakakuan
pakan lainnya. Konsumsi yang lebih rendah (2.36g) telah melihat dalam pakan-A
pada 4% makan rezim. Mengenai penyerapan, maksimum 6.50g diamati pada pakan-Jenis
sebesar 8% dan minimal 2.10g terpantau ransum (gambar-2) makan-B jenis pada 8%
berat badan makan. Konversi makanan yang lebih tinggi (3.02g) di pakan-A pada 8
rezim% makan (gambar-3). Peningkatan tertinggi panjang (1.4cm) ditemukan ketika
ikan diberi makan dengan pakan-A di makan 8% dan minimum (0.6cm) dengan pakan
kontrol pada 4% dan pakan-B pada 4% rezim makan. Hasil penelitian ini
memberikan fakta bahwa probiotik memiliki efek pertumbuhan langsung pada benih
ikan tawes. Tingkat kelangsungan hidup ikan tawes di smua media pemeliharaan
ditemukan menjadi 100% setelah 60 hari perlakuan pada hasil yang diperoleh
dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa diet probiotik yang mengandung
spirulina (pakan-A) mengakibatkan peningkatan simultan dalam berat badan (2,92)
dan panjang (1.4cm) sebesar 8% berat badan makan rezim. Semua probiotik
ditambah diet (pakan-A dan pakan-B) mengakibatkan pertumbuhan lebih tinggi dari
diet kontrol, menunjukkan bahwa penambahan probiotik dikurangi efek stres
faktor. Hal ini menyebabkan pertumbuhan yang lebih baik dari ikan tawes.
Dalam penelitian ini tidak ada kematian yang diamati pada ikan diberi makan
dengan diet yang mengandung bakteri probiotik dan spirulina dengan rezim pakanind
berbeda yang membuktikan bahwa probiotik yang digunakan dalam penelitian ini
dianggap penting, khususnya dalam pakan ikan, hasil membuktikan bahwa tingkat
protein yang optimal adalah 40% untuk benih ikan tawes (~ 3g / ikan). Namun
lama penelitian ini cukup singkat dan baiknya diperpanjang selama dua bulan
sehingga mendapatkan hasil uji yang maksimal, dan dapat disimpulkan bahwa
penambahan probiotik dalam pakan ikan mas menunjukkan laju peningkatan pertumbuhan
dan pemanfaatan pakan dan dapat direkomendasikan sebagai stimulatif kinerja
produktif, yang terbukti menjadi keuntungan luar biasa bagi industri ikan,
pengusaha ikan dan petani ikan pada umumnya.
Laju
Pertumbuhan Dan Pemanfaatan Pakan Dari Ikan Mas (Cyprinidae) Dengan Formulasi Pakan Yang Ditambahkan Dengan
Probiotik
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan dosis optimum dari
probiotik dalam diet ikan masg. Metode Lactobacillus casei dari Yakult®
digunakan sebagai starter, dan ditingkatkan dengan Curcuma xanthorrhiza,
Kaempferia galanga dan molase. Temulawak dan kencur mengandung
senyawa bioaktif seperti cumins yang ditonton dan minyak atsiri, masing-masing,
dengan manfaat kesehatan terkait. Senyawa ini dapat berfungsi sebagai
antibiotik, menetralisir racun dan meningkatkan sekresi. Hal ini meningkatkan
sistem pencernaan dan meningkatkan nafsu makan pada ikan sehingga mempercepat
pertumbuhan. Temuan serupa oleh Hassan et al.30 melaporkan bahwa kombinasi
kencur, lengkuas dan ragi probiotik memiliki efek yang signifikan pada kinerja
pertumbuhan dan kualitas produk dari benih ikan rohu (Labeo rohita). Selain
itu, kurkumin juga membantu meningkatkan system kekebalan tubuh. Campuran difermentasi selama 7 hari sebelum digunakan sebagai
probiotik dalam diet diformulasikan mengandung protein kasar 30%. Empat tingkat
dosis probiotik; 0 ml kg -1 (kontrol), 5 ml kg
-1, 10 ml kg -1 dan 15 ml kg -1 diuji dalam
penelitian ini. Ikan diberi makan dua kali sehari pada pukul 08.00 AM dan 18:00
di jatah 5% berat badan selama 80 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis probiotik dari 10 ml
kg-1 memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan dosis lainnya. 10 ml kg-1
dapat memberikan kondisi optimum bagi bakteri pencernaan seperti Lactobacillus
sp. untuk tumbuh dengan baik dan memfasilitasi pakan cerna. Hal ini didasarkan
pada kandungan protein yang rendah pada tinja, indikasi bahwa protein dicerna
lebih baik pada dosis ini. Arief et al.25 menyatakan bahwa Lactobacil- lus sp.
memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan dan meningkatkan kondisi mikroba dalam
saluran pencernaan dengan mengubah karbohidrat menjadi asam laktat, yang
mengurangi pH dan meningkatkan fungsi cerna ikan nila, Oreochromis niloticus. Hal ini kemudian akan merangsang produksi enzim endogen untuk
meningkatkan penyerapan nutrisi, dan menghambat pertumbuhan dan aktivitas
isme-organ patogen dalam saluran pencernaan. Irianto26 juga menyatakan bahwa
penambahan probiotik untuk diet meningkatkan jumlah dan aktivitas bakteri dalam
saluran pencernaan ikan nila, dan merangsang bakteri untuk mengeluarkan enzim
pencernaan seperti protease dan amilase yang memainkan peran penting dalam
protein dan karbohidrat pencernaan, secara berurut. Marzouk et al.27 menyatakan
bahwa kegiatan bakteri pencernaan alami ikan nila akan berubah secara
signifikan ketika ditambah dengan mikroba pencernaan eksternal. Aktivitas
bakteri probiotik sangat mempengaruhi keseimbangan mikroflora dalam saluran
pencernaan yang akan menekan bakteri patogen lain mengakibatkan peningkatan
effisiensi pencernaan. Namun, probiotik yang berlebihan bisa menghambat
pertumbuhan seperti yang tercatat dalam penelitian ini. Seperti yang diamati
kinerja pertumbuhan meningkat dari kontrol (tanpa probiotik) hingga 10 ml kg-1
kemudian menurun ketika dosis probiotik itu menaikkan ke 15 ml kg-1. Menurut
Atlas dan Bartha, dosis yang lebih tinggi dari probiotik mendukung produksi
metabolit sekunder karena produksi bakteri meningkat, menyebabkan persaingan untuk
pemanfaatan nutrisi dan substrat dan penghambatan pencernaan dan penyerapan
nutrisi. Pelczar dan Chan menyatakan bahwa metabolit sekunder yang berlebihan
akan membunuh beberapa kelompok bakteri, mengurangi proses cerna. Oleh karena itu sejumlah bakteri pencernaan harus pada tingkat
optimal tapi ini berbeda antara spesies. Kesimpulan dari penelitian ini
mengungkapkan bahwa penambahan probiotik untuk diet ikan mas (T. tambra) bisa
meningkatkan kinerja pertumbuhan, efisiensi pakan, konversi pakan, retensi
protein dan kecernaan protein dari larva. Dari penelitian ini menemukan bahwa
10 ml probiotik kg-1 pakan merupakan dosis optimum untuk jenis ini.
Diet Prebiotik Dan Probiotik
Mempengaruhi Kinerja Pertumbuhan, Pemanfaatan Pakan, Dan Indeks Tubuh Pada
Benih Ikan Gabus (Channa striata)
Penelitian ini menunjukkan peningkatan kinerja pada ikan
LBA-diobati dibandingkan dengan probiotik (hidup ragi) lainnya, mungkin karena
modus yang berbeda aksi mereka di saluran pencernaan. Makan diet dilengkapi
dengan L. acidophilus meningkatkan populasi Lactobacillus sp. dan dengan
demikian tidak hanya menggantikan bakteri patogen tetapi juga menghasilkan
nutrisi dan merangsang pelepasan enzim lebih pencernaan yang mengakibatkan
proses pencernaan lebih cepat ditingkatkan (Cüneyt et al. 2008). Konsumsi ragi
hidup, di sisi lain, melibatkan pematangan usus melalui pembentukan koloni
ragi. Kemampuan ragi untuk menjajah diduga terkait dengan hidrofobisitas
permukaan sel, yang membantu strain ragi hidup tumbuh di lendir usus (Wache et
al. 2006). Mode ini tindakan muncul untuk mempengaruhi kinerja pertumbuhan
benih C. striata dilengkapi dengan prebiotik diet dan probiotik dalam
penelitian ini. Modus aksi di saluran pencernaan dari prebiotik diet diuji dalam
penelitian ini adalah tidak langsung. Ini adalah kemungkinan bahwa probiotik,
yang mengandung bakteri hidup atau jamur (Fuller 1989), memiliki peran
probioactive (yaitu, bioaktivitas yang berasal dari kombinasi matriks makanan
dan bakteri) di dinding pencernaan yang mengakibatkan tingkat ditingkatkan
fermentasi di usus (Gill, 1998). Kinerja pertumbuhan dalam menanggapi konsumsi prebiotik diet
menunjukkan perbedaan yang mungkin berhubungan dengan perbedaan struktural.
Meskipun perbedaan struktur berpotensi mempengaruhi kemanjuran dari tiga
prebiotik, hasil penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
antara mereka. Alasan mungkin untuk hasil ini adalah bahwa β-glucan, yang
merupakan prebiotik aktif terbukti memodifikasi respons biologis, adalah
karbohidrat larut (Bhon & BeMiller 1995) diperoleh dari dinding sel ragi
hidup (S. cerevisiae), sedangkan galacto- oligosakarida (GOS) dan
mannan-oligosakarida (MOS) mengandung karbohidrat oligosakarida dengan berat
molekul rendah dan derajat polimerisasi (Roberfold & Slavin 2000; Sanders
et al 2005). Data survival dari penelitian ini menunjukkan hasil yang sama
dengan yang pada kinerja pertumbuhan. Hasil ini konsisten dengan penelitian
sebelumnya oleh Talpur et al. (2014), yang menggunakan dosis tunggal selektif
prebiotik diet dan probiotik sebagai suplemen pakan dalam studi pada C. benih
striata. Hasil yang serupa diamati di lele dumbo (Clarias garepinus) (Al-Dohail
et al. 2009), Cyprinus carpio (Dhanaraj et al. 2010), bass bergaris hibrida (Li
& Gatlin 2005), rainbow trout (Staykov et al. 2007 ). Penelitian ini juga
mengungkapkan bahwa masuknya prebiotik dan probiotik menyebabkan pemeliharaan
faktor kondisi selama pertumbuhan, yang mencerminkan status gizi ikan (Schreck
& Moyle 1990). Analisis komposisi proksimat menunjukkan bahwa otot ikan
dalam penelitian ini memiliki kandungan protein yang tinggi, tapi lemak dan abu
konten yang rendah. C. striata merupakan ikan air tawar yang biasanya
mengandung protein tinggi (Annasari et al. 2012) dan rendah lemak. Dalam studi
ini, masuknya prebiotik diet dan probiotik menyebabkan protein kasar meningkat
dan kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, yang mungkin
bermanfaat untuk makanan ikan (Wee 1982).
Penambahan pos-makan trial (Tahap 2), di mana ikan diperlakukan
diberi makan dengan diberi suplemen (kontrol) diet untuk jangka waktu setelah
percobaan, menyediakan sebuah studi lengkap tentang efek prebiotik diet dan
probiotik pada ikan kinerja pertumbuhan. The SGR menunjukkan perbedaan yang jelas
antara Tahap 1 dan Tahap 2 dalam penelitian ini. Pada fase pasca makan, tampak
bahwa peran bioaktif terus selama 7 minggu untuk pengobatan LBA, 6 minggu untuk
hidup ragi pengobatan dan 4 minggu untuk 3 prebiotik diuji dalam penelitian
ini. Alasan mungkin untuk ini adalah efek dari residu disimpan dalam saluran
pencernaan. Pada Tahap 1, saat ikan diberi makan diet ditambah, mereka mungkin
tidak menggunakan semua nutrisi yang berasal dari diet ini untuk tujuan
pertumbuhan; 16 minggu makan ditambah terus menerus selama Tahap 1 mungkin
telah mengakibatkan pengendapan diet dilengkapi sebagai residu yang mungkin
tersedia selama Tahap 2, ketika ikan diperlakukan diberi makan hanya diet
kontrol. Hipotesis ini konsisten dengan SGR tinggi dari diet dilengkapi dibandingkan
dengan diet kontrol yang disediakan setelah Tahap 1. Secara keseluruhan, hasil
yang diperoleh dari tahap pertama penelitian ini menunjukkan efek positif dari
prebiotik diet dan probiotik sebagai suplemen pakan untuk benih C.striata.
Aplikasi
Probiotik Pada Pendederan Dan Pembesaran Lele (Clarias Sp.) Di Kecamatan Tumpang
Perlakuan
pemberian probiotik dan Pengaruhnya terhadap kelulushidupan Setelah 40 hari
pemeliharaan pada kegiatan pendederan, diperoleh total benih yang hidup sebanyak 7.600
ekor/kolam atau tingkat kelulushidupannya adalah 95%. Pemanfaatan probiotik pada
kegiatan pendederan memberikan peningkatan kelulushidupan sebesar 25% dibandingkan
pendederan tanpa aplikasi probiotik (70%). Selain itu, pemanfaatan
probiotik di kolam
pembesaran dapat meningkatkan
kelulushidupan dari 85% tanpa probiotik menjadi 95,8% dengan aplikasi
probiotik.
Pengaruh
probiotik terhadap rasio konversi pakan pada pembesaran lele, rata-rata berat
ikan yang dipanen per ekornya yaitu 100 gr sehingga produksi yang dihasilkan
selama satu siklus yaitu 230 kg per kolam. Pada sistem probiotik ini dibutuhkan
total pakan 175 kg per kolam, sehingga rasio konversi pakan (FCR) yaitu 0,76.
Nilai FCR ini lebih rendah 30,9% dibandingkan dengan perlakuan tanpa probiotik
yaitu 1,1. Hasil ini mengindikasikan bahwa aplikasi probiotik mampu memperbaiki
rasio konversi pakan ikan lele. Hasil studi ini sesuai dengan penelitian Essa
et al. (2010) yang melaporkan bahwa pemanfaatan probiotik pada ikan nila mampu
menurunkan FCR sebesar 40,2 % dari 3,08 (perlakuan tanpa probiotik) menjadi
1,84 (perlakuan probiotik).Hasil ini sesuai dengan penelitian Omenwa et al.
(2015) yang menyatakan bahwa pemanfaatan probiotik Lactobacillus pada benih
lele dumbo mampu meningkatkan kelulushidupan sebesar 96,22%. Chabrillon et al.
(2005) dan Mahdhi et al. (2012) mengungkapkan bahwa probiotik dapat menghambat
pertumbuhan organisme patogen dan mencegah infeksi pada inang. Verschuere et
al. (2000) juga menjelaskan bahwa probiotik mampu memperbaiki kesehatan ikan
melalui modifikasi komposisi komunitas mikrobial di perairan.
Probiotik
mampu memperbaiki kemampuan organisme dalam mencerna pakan (Deschrijver dan
Ollevier, 2000) yang dibantu oleh kerja enzim alginate liase, amilase dan
protease (Fuller dan Turvy, 1971 Hoshino et al. 1997’; Suzer et al. 2008 Yu et
al. 2009; Zokaeifar et al. 2012). Selain itu, pemanfaatan probiotik juga dapat
menghasilkan nutrient-nutrien esensial seperti asam lemak (Vine et al. 2006),
vitamin B12 (Sugita et al. 1991) dan biotin (Sugita et al. 1992) yang
memberikan pengaruh positif pada kesehatan inang. Aplikasi probiotik pada
pembesaran ikan lele mampu meningkatkan kelulushidupan dan menurunkan rasio
konversi pakan.
Pemeliharaan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Pada Teknologi
Bioflocs Dengan Menggunakan Probiotik Dengan Dosis Yang Berbeda
Pada penelitian ini perlakuan yang terbaik terdapat pada perlakuan
P3 15 ml/m Pada akhir penelitian bobot rata-rata ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang tertinggi terdapat pada
pada perlakuan P3 yaitu sebesar 10.47 g, kemudian diikuti P2 sebesar 8.3 g,
kemudian P1 sebesar 7.41 g dan P0 sebesar 5.36 g. Perlakuan P3 lebih tinggi
disebabka ikan mampu memanfaatkan pakan secara efektif untuk pertumbuhan. ikan
dapat memiih makan sesuai keingiannya. Hal ini sesuai dengan Suseno (1984)
dalam Retnita (2009) yang menyatakan bahwa ikan memilih makanan yang mudah
dicerna dari pada sukar dicerna.
P3 Hasil uji analisis (ANOVA) variansi lebih tinngi hal ini
menunjukan bahwa (P< 0,05) hal ini menunjukan bahwa dengan bertambah bobot
ikan maka pemberian dosis probiotik berpengaruh bertambah juga panjang ikan
sesuai dengan nyata pada pertumbuhan bobot mutlak benih pernyataan Effendie
(1979), pertumbuhan ikan patin (Pangasius hypopthalmus) merupakan perubahan bentuk ikan, baik Pertumbuhan yang
terbaik pada panjang mau pun berat sesuai dengan perlakuan P3 dengan dosis 15
l/m37.08 g pertambahan waktu. disusul dengan P2 dengan dosis 10 ml/m3 Menurut
Brett dalam Subhan (2014) jumlah pakan yang mampu dikonsumsi ikan setiap
harinya merupakan salah satu factor yang mempengaruhi potensi ikan untuk tumbuh
secara maksimal dan laju konsumsi makanan harian berhubungan erat dengan kapasitas
dan pengosongan perut. Pertumbuhan yang terbaik pada perlakuan P3 15 ml/m3
menghasilkan 3.69%, disusul dengan P3 10 ml/m3 menghasilkan 3.17% kemudian P1 5
ml/m3 dengan menghasilkan 2.59% dan P0 menghasilkan 158%. Dari hasil uji
analisis variansi(ANOVA) P < 0.05 menunjukan bahwa tidak adanya perbedaan
nyata antara perlakuan pada efisiensi pakan ikan patin yang diberikan dengan
dosis probiotik yang berbeda pada sistem bioflok.
Nilai efisiensi pakan ikan patin mencapai 73,1% (Meilisca, 2003
dalam Sugianto, 2007). Djarijah, (1995) dalam Hariyadi et al. (2005),
menyatakan factor yang menentukan tinggi rendahnya efisiensi pakan adalah jenis
sumber nutrisi dan jumlah dari tiap-tiap komponen sumber nutrisi dalam pakan
tersebut. kelulushidupan ikan patin yang diberikan dengan dosis probiotik.
Menurut Yadi (2010) nilai kelangsungan hidup atau derajat kelulushidupan ikan
merupakan salah satu perameter yang menunjukan keberhasilan dalam budidaya
pembesaran ikan. Adapun yang dapat disimpulkan dari penelitian ini yaitu Pemeliharan ikan patin dengan sistem bioflok
pada pemberian dosis probiotik yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap
ikan patin. Dengan perlakuan yang terbaik dengan pemberian dosis 15 ml/m3 dapat
menghasilkan laju pertumbuhan bobot mutlak tertinggi 7.08 gram, panjang mutlak 3.82
cm, laju pertumbuhan harian 3,69%, efisiensi pakan sebesar 70.06%, FCR terendah
1.51%, derajat kelulushidupan 58% dan volume flok sebesar 2.1 ml.
FILSAFAT ILMU DALAM BIDANG PERIKANAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pengetahuan tentang filsafat
ilmu semakin dirasakan manfaatnya mengingat seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan semakin menyimpang jauh dari filsafat. Pada awalnya, filsafat
mengkaji ilmu dengan tujuan untuk mensejahterakan umat manusia. Aspek
penyadaran akan penyimpangan ilmu sangat dibutuhkan bagi mahasiswa, sehingga
mereka tidak mengulangi hal yang sama dimasa mendatang. Manfaatnya akan semakin
terasa pada saat akan melakukan penelitian. Pengetahuan yang memadai sangat
diperlukan, supaya peneltian yang akan dilakukan dapat direncanakan dengan
baik, sistematis, efisien dan menghasilkan sesuatu sesuai dengan rencana.
Banyak kasus dimana peneliti tidak memahami dengan baik rencana
penelitian yang telah dibuat, sehingga pada waktu
melakukan penelitian di lapangan, melakukan penelitian yang sesungguhnya tidak
sesuai dengan rancangan penelitian yang direncanakan.
Filsafat seringkali disebut
sebagai ibu dari semua ilmu (mater
scientiarum). Statemen ini dapat dibuktikan, setidaknya dengan skema
sejarah munculnya ilmu-ilmu menyatakan bahwa kajian para filosof di era awal
yang sangat luas berimplikasi pada munculnya ilmu-ilmu pada era selanjutnya.
Psikologi, salah satu ilmu yang di era modern dikelompokkan pada kajian
humaniora, adalah salah satu disiplin ilmu yang juga memiliki keberlanjutan
sejarah dan pemikiran dengan ‘sang induk segala ilmu’. (Suriarumantri, 2003)
Secara umum filsafat ilmu
memberikan landasan umum filosofis dari setiap ilmu dapat dipersingkat melalui
tiga pertanyaan penting; Ontologi,
apa yang ingin kita ketahui? Epistimologinya,
Bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan? Dan Aksiologinya, apakah nilai pengetahuan tersebut bagi kita?
Ontologis; cabang ini
menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari
objek tersebut ? bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap
manusia (sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuakan pengetahuan?.
Epistemologi berusaha menjawab
bagaimna proses yang memungkinkan di timbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
Bagaimana prosedurnya? Ha-hal apa yang harus di perhatikan agar kita
mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri?
Apakah kriterianya? Cara/tehnik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu?.
Aksiologi menjawab, untuk
apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara
cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek
yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik
prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma norma moral?
Dengan pengertian di atas,
maka keterhubungan psikologi dengan filsafat dapat dipelajari lebih jauh.
Psikologi sebagai bidang ilmu yang secara khusus bersinggungan langsung dengan
obyek studi yakni manusia, mendapatkan refleksi sekunder dari analisa
kefilsafatan. Tujuan dari analisa sekunder ini untuk memahami apa yang menjadi
orientasi global serta kerja khusus dari ilmu psikologi itu sendiri. Filsafat
ilmu juga membahas mengenai metodologi; pertayaan seperti apa yang disebut
dengan ilmiah, dari mana sumber ilmu diperoleh, apa saja nilai yang dibawa oleh
suatu ilmu?
Inilah yang ingin kita ketahui dalam filsafat ilmu,
bagaimanakah studi psikologi, misalnya, disebut sebagai studi ilmiah? Sudahkah
penelitian psikologi memberikan kebaikan bagi manusia?
B. ONTOLOGI
DALAM KAITANNYA DENGAN POPULASI IKAN
YANG SEMAKIN MEROSOT
1. KEADAAN
WILAYAH INDONESIA
Negara Indonesia terdiri atas
17.502 buah pulau, dan garis pantai sepanjang 81.000 km dengan Luas wilayah
perikanan di laut sekitar 5,8 juta Km2, yang terdiri dari perairan kepulauan
dan teritorial seluas 3,1 juta Km2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta Km2. Fakta tersebut menunjukkan bahwa prospek
pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia dinilai sangat cerah dan menjadi
salah satu kegiatan ekonomi yang strategis. Sumberdaya ikan yang hidup di
wilayah perairan Indonesia dinilai memiliki tingkat keragaman hayati (bio-diversity)
paling tinggi. Sumberdaya tersebut paling tidak mencakup 37% dari spesies ikan
di dunia (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1994). Di wilayah perairan
laut Indonesia terdapat beberapa jenis ikan bernilai ekonomis tinggi antara
lain : tuna, cakalang, udang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi, ikan-ikan
karang (kerapu, baronang, udang barong/lobster), ikan hias dan kekerangan
termasuk rumput laut (Barani, 2004).
Indonesia memiliki potensi
sumber daya perikanan yang sangat besar baik dari segi kuantitas maupun
keanekaragamannya. Potensi lestari (maximum sustainable yield/MSY)
sumber daya perikanan tangkap diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun.
Sedangkan potensi yang dapat dimanfaatkan (allowable catch) sebesar 80%
dari MSY yaitu 5,12 juta ton per tahun. Namun demikian, telah terjadi
ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan antar kawasan dan
antar jenis sumber daya.Di sebagian wilayah telah terjadi gejala tangkap lebih
(over fishing) seperti di Laut Jawa dan Selat Malaka, sedangkan di
sebagian besar wilayah timur tingkat pemanfaatannya masih di bawah potensi
lestari.
2. APA ITU
POPULASI IKAN
Pengetahuan tentang populasi sebagai bagian dari pengetahuan ekologi telah
berkembang menjadi semakin luas. Dinamika populasi tampaknya telah berkembang
menjadi pengetahuan yang dapat berdiri sendiri. Dalam perkembangannya
pengetahuan itu banyak mengembangkan kaidah-kaidah matematika terutama dalam
pembahasan kepadatan dan pertumbuhan populasi.
Pengembangan kaidah-kaidah matematika itu sangat
berguna untuk menentukan dan memprediksikan pertumbuhan populasi organisme di
masa yang akan datang. Penggunaan kaidah matematika itu tidak hanya
memperhatikan pertumbuhan populasi dari satu sisi yaitu jenis organisme yang di
pelajari, tetapi juga memperhatikan adanya pengaruh dari faktor-faktor
lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Pengetahuan tentang dinamika populasi
menyadarkan orang untuk mengendalikan populasi dari pertumbuhan meledak ataupun
punah.
Populasi adalah kelompok ikan sejenis yang hidup di
daerah tertentu pada waktu tertentu. Populasi selalu tersusun atas beberapa
individu sejenis seperti populasi ikan bendeng,populasi ikan lele, mas, nila
dst. Populasi ikan di suatu perairan adalah dinamis, mengalami
perubahan-perubahan, baik penambahan maupun pengurangan. Penambahan terhadap
populasi dapat disebabkan oleh karena masuknya individu lain yang berasal dari
daerah lain (imigrasi)dan karena adanya kelahiran (natalitas). Pengurangan
terhadap suatu populasi dapat disebabkan karena kematian (mortalitas)atau
karena keluarnya individu dari populasi tersebut ke luar wilayah perikanan.
Pada awal perkembangan perikanan dunia, beberapa ahli
beranggapan bahwa stok ikan laut sangat besar dan memiliki daya pulih (recovery) yang cepat sehingga bisa
dieksploitasi secara besar-besaran dalam jangka waktu relatif yang lama. Namun
kenyataannya, hanya dalam jangka waktu 20 tahun, stok ikan laut dunia sudah
berkurang sekitar 80% dan saat ini kondisinya sudah mengkhawatirkan. Isu
strategis dan permasalahan umum yang menjadi kendala utama dalam mewujudkan
kegiatan perikanan berkelanjutan di Indonesia adalah: 1) pengelolaan perikanan
(fisheries management); 2) penegakan hukum (law enforcement); dan 3) pelaku usaha
perikanan.
Sebagai contoh dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan. Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki
potensi sumber daya hayati yang sangat besar. Hal tersebut terkait dengan
keanekaragaman hayati lautnya yang tertinggi di dunia. Akan tetapi,
potensi tersebut kini mengalami cekaman yang serius. Beberapa hal
ditenggarai telah menjadi penyebab utama menurunnya stok ikan di daerah-daerah
perikanan artisanal. Seperti upaya tangkap berlebih (overfishing) hingga di bawah
ambang batas tangkapan lestarinya, dan aktifitas perikanan yang merusak (Destructive Fishing), serta
pencemaran perairan laut. Ditambah lagi dengan pengelolaan wilayah penangkapan
yang tidak efektif, dan tingginya permintaan akan ikan hidup untuk konsumsi
beberapa negara di Asia Tenggara. Padahal, dengan total 456 spesies
karang dan 2027 spesies ikan karang, terumbu karang Indonesia memproduksi
156.000 ton ikan dari 145.000 ton potensi lestarinya (sustainable yield), artinya
122 % dari potensi lestari ikan karang di Indonesia telah di eksploitasi.
B. EPISTIMOLOGI
DALAM KAITANNYA DENGAN PENYEBAB POPULASI IKAN YANG SEMAKIN MEROSOT
Sumberdaya ikan bersifat renewable
dynamical aquatic resources. Daya pulih ditentukan oleh produktivitas
lingkungan perairan untuk mendukung proses rekrutmen dan pertumbuhan untuk
mencapai keseimbangan dinamis akibat kematian alami atau penangkapan.
Dinamika stok ikan sangat dipengaruhi oleh aktivitas penangkapan atau kematian
alami atau kegiatan lain yang dapat menghambat pertumbuhan dan rekrutmen
(kerusakan habitat dan ketidakseimbangan ekosistem).Pada kenyataannya, kegiatan
manusia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan beranggapan bahwa sumberdaya ikan
bersifat; renewable
resources, common property, open access, dan senantiasa
berpindah-pindah. Sebagai contoh pada pengelolaan open access, yaitu
regulasi yang membiarkan nelayan menangkap ikan dan mengeksploitasi sumber daya
hayati lainnya kapan saja, dimana saja, berapapun jumlahnya, dan dengan alat
apa saja. Regulasi ini mirip ”hukum rimba” dan ”pasar bebas”, siapa yang kuat
akan bertahan. Dampak negatif yang dtimbulkan dari regulasi open access yaitu,tragedy of common baik
berupa kerusakan sumber daya kelautan dan perikanan maupun konflik antar
nelayan.
Beberapa hal tersebut menjadikan sumberdaya ikan mempunyai kompleksitas
yang tinggi dan luas. Tingginya kompleksitas dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan juga disebabkan oleh tingginya tingkat ketidakpastian (uncertainty) dan risiko
pengelolaan yang ditimbulkan. Oleh karena itu dalam pengelolaan
sumberdaya ikan sebaiknya ditetapkan tujuan secara terarah dan terfokus, untuk
memperoleh output dan
mengatasi out come sesuai
dengan prioritas secara tegas. Pengelolaan tersebut dapat berupa
pendekatan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development).
Penyebab menurunnya stok ikan
Adapun penyebab menurunnya populasi atau stok ikan yaitu
:
1. Penangkapan ikan berlebih (overfishing)
adalah salah satu bentuk eksploitasi berlebihan
terhadap populasi ikan hingga mencapai tingkat yang membahayakan. Hilangnya
sumber daya alam, laju pertumbuhan populasi yang lambat, dan tingkat biomassa
yang rendah merupakan hasil dari penangkapan ikan berlebih, dan hal tersebut
telah dicontohkan dari perburuan sirip hiu yang belebihan dan mengganggu ekosistem
laut secara keseluruhan.Kemampuan usaha
perikanan menuju kepulihan dari jatuhnya hasil tangkapan akibat hal ini
tergantung pada kelentingan ekosistem ikan terhadap turunnya populasi.
Perubahan komposisi spesies di dalam suatu ekosistem dapat terjadi pasca
penangkapan ikan berlebih di mana energi pada ekosistem mengalir ke spesies
yang tidak ditangkap.Dampak penangkapan ikan berlebih secara tidak langsung
adalah mengurangi pendapatan nelayan sehingga sebagian beralih profesi. Di Laut
China Timur, nelayan beralih profesi dari perikanan tangkap ke budi daya
perairan, pemrosesan ikan, dan wisata bahari setelah hasil tangkapan lokal menurun.
Kerusakan yang ditimbulkan dengan adanya penangkapan
berlebihan yaitu :
a. Kerusakan
berdasarkan populasi ikan
Umumnya ikan ditangkap ketika sudah mencapai ukuran
tubuh tertentu, dan ikan berukuran kecil tidak tertangkap oleh jaring atau dilepaskan
oleh nelayan. Ikan yang ditangkap berlebih berdasarkan ukuran tubuh akan
menyebabkan ikan yang tersisa di populasi merupakan ikan berusia muda yang
masih jauh dari tahap kematangan seksual sehingga sulit bagi populasi untuk
mengembalikan populasi. Hal ini akan menjadikan tangkapan berikutnya menjadi
lebih sedikit, sehingga peraturan dilonggarkan untuk menjaga pendapatan
nelayan.
b. Kerusakan
berdasarkan ekosistem
Penurunan populasi terjadi ketika penangkapan ikan
berlebih mempengaruhi keseimbangan ekosistem, misal dengan menghabisi satu
tingkatan trofik tertentu sehingga tingkatan trofik di atasnya tidak
mendapatkan mangsa. Contoh lainnya adalah penangkapan ikan tuna berlebih yang
menyebabkan populasi ikan kecil seperti ikan teri mengalami peningkatan.
Contoh kasus
v
Di Peru, penurunan
hasil tangkapan jatuh pada tahun 1970an akibat penangkapan ikan berlebih dari
gangguan cuaca oleh El Niño. Ikan teri dulunya merupakan sumber daya alam yang
utama bagi Peru dengan hasil tangkapan lebih dati 10 juta metrik ton per tahun,
namun setelah tahun 1971 jumlahnya terus menurun hingga hanya 4 juta metrik ton
per tahun.
v
Di pulau
Newfoundland, Kanada, populasi ikan kod mengalami penurunan drastis. Di tahun
1992, Kanada mengeluarkan moratorium yang melarang penangkapan ikan di wilayah
tersebut hingga waktu yang tidak ditentukan.
v
Berbagai ikan
demersal laut dalam seperti Hoplostethus
atlanticus, Dissostichus eleginoides, dan Anoplopoma fimbria berada dalam kondisi terancam karena penangkapan
ikan berlebih. Ikan laut dalam merupakan jenis ikan yang sangat lambat
pertumbuhan dan laju reproduksinya. Ikan jenis ini baru mencapai tahap
kematangan seksual pada usia 30 atau 40 tahun. Ikan laut dalam juga berada di
perairan internasional yang tidak dilindungi oleh peraturan negara manapun.
Ikan laut dalam semakin diincar sejak ditemukannya teknologi pendingin yang
dapat dibawa hingga ke laut bebas.
2. Iklim
Selain karena overcapacity,
perubahan lingkungan diperkirakan menjadi salah satu penyebab penurunan drastis
stok ikan di Laut Atlantik Utara atau di dunia seperti yang dilaporkan dalam
pertemuan ahli biologi perikanan beberapa waktu yang lalu di London [5].
Perubahan lingkungan yang dimaksud terutama adalah peningkatan suhu permukaan
laut. Ekosistem laut, khususnya di Atlantik Utara, sangat mudah terpengaruh
dampak fluktuasi kondisi alam dibanding dengan yang diperkirakan sebelumnya.
Projek penelitian Global Ocean Ecosystem Dynamics
(GLOBEC) telah berhasil mengidentifikasi mekanisme alam yang mengatur dinamika
populasi dan produktivitas laut. Mereka menduga bahwa penurunan stok ikan laut
yang turun secara drastis sebagai akibat dari kesalahan mengimplementasikan
ilmu ekologi dan ekonomi dalam dekade terakhir.
Para ahli eko-biologi GLOBEC telah menemukan respon
biologi terhadap perubahan lingkungan dalam ekosistem laut dari laut Baltik
hingga Antartika. Terbukti bahwa perubahan biologis dalam 10 tahun terakhir
telah memberikan pengaruh terhadap kelimpahan sumberdaya alam. Tim juga
menemukan pengaruh variasi suhu air dan kekuatan angin terhadap rantai makanan
(food web) di Atlantik utara. Kepunahan dan kegagalan dalam memulihkan populasi
ikan herring di laut Baltik dan stok ikan cod di Newfoundland, Kanada (yang
penangkapannya telah dihentikan) menunjukkan bahwa faktor lain selain
penangkapan telah berperan besar dalam menjamin kelestarian sumberdaya ikan.
Okrh sebab itu, dalam mengembangkan kebijakan perikanan berkelanjutan,
penentuan berapa banyak ikan yang hilang akibat penangkapan dan berapa yang
diakibatkan oleh faktor lingkungan merupakan hal yang sangat penting. Sebab,
bila kita salah memprediksi hal itu, akan berdampak serius terhadap masyarakat.
Perubahan iklim dan faktor lingkungan, selain
berdampak terhadap overfishing, juga diyakini sebagai penyebab penurunan stok
ikan dunia. Telah diketahui sejak dulu bahwa variasi iklim dapat mempengaruhi
restoking burayak (juvenile), khususnya ikan-ikan yang hidup di daerah sekitar
pantai. Musim pemijahan dan kelimpahan burayak telah diduga setiap tahun
melalui survey dan data penangkapan. Informasi ini telah terintegrasi dengan
pengaruh iklim dan karenanya dapat digunakan untuk menentukan kuota penangkapan
yang optimal.
3. Perusakan Habitat ikan
Kerusakan habitat ikan terhadap
terumbu karang di laut. Perusakan terumbu karang ini dilakukan dengan cara
pengeboman dalam usaha untuk menangkap ikan sebanyak – banyaknya oleh nelayan
yang tidak bertanggung jawab dan juga penggunaan racun potasium. Tidak hanya itu, tindakan yang merusak biota laut ini juga dilakukan
dengan cara mengeksploitasi terumbu karang untuk digunakan sebagai pondasi
bangunan dan juga mengeoploitasi hasil laut yang tidak teratur.
Pengeksploitasian batu karang yang banyak digunakan untuk bahan bangunan juga
menjadi salah satu fakor yang menyebabkan kerusakan ekosistem yang terjadi di
laut. Penambangan pasir pantai yang dilakukan manusia untuk di
jadikan sebagai bahan bangunan. Hal ini tentu memicu kerusakan ekosistem laut
yang menjadi daerah asuhan bagi beberapa jenis ikan.
Dengan rusaknya terumbu karang, tentunya
juga akan merusak biota laut. Terumbu karang merupakan tempat dimana
hidupnya ribuan jenis ikan yang menggantungkan hidupnya dengan memakan
fitoplankton yang juga hidup di daerah terumbu karang tersebut.
3. Limbah
Pembuangan berbagai macam limbah yang
dibuang ke laut. Berbagai macam limbah domestik, limbah industri dan
pembuangan sisa pengolahan ikan yang langsung di buang ke laut tentunya akan
mencemari dan menurunkan kualitas laut. Pencemaran ini tentunya akan merusak
ekosistem laut.
4. Penggunaan
alat tangkap
Penggunaan alat tanggap seperti cantrang dapat menghasilkan hasil tangkapan yang
tidak selektif
seperti menangkap semua ukuran ikan,
udang, kepiting, serta biota lainnya.Biota yang dibuang akan mengacaukan data
perikanan karena tidak tercatat sebagai hasil produksi perikanan.Mengeruk dasar
perairan dalam dan pesisir tanpa terkecuali terumbu karang dan merusak lokasi
pemijahan biota laut.Sumber daya ikan di perairan Laut Jawa mengalami degradasi
dikarenakan padatnya aktivitas penangkapan dari berbagai daerah.
Hasil Forum Dialog pada tanggal 24 April 2009 antara
Nelayan Pantura dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah, TNI-AL, POLRI,
Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
menggambarkan kondisi Cantrang di Jawa Tengah, yaitu jumlah Kapal Cantrang pada tahun 2004 berjumlah 3.209 unit,
meningkat 5.100 unit di tahun 2007 dan pada tahun berjumlah 10.758 unit.
Sedangkan hasil tangkapan per unit (Catch Per-unit of Effort/CPUE) menurun dari
8,66 ton pada tahun 2004 menjadi 4,84 ton di tahun 2007.
Dikarenakan telah overfishing, para nelayan di
Pantai Utara Jawa tersebut mulai bergerak ke Wilayah Pengelolaan Perikanan
(WPP) lainnya. Pergerakkan ini bahkan telah tercatat sejak 1970.
C. AKSIOLOGI DALAM
KAITANNYA PENGENDALIANNYA AKIBAT POPULASI IKAN YANG SEMAKIN MEROSOT
1. ASPEK SOSIAL EKONOMI
Efisiensi ekonomi berbasis kegiatan :
v Menghilangkan subsidi bagi pengadaan armada baru dan
modernisasi kapal penangkap;
v Pengurangan kapasitas perikanan;
v Mentransfer hak/izin penangkapan sebagai suatu aset
kebutuhan finansial;
Susilo (2003) di dalam
kajiannya terhadap status keberlanjutan perikanan tangkap di OKI Jakarta
menyebutkan bahwa lapangan pekerjaan dan pendapatan altematif di luar perikanan
tangkap sangat sensitif terhadap status keberlanjutan pelikanan tangkap. Makna
dari pernyataan ini adalah bahwa kebijakan yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan
di luar perikanan serta altematif pendapatan harus diambil agar keberlanjutan pembangunan
perikanan tangkap dapat dipertahankan.
2. ASPEK LINGKUNGAN
Tingginya ketidakpastian pengelolaan penangkapan
telah menjadi salah satu penyebab hilangnya beberapa stok ikan. Karena itu
disarankan untuk melakukan penutupan fishing grounds guna mencegah
overeksploitasi dengan cara membuat batas maksimum volume tangkapan (upper
limit on fishing mortality). Marine
protected areas (MPAs), dengan kombinasi usaha kuat untuk menjaga area yang
bisa dieksploitasi, telah menunjukkan hasil positif untuk mengembalikan
penurunan stok. Pada beberapa kasus, MPAs telah berhasil digunakan untuk
memproteksi spesies lokal, memulihkan biomassa, dan sedikit menjaga populasi
ikan di luarnya dengan melepas ikan burayak (juvenile) atau ikan dewasa.
Meskipun migrasi ikan menjadi titik kelemahan
dari MPA, namun tetap akan membantu memulihkan spesies ikan dengan
menghindarkan kerusakan akibat trawl, dan menurunkan kematian ikan
burayak. Penggunaan zona larangan-tangkap dalam MPAs akan menjadi lebih efektif
bila didukung dengan teknologi tinggi seperti monitoring dengan satelit,
yang saat ini digunakan untuk meningkatkan hasil tangkapan.
Lebih lanjut, MPAs yang mencakup suatu habitat
laut mungkin juga akan mampu mencegah kepunahan stok ikan tertentu, mirip
dengan kehutanan dan habitat darat lainnya yang telah bisa menjaga spesies
liar. Hal ini akan menuntun kepada identifikasi pola reservasi yang akan menjadi
contoh di daerah perikanan terdekat, dan selanjutnya mempengaruhi komunitas
pantai dan masyarakat sekitarnya yang tertarik dalam reservasi sumber daya ini.
Sekali
lagi, bahwa ikan hasil tangkapan dan populasi alami untuk menyuplai kebutuhan
penduduk dunia adalah tidak tak terbatas. Dengan demikian, sudah seharusnya
usaha lain difokuskan untuk mengembalikan populasi ikan alami yang turun
drastis dengan melakukan restoking besar-besaran dan mengurangi total kapasitas
penangkapan. Pengelolaan yang tepat terhadap ikan laut di alam akan
menghasilkan kemajuan yang berarti, tetapi sayangnya, hal ini membutuhkan
pre-kondisi seperti keinginan politik untuk meng- implementasikan
perubahan-perubahan dan membuat persetujuan antar negara untuk penggunaan laut
secara bersama.
3. ASPEK TEKNOLOGI
Kebijakan pembatasan alat tangkap dengan menetapkan
besar lubang mata jaring. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan selektifitas
alat tangkap, sehingga yang tertangkap hanya
spesies target saja, sedang spesies lain dapat lolos keluar melalui
lubang jaring tersebut. Contoh : pada alat tangkap purse seine, jaring angkat,
dan jala tebar. Kebijakan diversifikasi alat tangkap. Dimaksudkan agar nelayan
tidak bergantung pada salah satu jenis alat tangkap saja, melainkan dapat
memilih jenis alat tangkap yang lain dengan spesies target yang berbeda.
Kegiatan bersifat
generik :
v
Pengembangan
kegiatan budidaya;
v
Pengembangan
kegiatan pasca panen perikanan.
4. TATA KELOLA
(PERATURAN)
Konvensi PBB mengenai Hukum Laut
berkaitan erat dengan aspek penangkapan ikan berlebih.
v Pasal 61 mewajibkan negara pemilik garis
pantai untuk mempertahankan sumber daya alam di dalam ruang lingkup ZEE mereka
untuk menjauhkannya dari status terancam dan tereksploitas berlebihan.
v Pasal 62 mengizinkan negara pemilik garis
pantai untuk mendayagunakan secara optimum sumber daya alam di ZEE tanpa melanggar
pasal 61.
v Pasal 65 mengizinkan negara pemilik garis
pantai untuk melarang, membatasi, atau mengatur eksploitasi hewan laut.
Berdasarkan beberapa pengamat, penangkapan ikan berlebih
dapat dipandang sebagai tragedi kebersamaan (tragedy
of commons), yaitu sebuah konsep di mana kepemilikan bersama justru
menimbulkan kerugian bagi semua. Dalam hal ini, kepemilikan bersama adalah
sumber daya perairan. Melalui kepemilikan perseorangan, seperti privatisasi sumber
daya perairan dan budi daya ikan, menurut mereka, dapat menjadi solusi.
Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap populasi ikan halibut di British
Columbia memperlihatkan dampak positif setelah sebagian dari
sumber daya perairan di sana diprivatisasi.
Solusi lainnya adalah kuota penangkapan ikan yang
diberlakukan di mana nelayan hanya diizinkan untuk melabuhkan sejumlah ikan.
Kemungkinan lainnya adalah menerapkan "kawasan dilarang masuk", di
mana pada kawasan tersebut tidak boleh ada aktivitas penangkapan ikan komersial dan pelayaran
sipil. Penerapan larangan masuk ini dapat berlangsung dalam
batas waktu yang tidak ditentukan atau hanya diterapkan pada waktu tertentu
saja, misal pada saat ikan berkembang biak.
Dari sisi penegakan hukum, pemerintah sudah menyiapkan
perakat hukum untuk menjerat pelaku pelanggaran baik pencurian ikan maupun
penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, diantaranya :
1. UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan
(Perubahan dari UU No. 31 tahun 2004)
Aturan Mengenai Pelarangan Pukat Hela
dan sebagainya bukanlah aturan baru yang serta merta dikeluarkan oleh Menteri
susi, Aturan tersebut keluar sebagai Amanah dari UU No 31 taHUN 2004 Tentang
Perikanan junto UU No 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan UU No 31 Tahun 2004
Tentang Perikanan dimana dalam Pasal 9 Ayat (1) UU tersebut disebutkan: “Setiap orang dilarang memiliki,
menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu
penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di
kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia“.
2. UU No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi
ikan
3. UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Kawasan Pesisir, laut dan Pulau-pulau kecil.
Kegiatan kelembagaan :
v
Peningkatan efisiensi kelembagaan dalam
pengelolaan perikanan;
v
Implementasi CCRF pada rencana pembangunan
perikanan secara baik dan kontinu;
v
Efisiensi ekonomi dan kelembagaan pada
kegiatan internasional;
Subscribe to:
Posts (Atom)