Iklan

Monday, May 25, 2020

sss

dd

CARA MEMPERBAIKI FILE YANG CORRUPT DI WINDOWS

Jika anda pernah mengalami masalah ketika ingin membuka suatu dokumen office yang di download ataupun hasil kiriman dari komputer lain dan memiliki masalah dengan keterangan " Word experienced on error trying to open the file" seperti dibawah ini., ayo ikuti tipsnya


ketika terdapat tampilan seperti gambar di atas, maka yang perlu dilakukan adalah dengan cara mengklik kanan file yang bermasalah kemudian pilih menu Properties.



Setelah bagian Properties terbuka, selanjutnya centang bagian unblock 


Selanjutnya klik Apply, lalu klik Ok


Langkah selanjutnya membuka kembali file yang corrupt.


Selamat Masalah anda Teratasi........



SELAMAT MENCOBA

Thursday, February 6, 2020

REGULASI PERIKANAN


PENDAHULUAN
Ada dua jenis kebijakan pemerintah yang dapat mencapai panen mapan yang optimal dan jumlah usaha penangkapan ikan adalah pajak atas usaha panen dan kuota pada usaha dan panen Aktivitas penangkapan  ikan secara berlebihan dapat menurunkan stok ikan dan dapat mengurangi produksi secara perlahan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dibuat suatu kebijakan tentang pengelolaan sumberdaya perikanan agar stoknya tidak habis akibat dari overfishing. Alasan ekonomi dalam mengatur peraturan tentang perikanan sangatlah jelas. beberapa kebijakan yang telah diberlakukan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dalam hal ini lebih kepada faktor-faktor produksi perikanan.
Jenis kebijakan pemerintah agar dapat mengoptimalkan upaya penangkapan yaitu dengan memberlakukan sistem pajak dan pembatasan penangkapan  pada saat musim panen. Pada saat penangkapan, perusahaan akan dikenakan pajak sesuai dengan hasil tangkapan yang diperoleh, sehingga mengurangi pendapatan perusahaan. Setelah memberlakukan system moratorium panen selama tiga tahun dengan memberlakukan pajak optimal pada saat panen akan memungkinkan pulih dari penangkapan berlebih dan meminimalkan eksploitasi dengan membatasi usaha yang ada.
Studi Kasus Penerapan Peraturan Perikanan di Indonesia
1.    Pelarangan Cantrang
Cantrang merupakan alat penangkapan ikan yang bersifat aktif dengan pengoperasian menyentuh dasar perairan. Cantrang dioperasikan dengan menebar tali selambar secara melingkar, dilanjutkan dengan menurunkan jaring cantrang, kemudian kedua ujung tali selambar dipertemukan. Kedua ujung tali tersebut kemudian ditarik ke arah kapal sampai seluruh bagian kantong jaring terangkat. Penggunaan tali selambar yang mencapai panjang lebih dari 1.000 m (masing-masing sisi kanan dan kiri 500 m) menyebabkan sapuan lintasan tali selambar sangat luas. Ukuran cantrang dan panjang tali selambar yang digunakan tergantung ukuran kapal. Pada kapal berukuran diatas 30 Gross Ton (GT) yang dilengkapi dengan ruang penyimpanan berpendingin (cold storage), cantrang dioperasikan dengan tali selambar sepanjang 6.000 m. Dengan perhitungan sederhana, jika keliling lingkaran 6.000 m, diperoleh luas daerah sapuan tali selambar adalah 289 Ha. Penarikan jaring menyebabkan terjadi pengadukan dasar perairan yang dapat menimbulkan kerusakan dasar perairan sehingga menimbulkan dampak signifikan terhadap ekosistem dasar bawah laut.
Setelah dilakukan pengukuran ulang, kapal dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu kapal berukuran dibawah atau < 10 GT, berukuran antara 10 hingga 30 GT, dan diatas atau > 30 GT. Adapun kebijakan yang ditetapkan untuk setiap kategori adalah sebagai berikut : 1. Kapal dibawah 10 GT, pemerintah memberikan bantuan alat penangkap ikan baru sebagai pengganti alat penangkapan ikan yang dilarang, di antaranya jaring insang (gillnet), pancing ulur (handline), rawai dasar, rawai hanyut, pancing tonda, pole and line, bubu lipat ikan, bubu lipat rajungan, dan trammel net. 2. Kapal 10 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas permodalan untuk memperoleh kredit usaha rakyat. 3. Kapal diatas 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas perizinan dan relokasi DPI ke WPP 711 dan 718. 1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2/7 9-10-2017 Sementara itu, di beberapa daerah banyak alat tangkap yang mengalami perkembangan, perubahan bentuk, model, serta cara pengoperasian.
Berbagai alat tangkap tersebut juga dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda. Meskipun demikian, alat tangkap tersebut tetap mengacu pada salah satu kelompok alat tangkap ikan yang dilarang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP. 06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Jadi, meskipun namanya telah berubah menjadi cantrang, pada dasarnya tetaplah pukat tarik yang telah dilarang. Adapun pengaturan penempatan alat tangkap telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. **Biro Kerjasama dan Humas KKP dan Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo
Adapun beberapa dampak yang ditimbulkan apabila cantrang dilanjutkan yaitu Hasil tangkapan  tidak selektif, menangkap semua ukuran ikan, udang, kepiting, serta biota lainnya, Biota yang dibuang akan mengacaukan data perikanan karena tidak tercatat sebagai hasil produksi perikanan, Mengeruk dasar perairan dalam dan pesisir tanpa terkecuali terumbu karang dan merusak lokasi pemijahan biota laut, Sumber daya ikan di perairan Laut Jawa mengalami degradasi dikarenakan padatnya aktivitas penangkapan dari berbagai daerah.
2.    Ilegal Fishing
Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek dalam pemanfaatan sumber daya perikanan yang merupakan kegiatan pelanggaran hukum. Tindakan Illegal Fishing umumnya bersifat merugikan bagi sumber daya perairan yang ada. Tindakan ini semata-mata hanya akan memberikan dampak yang kurang baik bagi ekosistem perairan, akan tetapi memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan, dan termasuk ke dalam tindakan Illegal Fishing adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan racun, serta penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang.
Tindakan Illegal Fishing terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Illegal Fishing merupakan kejahatan perikanan yang sudah terorganisasi secara matang, mulai di tingkat nasional sampai internasional. Dewasa ini, tindakan Illegal Fishing telah berubah cara beroperasinya bila dibandingkan dengan cara 31 beroperasi pada pertengahan tahun 1990-an. Tindakan Illegal Fishing telah menjadi a highly sophisticated form of transnational organized crime, dengan ciri-ciri antara lain kontrol pergerakan kapal yang modern dan peralatan yang modern, termasuk tangki untuk mengisi bahan bakar di tengah laut.
Menurut Rokhmin Dahuri, sampai tahun 2002 nilai kerugian negara akibat tindakan Illegal Fishing mencapai angka US$1.362 miliar per tahun.6 Secara umum tindakan Illegal Fishing yang terjadi di perairan Indonesia, antara lain :7 1. Penangkapan ikan tanpa izin; 2. Penangkapan ikan dengan menggunakan izin palsu; 3. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang; dan 4. Penangkapan ikan dengan jenis (species) yang tidak sesuai dengan izin. Tingginya angka tindakan Illegal Fishing di perairan Asia Tenggara dan Pasifik serta kondisi overfishing yang mengancam keberlangsungan sumber daya.
Faktor Penyebab Maraknya Illegal Fishing :
Saat ini Illegal Fishing di Indonesia masih belum bisa 100% diberantas. Karena meskipun sudah ada Undang – Undang yang mengatur tentang perikanan dan segala tindak pidananya bagi yang melanggar, para pelaku illegal fishing masih terus melanjukan aksinya. Jika ditinjau kembali, ada banyak faktor yang menyebabkan hal itu tejadi. Salah satu diantaranya adalah kurang jelas dan tegasnya isi dari UU nomor 31 Tahun 2004 yang mengatur tentang Perikanan. Dapat dilihat pada Pasal 8 dan 9 dimana pelanggaran alat tangkap dan fishing ground hanya dimasukkan dalam kategori pelanggaran dengan denda hanya Rp 250 juta. Hal semacam itu, seharusnya masuk kategori pidana dengan sanksi lebih berat. Seharusnya alat tangkapnya juga disita dan pengawasan pada fishing ground yang dilindungi tersebut lebih ditingkatkan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan UndangUndang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2010 Tentang Perikanan telah tercantum kegiatan yang berhubungan dengan Illegal Fishing yaitu : 1) Pasal 7: kewajiban setiap orang untuk memenuhi kewajiban sebagaimana 12Ibid, h. 24. 38 ditetapkan oleh Menteri dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.
Faktor -faktor yang menyebabkan terjadinya Illegal fishing di perairan Indonesia tidak terlepas dari lingkungan strategis global terutama kondisi perikanan di negara lain yang memiliki perbatasan laut, dan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia itu sendiri. Secara garis besar faktor penyebab tersebut dapat dikategorikan menjadi 7 (tujuh) faktor, sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Pertama, Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia menurun, terjadi overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini mendorong armada perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan cara legal atau illegal.
Kedua, Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara lain dibandingkan di Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih adanya surplus pendapatan.
Ketiga, Fishing ground di negara-negara lain sudah mulai habis, sementara di Indonesia masih menjanjikan, padahal mereka harus mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi mereka dan harus mempertahankan produksi pengolahan di negara tersebut tetap bertahan. 
Keempat, Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain kemampuan pengawasan khususnya armada pengawasan nasional (kapal pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk mengawasai daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan masih sangat terbukanya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas (High Seas) telah menjadi magnet penarik masuknya kapal-kapal ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal fishing.
Kelima, Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini bersifat terbuka (open acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input restriction). Hal ini kurang cocok jika dihadapkan pada kondisi faktual geografi Indonesia, khususnya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas.
Keenam, Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta SDM pengawasan khususnya dari sisi kuantitas. Sebagai gambaran, sampai dengan tahun 2008, baru terdapat 578 Penyidik Perikanan (PPNS Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah Kapal) Kapal Pengawas Perikanan. Jumlah tersebut, tentunya sangat belum sebanding dengan cakupan luas wilayah laut yang harus diawasi. Hal ini, lebih diperparah dengan keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan.
Ketujuh, Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak hukum masih dalam penanganan perkara tindak pidana perikanan masih belum solid, terutama dalam hal pemahaman tindakan hukum, dan komitmen operasi kapal pengawas di ZEE.
            Dampak Perikanan Ilegal :
     Maraknya kegiatan perikanan ilegal yang terjadi di perairan Indonesia tidak hanya memiliki dampak terhadap stok ikan nasional, tetapi juga global. Hal ini akan menyebabkan keterpurukan ekonomi nasional dan meningkatnya permasalahan sosial di masyarakat perikanan Indonesia. Sedikitnya terdapat sepuluh masalah pokok dari aktivitas perikanan ilegal yang telah memberi dampak serius bagi Indonesia :
Pertama, perikanan ilegal di perairan Indonesia akan mengancam kelestarian stok ikan nasional bahkan dunia. Praktek perikanan yang tidak dilaporkan atau laporannya salah (misreported), atau laporannya di bawah standar (under reported), dan praktek perikanan yang tidak diatur (unregulated) akan menimbulkan masalah akurasi data tentang stok ikan yang tersedia. Jika data stok ikan tidak akurat, hampir dipastikan pengelolaan perikanan tidak akan tepat dan akan mengancam kelestarian stok ikan nasional dan global.
Kedua, perikanan ilegal di perairan Indonesia akan mengurangi kontribusi perikanan  tangkap di wilayah ZEEI atau laut lepas kepada ekonomi nasional (PDB). Disamping juga mendorong hilangnya sumberdaya perikanan yang seharusnya dinikmati oleh Indonesia. Pemerintah mengklaim bahwa kerugian dari praktek perikanan ilegal mencapai US$ 4 milyar per tahun. Jika diasumsikan harga ikan ilegal berkisar antara US$ 1.000 – 2.000 per ton maka setiap tahunnya Indonesia kehilangan sekitar 2 – 4 juta ton ikan.
Ketiga, perikanan ilegal mendorong ke arah penurunan tenaga kerja pada sektor perikanan nasional, seperti usaha pengumpulan dan pengolahan ikan. Apabila hal ini tidak secepatnya diselesaikan maka akan mengurangi peluang generasi muda nelayan untuk mengambil bagian dalam usaha penangkapan ikan.
Keempat, perikanan ilegal akan mengurangi peran tempat pendaratan ikan nasional (pelabuhan perikanan nasional) dan penerimaan uang pandu pelabuhan.
Kelima, perikanan ilegal akan mengurangi pendapatan dari jasa dan pajak dari operasi yang sah. Perikanan ilegal akan mengurangi sumberdaya perikanan, yang pada gilirannya akan mengurangi pendapatan dari perusahaan yang memiliki izin penangkapan yang sah.
Keenam, baik secara langsung maupun tidak langsung, multiplier effects dari perikanan ilegal memiliki hubungan dengan penangkapan ikan nasional. Karena aktivitas penangkapan ikan nasional akan otomotis berkurang sejalan dengan hilangnya potensi sumberdaya ikan akibat aktivitas perikanan ilegal. Pada umumnya ikan yang dicuri dari perairan Indonesia adalah ikan tuna dan ikan pelagis besar lainnya.
Ketujuh, perikanan ilegal akan berdampak pada kerusakan ekosistem, akibat hilangnya nilai dari kawasan pantai, misalnya udang yang dekat ke wilayah penangkapan ikan pantai dan dari area bakau dirusak oleh perikanan ilegal. Selanjutnya akan berdampak pada pengurangan pendapatan untuk masyarakat yang melakukan penangkapan ikan di wilayah pantai.
Kedelapan, perikanan ilegal akan meningkatkan konflik dengan armada nelayan tradisional. Maraknya perikanan ilegal mengganggu keamanan nelayan Indonesia khususnya nelayan tradisional dalam menangkap ikan di perairan Indonesia. Nelayan asing selain melakukan penangkapan secara ilegal, mereka juga sering menembaki nelayan tradisional yang sedang melakukan penangkapan ikan di daerah penangkapan (fishing ground) yang sama. Selain itu perikanan illegal juga akan mendorong ke arah pengurangan pendapatan rumah tangga nelayan dan selanjutnya akan memperburuk situasi kemiskinan.
Kesembilan, perikanan ilegal berdampak negatif pada stok ikan dan ketersediaan ikan, yang merupakan sumber protein penting bagi Indonesia. Pengurangan ketersediaan ikan pada pasar lokal akan mengurangi ketersediaan protein dan keamanan makanan nasional. Hal ini akan meningkatkan risiko kekurangan gizi dalam masyarakat, dan berdampak pada rencana pemerintah untuk meningkatkan nilai konsumsi ikan.
Kesepuluh, perikanan ilegal akan berdampak negative pada isu kesetaraan gender dalam penangkapan ikan dan pengolahan serta pemasaran hasil penangkapan ikan.
Fakta di beberapa daerah menunjukkan bahwa istri nelayan memiliki peranan penting dalam aktivitas penangkapan ikan di pantai dan pengolahan hasil tangkapan, termasuk untuk urusan pemasaran hasil perikanan.
 Upaya Yang Telah Dilakukan Pemerintah Untuk Mengatasi Illegal Fishing :
Pertama, pemerintah telah menerapkan teknologi VMS (Vessel Monitoring System), yaitu sistem pengawasan kapal yang berbasis satelit. VMS digunakan untuk memonitor gerak kapal yang menyangkut posisi kapal, kecepatan kapal, jalur lintasan (tracking) kapal serta waktu terjadinya pelanggaran.   Untuk mengimplementasikan VMS telah dibangun Fishing Monitoring Center (FMC) di kantor pusat Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta dan Regional Monitoring Center (RMC) di daerah Ambon dan Batam.
Kedua, pengawasan perikanan dilaksanakan oleh Pengawas Perikanan yang bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan peraturan perundang – undangan di bidang perikanan. Pengawas Perikanan terdiri atas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan dan non PPNS Perikanan. Adapun yang dimaksud dengan non PPNS Perikanan adalah Pegawai Negeri Sipil lainnya di bidang perikanan yang bukan penyidik, tetapi diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan.
Ketiga, untuk pengawasan langsung di lapangan terhadap kapal – kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan kapal – kapal patroli, baik yang dimiliki oleh Departemen Kelautan dan Perikanan maupun bekerjasama dengan TNI Angkatan Laut, Polisi Air, dan TNI Angkatan Udara.
Keempat, dengan membentuk Pokmawas (Kelompok Masyarakat Pengawas), yaitu pelaksana pengawas di tingkat lapangan yang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, nelayan – nelayan ikan, serta masyarakat kelautan dan perikanan lainnya. Kinerja Pokmawas hanya sekadar melaporkan segala tindak pelanggaran yang dilakukan di perairan Indonesia.
DAFTAR ISI

Keputusan Presiden No.39/1980
Keputusan Dirjen Perikanan No. IK.340/DJ.10106/97
Keputusan Menteri KP No. 16/2010
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No.2/2011
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No. 08/2011
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No 18/2013     
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No. 42/2014
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No. 71/2016
Code of Conduct for Responsible Fisheries 1995
International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing 2001.
Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices Including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing in the Region 2007.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Usaha Perikanan .
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 Tentang Usaha.



REVIEW ARTIKEL ILMU PERIKANAN


Pengaruh Pemberian Probiotik Yang Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan Benih Ikan Tawes (Cirrhinus tawesa)
Percobaan dilakukan selama 60 hari dengan maksud untuk mengamati efek dari pakan probiotik yang berbeda dan pakan terhadap pertumbuhan ikan tawes. Setelah percobaan pakan, parameter pertumbuhan seperti tingkat kelangsungan hidup, konsumsi pakan, penyerapan makanan, konversi makanan, berat badan basah, laju pertumbuhan spesifik, rasio konversi pakan, Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pakan (pakan kontrol, pakan-A, pakan-B) memiliki pengaruh yang signifikan pada pemanfaatan pakan. Ikan yang diberi pakan dengan probiotik memiliki konsumsi pakan lebih tinggi (7.02g) sebesar 8% konsumsi pakan dari perlakakuan pakan lainnya. Konsumsi yang lebih rendah (2.36g) telah melihat dalam pakan-A pada 4% makan rezim. Mengenai penyerapan, maksimum 6.50g diamati pada pakan-Jenis sebesar 8% dan minimal 2.10g terpantau ransum (gambar-2) makan-B jenis pada 8% berat badan makan. Konversi makanan yang lebih tinggi (3.02g) di pakan-A pada 8 rezim% makan (gambar-3). Peningkatan tertinggi panjang (1.4cm) ditemukan ketika ikan diberi makan dengan pakan-A di makan 8% dan minimum (0.6cm) dengan pakan kontrol pada 4% dan pakan-B pada 4% rezim makan. Hasil penelitian ini memberikan fakta bahwa probiotik memiliki efek pertumbuhan langsung pada benih ikan tawes. Tingkat kelangsungan hidup ikan tawes di smua media pemeliharaan ditemukan menjadi 100% setelah 60 hari perlakuan pada hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa diet probiotik yang mengandung spirulina (pakan-A) mengakibatkan peningkatan simultan dalam berat badan (2,92) dan panjang (1.4cm) sebesar 8% berat badan makan rezim. Semua probiotik ditambah diet (pakan-A dan pakan-B) mengakibatkan pertumbuhan lebih tinggi dari diet kontrol, menunjukkan bahwa penambahan probiotik dikurangi efek stres faktor. Hal ini menyebabkan pertumbuhan yang lebih baik dari ikan tawes. Dalam penelitian ini tidak ada kematian yang diamati pada ikan diberi makan dengan diet yang mengandung bakteri probiotik dan spirulina dengan rezim pakanind berbeda yang membuktikan bahwa probiotik yang digunakan dalam penelitian ini dianggap penting, khususnya dalam pakan ikan, hasil membuktikan bahwa tingkat protein yang optimal adalah 40% untuk benih ikan tawes (~ 3g / ikan). Namun lama penelitian ini cukup singkat dan baiknya diperpanjang selama dua bulan sehingga mendapatkan hasil uji yang maksimal, dan dapat disimpulkan bahwa penambahan probiotik dalam pakan ikan mas menunjukkan laju peningkatan pertumbuhan dan pemanfaatan pakan dan dapat direkomendasikan sebagai stimulatif kinerja produktif, yang terbukti menjadi keuntungan luar biasa bagi industri ikan, pengusaha ikan dan petani ikan pada umumnya.
Laju Pertumbuhan Dan Pemanfaatan Pakan Dari Ikan Mas (Cyprinidae) Dengan Formulasi Pakan Yang Ditambahkan Dengan Probiotik
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan dosis optimum dari probiotik dalam diet ikan masg. Metode Lactobacillus casei dari Yakult® digunakan sebagai starter, dan ditingkatkan dengan Curcuma xanthorrhiza, Kaempferia galanga dan molase. Temulawak dan kencur mengandung senyawa bioaktif seperti cumins yang ditonton dan minyak atsiri, masing-masing, dengan manfaat kesehatan terkait. Senyawa ini dapat berfungsi sebagai antibiotik, menetralisir racun dan meningkatkan sekresi. Hal ini meningkatkan sistem pencernaan dan meningkatkan nafsu makan pada ikan sehingga mempercepat pertumbuhan. Temuan serupa oleh Hassan et al.30 melaporkan bahwa kombinasi kencur, lengkuas dan ragi probiotik memiliki efek yang signifikan pada kinerja pertumbuhan dan kualitas produk dari benih ikan rohu (Labeo rohita). Selain itu, kurkumin juga membantu meningkatkan system kekebalan tubuh. Campuran difermentasi selama 7 hari sebelum digunakan sebagai probiotik dalam diet diformulasikan mengandung protein kasar 30%. Empat tingkat dosis probiotik; 0 ml kg -1 (kontrol), 5 ml kg -1, 10 ml kg -1 dan 15 ml kg -1 diuji dalam penelitian ini. Ikan diberi makan dua kali sehari pada pukul 08.00 AM dan 18:00 di jatah 5% berat badan selama 80 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis probiotik dari 10 ml kg-1 memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan dosis lainnya. 10 ml kg-1 dapat memberikan kondisi optimum bagi bakteri pencernaan seperti Lactobacillus sp. untuk tumbuh dengan baik dan memfasilitasi pakan cerna. Hal ini didasarkan pada kandungan protein yang rendah pada tinja, indikasi bahwa protein dicerna lebih baik pada dosis ini. Arief et al.25 menyatakan bahwa Lactobacil- lus sp. memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan dan meningkatkan kondisi mikroba dalam saluran pencernaan dengan mengubah karbohidrat menjadi asam laktat, yang mengurangi pH dan meningkatkan fungsi cerna ikan nila, Oreochromis niloticus. Hal ini kemudian akan merangsang produksi enzim endogen untuk meningkatkan penyerapan nutrisi, dan menghambat pertumbuhan dan aktivitas isme-organ patogen dalam saluran pencernaan. Irianto26 juga menyatakan bahwa penambahan probiotik untuk diet meningkatkan jumlah dan aktivitas bakteri dalam saluran pencernaan ikan nila, dan merangsang bakteri untuk mengeluarkan enzim pencernaan seperti protease dan amilase yang memainkan peran penting dalam protein dan karbohidrat pencernaan, secara berurut. Marzouk et al.27 menyatakan bahwa kegiatan bakteri pencernaan alami ikan nila akan berubah secara signifikan ketika ditambah dengan mikroba pencernaan eksternal. Aktivitas bakteri probiotik sangat mempengaruhi keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan yang akan menekan bakteri patogen lain mengakibatkan peningkatan effisiensi pencernaan. Namun, probiotik yang berlebihan bisa menghambat pertumbuhan seperti yang tercatat dalam penelitian ini. Seperti yang diamati kinerja pertumbuhan meningkat dari kontrol (tanpa probiotik) hingga 10 ml kg-1 kemudian menurun ketika dosis probiotik itu menaikkan ke 15 ml kg-1. Menurut Atlas dan Bartha, dosis yang lebih tinggi dari probiotik mendukung produksi metabolit sekunder karena produksi bakteri meningkat, menyebabkan persaingan untuk pemanfaatan nutrisi dan substrat dan penghambatan pencernaan dan penyerapan nutrisi. Pelczar dan Chan menyatakan bahwa metabolit sekunder yang berlebihan akan membunuh beberapa kelompok bakteri, mengurangi proses cerna. Oleh karena itu sejumlah bakteri pencernaan harus pada tingkat optimal tapi ini berbeda antara spesies. Kesimpulan dari penelitian ini mengungkapkan bahwa penambahan probiotik untuk diet ikan mas (T. tambra) bisa meningkatkan kinerja pertumbuhan, efisiensi pakan, konversi pakan, retensi protein dan kecernaan protein dari larva. Dari penelitian ini menemukan bahwa 10 ml probiotik kg-1 pakan merupakan dosis optimum untuk jenis ini.
Diet Prebiotik Dan Probiotik Mempengaruhi Kinerja Pertumbuhan, Pemanfaatan Pakan, Dan Indeks Tubuh Pada Benih Ikan Gabus (Channa striata)
Penelitian ini menunjukkan peningkatan kinerja pada ikan LBA-diobati dibandingkan dengan probiotik (hidup ragi) lainnya, mungkin karena modus yang berbeda aksi mereka di saluran pencernaan. Makan diet dilengkapi dengan L. acidophilus meningkatkan populasi Lactobacillus sp. dan dengan demikian tidak hanya menggantikan bakteri patogen tetapi juga menghasilkan nutrisi dan merangsang pelepasan enzim lebih pencernaan yang mengakibatkan proses pencernaan lebih cepat ditingkatkan (Cüneyt et al. 2008). Konsumsi ragi hidup, di sisi lain, melibatkan pematangan usus melalui pembentukan koloni ragi. Kemampuan ragi untuk menjajah diduga terkait dengan hidrofobisitas permukaan sel, yang membantu strain ragi hidup tumbuh di lendir usus (Wache et al. 2006). Mode ini tindakan muncul untuk mempengaruhi kinerja pertumbuhan benih C. striata dilengkapi dengan prebiotik diet dan probiotik dalam penelitian ini. Modus aksi di saluran pencernaan dari prebiotik diet diuji dalam penelitian ini adalah tidak langsung. Ini adalah kemungkinan bahwa probiotik, yang mengandung bakteri hidup atau jamur (Fuller 1989), memiliki peran probioactive (yaitu, bioaktivitas yang berasal dari kombinasi matriks makanan dan bakteri) di dinding pencernaan yang mengakibatkan tingkat ditingkatkan fermentasi di usus (Gill, 1998). Kinerja pertumbuhan dalam menanggapi konsumsi prebiotik diet menunjukkan perbedaan yang mungkin berhubungan dengan perbedaan struktural. Meskipun perbedaan struktur berpotensi mempengaruhi kemanjuran dari tiga prebiotik, hasil penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara mereka. Alasan mungkin untuk hasil ini adalah bahwa β-glucan, yang merupakan prebiotik aktif terbukti memodifikasi respons biologis, adalah karbohidrat larut (Bhon & BeMiller 1995) diperoleh dari dinding sel ragi hidup (S. cerevisiae), sedangkan galacto- oligosakarida (GOS) dan mannan-oligosakarida (MOS) mengandung karbohidrat oligosakarida dengan berat molekul rendah dan derajat polimerisasi (Roberfold & Slavin 2000; Sanders et al 2005). Data survival dari penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan yang pada kinerja pertumbuhan. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Talpur et al. (2014), yang menggunakan dosis tunggal selektif prebiotik diet dan probiotik sebagai suplemen pakan dalam studi pada C. benih striata. Hasil yang serupa diamati di lele dumbo (Clarias garepinus) (Al-Dohail et al. 2009), Cyprinus carpio (Dhanaraj et al. 2010), bass bergaris hibrida (Li & Gatlin 2005), rainbow trout (Staykov et al. 2007 ). Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa masuknya prebiotik dan probiotik menyebabkan pemeliharaan faktor kondisi selama pertumbuhan, yang mencerminkan status gizi ikan (Schreck & Moyle 1990). Analisis komposisi proksimat menunjukkan bahwa otot ikan dalam penelitian ini memiliki kandungan protein yang tinggi, tapi lemak dan abu konten yang rendah. C. striata merupakan ikan air tawar yang biasanya mengandung protein tinggi (Annasari et al. 2012) dan rendah lemak. Dalam studi ini, masuknya prebiotik diet dan probiotik menyebabkan protein kasar meningkat dan kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, yang mungkin bermanfaat untuk makanan ikan (Wee 1982).
Penambahan pos-makan trial (Tahap 2), di mana ikan diperlakukan diberi makan dengan diberi suplemen (kontrol) diet untuk jangka waktu setelah percobaan, menyediakan sebuah studi lengkap tentang efek prebiotik diet dan probiotik pada ikan kinerja pertumbuhan. The SGR menunjukkan perbedaan yang jelas antara Tahap 1 dan Tahap 2 dalam penelitian ini. Pada fase pasca makan, tampak bahwa peran bioaktif terus selama 7 minggu untuk pengobatan LBA, 6 minggu untuk hidup ragi pengobatan dan 4 minggu untuk 3 prebiotik diuji dalam penelitian ini. Alasan mungkin untuk ini adalah efek dari residu disimpan dalam saluran pencernaan. Pada Tahap 1, saat ikan diberi makan diet ditambah, mereka mungkin tidak menggunakan semua nutrisi yang berasal dari diet ini untuk tujuan pertumbuhan; 16 minggu makan ditambah terus menerus selama Tahap 1 mungkin telah mengakibatkan pengendapan diet dilengkapi sebagai residu yang mungkin tersedia selama Tahap 2, ketika ikan diperlakukan diberi makan hanya diet kontrol. Hipotesis ini konsisten dengan SGR tinggi dari diet dilengkapi dibandingkan dengan diet kontrol yang disediakan setelah Tahap 1. Secara keseluruhan, hasil yang diperoleh dari tahap pertama penelitian ini menunjukkan efek positif dari prebiotik diet dan probiotik sebagai suplemen pakan untuk benih C.striata. 
Aplikasi Probiotik Pada Pendederan Dan Pembesaran Lele (Clarias Sp.) Di Kecamatan Tumpang
Perlakuan pemberian probiotik dan Pengaruhnya terhadap kelulushidupan Setelah 40 hari pemeliharaan pada kegiatan pendederan, diperoleh total benih yang hidup sebanyak   7.600   ekor/kolam   atau   tingkat kelulushidupannya adalah 95%.  Pemanfaatan probiotik     pada     kegiatan     pendederan memberikan    peningkatan    kelulushidupan sebesar 25% dibandingkan pendederan tanpa aplikasi probiotik (70%). Selain itu, pemanfaatan probiotik    di    kolam    pembesaran    dapat meningkatkan kelulushidupan dari 85% tanpa probiotik menjadi 95,8% dengan aplikasi probiotik. 
Pengaruh probiotik terhadap rasio konversi pakan pada pembesaran lele, rata-rata berat ikan yang dipanen per ekornya yaitu 100 gr sehingga produksi yang dihasilkan selama satu siklus yaitu 230 kg per kolam. Pada sistem probiotik ini dibutuhkan total pakan 175 kg per kolam, sehingga rasio konversi pakan (FCR) yaitu 0,76. Nilai FCR ini lebih rendah 30,9% dibandingkan dengan perlakuan tanpa probiotik yaitu 1,1. Hasil ini mengindikasikan bahwa aplikasi probiotik mampu memperbaiki rasio konversi pakan ikan lele. Hasil studi ini sesuai dengan penelitian Essa et al. (2010) yang melaporkan bahwa pemanfaatan probiotik pada ikan nila mampu menurunkan FCR sebesar 40,2 % dari 3,08 (perlakuan tanpa probiotik) menjadi 1,84 (perlakuan probiotik).Hasil ini sesuai dengan penelitian Omenwa et al. (2015) yang menyatakan bahwa pemanfaatan probiotik Lactobacillus pada benih lele dumbo mampu meningkatkan kelulushidupan sebesar 96,22%. Chabrillon et al. (2005) dan Mahdhi et al. (2012) mengungkapkan bahwa probiotik dapat menghambat pertumbuhan organisme patogen dan mencegah infeksi pada inang. Verschuere et al. (2000) juga menjelaskan bahwa probiotik mampu memperbaiki kesehatan ikan melalui modifikasi komposisi komunitas mikrobial di perairan.
Probiotik mampu memperbaiki kemampuan organisme dalam mencerna pakan (Deschrijver dan Ollevier, 2000) yang dibantu oleh kerja enzim alginate liase, amilase dan protease (Fuller dan Turvy, 1971 Hoshino et al. 1997’; Suzer et al. 2008 Yu et al. 2009; Zokaeifar et al. 2012). Selain itu, pemanfaatan probiotik juga dapat menghasilkan nutrient-nutrien esensial seperti asam lemak (Vine et al. 2006), vitamin B12 (Sugita et al. 1991) dan biotin (Sugita et al. 1992) yang memberikan pengaruh positif pada kesehatan inang. Aplikasi probiotik pada pembesaran ikan lele mampu meningkatkan kelulushidupan dan menurunkan rasio konversi pakan. 
Pemeliharaan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Pada Teknologi Bioflocs Dengan Menggunakan Probiotik Dengan Dosis Yang Berbeda
Pada penelitian ini perlakuan yang terbaik terdapat pada perlakuan P3 15 ml/m Pada akhir penelitian bobot rata-rata ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang tertinggi terdapat pada pada perlakuan P3 yaitu sebesar 10.47 g, kemudian diikuti P2 sebesar 8.3 g, kemudian P1 sebesar 7.41 g dan P0 sebesar 5.36 g. Perlakuan P3 lebih tinggi disebabka ikan mampu memanfaatkan pakan secara efektif untuk pertumbuhan. ikan dapat memiih makan sesuai keingiannya. Hal ini sesuai dengan Suseno (1984) dalam Retnita (2009) yang menyatakan bahwa ikan memilih makanan yang mudah dicerna dari pada sukar dicerna.
P3 Hasil uji analisis (ANOVA) variansi lebih tinngi hal ini menunjukan bahwa (P< 0,05) hal ini menunjukan bahwa dengan bertambah bobot ikan maka pemberian dosis probiotik berpengaruh bertambah juga panjang ikan sesuai dengan nyata pada pertumbuhan bobot mutlak benih pernyataan Effendie (1979), pertumbuhan ikan patin (Pangasius hypopthalmus) merupakan perubahan bentuk ikan, baik Pertumbuhan yang terbaik pada panjang mau pun berat sesuai dengan perlakuan P3 dengan dosis 15 l/m37.08 g pertambahan waktu. disusul dengan P2 dengan dosis 10 ml/m3 Menurut Brett dalam Subhan (2014) jumlah pakan yang mampu dikonsumsi ikan setiap harinya merupakan salah satu factor yang mempengaruhi potensi ikan untuk tumbuh secara maksimal dan laju konsumsi makanan harian berhubungan erat dengan kapasitas dan pengosongan perut. Pertumbuhan yang terbaik pada perlakuan P3 15 ml/m3 menghasilkan 3.69%, disusul dengan P3 10 ml/m3 menghasilkan 3.17% kemudian P1 5 ml/m3 dengan menghasilkan 2.59% dan P0 menghasilkan 158%. Dari hasil uji analisis variansi(ANOVA) P < 0.05 menunjukan bahwa tidak adanya perbedaan nyata antara perlakuan pada efisiensi pakan ikan patin yang diberikan dengan dosis probiotik yang berbeda pada sistem bioflok.
Nilai efisiensi pakan ikan patin mencapai 73,1% (Meilisca, 2003 dalam Sugianto, 2007). Djarijah, (1995) dalam Hariyadi et al. (2005), menyatakan factor yang menentukan tinggi rendahnya efisiensi pakan adalah jenis sumber nutrisi dan jumlah dari tiap-tiap komponen sumber nutrisi dalam pakan tersebut. kelulushidupan ikan patin yang diberikan dengan dosis probiotik. Menurut Yadi (2010) nilai kelangsungan hidup atau derajat kelulushidupan ikan merupakan salah satu perameter yang menunjukan keberhasilan dalam budidaya pembesaran ikan. Adapun yang dapat disimpulkan dari penelitian ini yaitu Pemeliharan ikan patin dengan sistem bioflok pada pemberian dosis probiotik yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap ikan patin. Dengan perlakuan yang terbaik dengan pemberian dosis 15 ml/m3 dapat menghasilkan laju pertumbuhan bobot mutlak tertinggi 7.08 gram, panjang mutlak 3.82 cm, laju pertumbuhan harian 3,69%, efisiensi pakan sebesar 70.06%, FCR terendah 1.51%, derajat kelulushidupan 58% dan volume flok sebesar 2.1 ml.

FILSAFAT ILMU DALAM BIDANG PERIKANAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pengetahuan tentang filsafat ilmu semakin dirasakan manfaatnya mengingat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan semakin menyimpang jauh dari filsafat. Pada awalnya, filsafat mengkaji ilmu dengan tujuan untuk mensejahterakan umat manusia. Aspek penyadaran akan penyimpangan ilmu sangat dibutuhkan bagi mahasiswa, sehingga mereka tidak mengulangi hal yang sama dimasa mendatang. Manfaatnya akan semakin terasa pada saat akan melakukan penelitian. Pengetahuan yang memadai sangat diperlukan, supaya peneltian yang akan dilakukan dapat direncanakan dengan baik, sistematis, efisien dan menghasilkan sesuatu sesuai dengan rencana. Banyak kasus dimana peneliti tidak memahami dengan baik rencana
penelitian yang telah dibuat, sehingga pada waktu melakukan penelitian di lapangan, melakukan penelitian yang sesungguhnya tidak sesuai dengan rancangan penelitian yang direncanakan.
Filsafat seringkali disebut sebagai ibu dari semua ilmu (mater scientiarum). Statemen ini dapat dibuktikan, setidaknya dengan skema sejarah munculnya ilmu-ilmu menyatakan bahwa kajian para filosof di era awal yang sangat luas berimplikasi pada munculnya ilmu-ilmu pada era selanjutnya. Psikologi, salah satu ilmu yang di era modern dikelompokkan pada kajian humaniora, adalah salah satu disiplin ilmu yang juga memiliki keberlanjutan sejarah dan pemikiran dengan ‘sang induk segala ilmu’. (Suriarumantri, 2003)
Secara umum filsafat ilmu memberikan landasan umum filosofis dari setiap ilmu dapat dipersingkat melalui tiga pertanyaan penting; Ontologi, apa yang ingin kita ketahui? Epistimologinya, Bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan? Dan Aksiologinya, apakah nilai pengetahuan tersebut bagi kita?
Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari objek tersebut ? bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuakan pengetahuan?.
Epistemologi berusaha menjawab bagaimna proses yang memungkinkan di timbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Ha-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara/tehnik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?.
Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma norma moral?
Dengan pengertian di atas, maka keterhubungan psikologi dengan filsafat dapat dipelajari lebih jauh. Psikologi sebagai bidang ilmu yang secara khusus bersinggungan langsung dengan obyek studi yakni manusia, mendapatkan refleksi sekunder dari analisa kefilsafatan. Tujuan dari analisa sekunder ini untuk memahami apa yang menjadi orientasi global serta kerja khusus dari ilmu psikologi itu sendiri. Filsafat ilmu juga membahas mengenai metodologi; pertayaan seperti apa yang disebut dengan ilmiah, dari mana sumber ilmu diperoleh, apa saja nilai yang dibawa oleh suatu ilmu?
Inilah yang ingin kita ketahui dalam filsafat ilmu, bagaimanakah studi psikologi, misalnya, disebut sebagai studi ilmiah? Sudahkah penelitian psikologi memberikan kebaikan bagi manusia?
B.  ONTOLOGI DALAM KAITANNYA DENGAN  POPULASI IKAN YANG SEMAKIN MEROSOT
1.  KEADAAN WILAYAH INDONESIA
Negara Indonesia terdiri atas 17.502 buah pulau, dan garis pantai sepanjang 81.000 km dengan Luas wilayah perikanan di laut sekitar 5,8 juta Km2, yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta Km2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta Km2. Fakta tersebut menunjukkan bahwa prospek pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia dinilai sangat cerah dan menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang strategis. Sumberdaya ikan yang hidup di wilayah perairan Indonesia dinilai memiliki tingkat keragaman hayati (bio-diversity) paling tinggi. Sumberdaya tersebut paling tidak mencakup 37% dari spesies ikan di dunia (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1994). Di wilayah perairan laut Indonesia terdapat beberapa jenis ikan bernilai ekonomis tinggi antara lain : tuna, cakalang, udang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi, ikan-ikan karang (kerapu, baronang, udang barong/lobster), ikan hias dan kekerangan termasuk rumput laut (Barani, 2004).
Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang sangat besar baik dari segi kuantitas maupun keanekaragamannya. Potensi lestari (maximum sustainable yield/MSY) sumber daya perikanan tangkap diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Sedangkan potensi yang dapat dimanfaatkan (allowable catch) sebesar 80% dari MSY yaitu 5,12 juta ton per tahun. Namun demikian, telah terjadi ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan antar kawasan dan antar jenis sumber daya.Di sebagian wilayah telah terjadi gejala tangkap lebih (over fishing) seperti di Laut Jawa dan Selat Malaka, sedangkan di sebagian besar wilayah timur tingkat pemanfaatannya masih di bawah potensi lestari.
2.  APA ITU POPULASI IKAN
Pengetahuan tentang populasi sebagai bagian dari pengetahuan ekologi telah berkembang menjadi semakin luas. Dinamika populasi tampaknya telah berkembang menjadi pengetahuan yang dapat berdiri sendiri. Dalam perkembangannya pengetahuan itu banyak mengembangkan kaidah-kaidah matematika terutama dalam pembahasan kepadatan dan pertumbuhan populasi.
Pengembangan kaidah-kaidah matematika itu sangat berguna untuk menentukan dan memprediksikan pertumbuhan populasi organisme di masa yang akan datang. Penggunaan kaidah matematika itu tidak hanya memperhatikan pertumbuhan populasi dari satu sisi yaitu jenis organisme yang di pelajari, tetapi juga memperhatikan adanya pengaruh dari faktor-faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Pengetahuan tentang dinamika populasi menyadarkan orang untuk mengendalikan populasi dari pertumbuhan meledak ataupun punah.
Populasi adalah kelompok ikan sejenis yang hidup di daerah tertentu pada waktu tertentu. Populasi selalu tersusun atas beberapa individu sejenis seperti populasi ikan bendeng,populasi ikan lele, mas, nila dst. Populasi ikan di suatu perairan adalah dinamis, mengalami perubahan-perubahan, baik penambahan maupun pengurangan. Penambahan terhadap populasi dapat disebabkan oleh karena masuknya individu lain yang berasal dari daerah lain (imigrasi)dan karena adanya kelahiran (natalitas). Pengurangan terhadap suatu populasi dapat disebabkan karena kematian (mortalitas)atau karena keluarnya individu dari populasi tersebut ke luar wilayah perikanan.
Pada awal perkembangan perikanan dunia, beberapa ahli beranggapan bahwa stok ikan laut sangat besar dan memiliki daya pulih (recovery) yang cepat sehingga bisa dieksploitasi secara besar-besaran dalam jangka waktu relatif yang lama. Namun kenyataannya, hanya dalam jangka waktu 20 tahun, stok ikan laut dunia sudah berkurang sekitar 80% dan saat ini kondisinya sudah mengkhawatirkan. Isu strategis dan permasalahan umum yang menjadi kendala utama dalam mewujudkan kegiatan perikanan berkelanjutan di Indonesia adalah: 1) pengelolaan perikanan (fisheries management); 2) penegakan hukum (law enforcement); dan 3) pelaku usaha perikanan.
Sebagai contoh dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.  Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki potensi sumber daya hayati yang sangat besar.  Hal tersebut terkait dengan keanekaragaman hayati lautnya yang tertinggi di dunia.  Akan tetapi,  potensi tersebut kini mengalami cekaman yang serius.  Beberapa hal ditenggarai telah menjadi penyebab utama menurunnya stok ikan di daerah-daerah perikanan artisanal.  Seperti upaya tangkap berlebih (overfishing) hingga di bawah ambang batas tangkapan lestarinya, dan aktifitas perikanan yang merusak (Destructive Fishing), serta pencemaran perairan laut. Ditambah lagi dengan pengelolaan wilayah penangkapan yang tidak efektif, dan tingginya permintaan akan ikan hidup untuk konsumsi beberapa negara di Asia Tenggara.  Padahal, dengan total 456 spesies karang dan 2027 spesies ikan karang, terumbu karang Indonesia memproduksi 156.000 ton ikan dari 145.000 ton potensi lestarinya (sustainable yield), artinya 122 % dari potensi lestari ikan karang di Indonesia telah di eksploitasi.
B.  EPISTIMOLOGI DALAM KAITANNYA DENGAN PENYEBAB POPULASI IKAN YANG SEMAKIN MEROSOT
Sumberdaya ikan bersifat renewable dynamical aquatic resources.  Daya pulih ditentukan oleh produktivitas lingkungan perairan untuk mendukung proses rekrutmen dan pertumbuhan untuk mencapai keseimbangan dinamis akibat kematian alami atau penangkapan.  Dinamika stok ikan sangat dipengaruhi oleh aktivitas penangkapan atau kematian alami atau kegiatan lain yang dapat menghambat pertumbuhan dan rekrutmen (kerusakan habitat dan ketidakseimbangan ekosistem).Pada kenyataannya, kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan beranggapan bahwa sumberdaya ikan bersifat; renewable resources, common property, open access, dan senantiasa berpindah-pindah.  Sebagai contoh pada pengelolaan open access, yaitu regulasi yang membiarkan nelayan menangkap ikan dan mengeksploitasi sumber daya hayati lainnya kapan saja, dimana saja, berapapun jumlahnya, dan dengan alat apa saja. Regulasi ini mirip ”hukum rimba” dan ”pasar bebas”, siapa yang kuat akan bertahan.  Dampak negatif yang dtimbulkan dari regulasi open access yaitu,tragedy of common baik berupa kerusakan sumber daya kelautan dan perikanan maupun konflik antar nelayan.
Beberapa hal tersebut menjadikan sumberdaya ikan mempunyai kompleksitas yang tinggi dan luas.  Tingginya kompleksitas dalam pengelolaan sumberdaya perikanan juga disebabkan oleh tingginya tingkat ketidakpastian (uncertainty) dan risiko pengelolaan yang ditimbulkan.  Oleh karena itu dalam pengelolaan sumberdaya ikan sebaiknya ditetapkan tujuan secara terarah dan terfokus, untuk memperoleh output dan mengatasi out come sesuai dengan prioritas secara tegas.  Pengelolaan tersebut dapat berupa pendekatan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
Penyebab menurunnya stok ikan
Adapun penyebab menurunnya populasi atau stok ikan yaitu :
1. Penangkapan ikan berlebih (overfishing)
adalah salah satu bentuk eksploitasi berlebihan terhadap populasi ikan hingga mencapai tingkat yang membahayakan. Hilangnya sumber daya alam, laju pertumbuhan populasi yang lambat, dan tingkat biomassa yang rendah merupakan hasil dari penangkapan ikan berlebih, dan hal tersebut telah dicontohkan dari perburuan sirip hiu yang belebihan dan mengganggu ekosistem laut secara keseluruhan.Kemampuan usaha perikanan menuju kepulihan dari jatuhnya hasil tangkapan akibat hal ini tergantung pada kelentingan ekosistem ikan terhadap turunnya populasi. Perubahan komposisi spesies di dalam suatu ekosistem dapat terjadi pasca penangkapan ikan berlebih di mana energi pada ekosistem mengalir ke spesies yang tidak ditangkap.Dampak penangkapan ikan berlebih secara tidak langsung adalah mengurangi pendapatan nelayan sehingga sebagian beralih profesi. Di Laut China Timur, nelayan beralih profesi dari perikanan tangkap ke budi daya perairan, pemrosesan ikan, dan wisata bahari setelah hasil tangkapan lokal menurun.
Kerusakan yang ditimbulkan dengan adanya penangkapan berlebihan yaitu :
a.  Kerusakan berdasarkan populasi ikan
Umumnya ikan ditangkap ketika sudah mencapai ukuran tubuh tertentu, dan ikan berukuran kecil tidak tertangkap oleh jaring atau dilepaskan oleh nelayan. Ikan yang ditangkap berlebih berdasarkan ukuran tubuh akan menyebabkan ikan yang tersisa di populasi merupakan ikan berusia muda yang masih jauh dari tahap kematangan seksual sehingga sulit bagi populasi untuk mengembalikan populasi. Hal ini akan menjadikan tangkapan berikutnya menjadi lebih sedikit, sehingga peraturan dilonggarkan untuk menjaga pendapatan nelayan.
b.  Kerusakan berdasarkan ekosistem
Penurunan populasi terjadi ketika penangkapan ikan berlebih mempengaruhi keseimbangan ekosistem, misal dengan menghabisi satu tingkatan trofik tertentu sehingga tingkatan trofik di atasnya tidak mendapatkan mangsa. Contoh lainnya adalah penangkapan ikan tuna berlebih yang menyebabkan populasi ikan kecil seperti ikan teri mengalami peningkatan.
Contoh kasus
v  Di Peru, penurunan hasil tangkapan jatuh pada tahun 1970an akibat penangkapan ikan berlebih dari gangguan cuaca oleh El Niño. Ikan teri dulunya merupakan sumber daya alam yang utama bagi Peru dengan hasil tangkapan lebih dati 10 juta metrik ton per tahun, namun setelah tahun 1971 jumlahnya terus menurun hingga hanya 4 juta metrik ton per tahun.
v  Di pulau Newfoundland, Kanada, populasi ikan kod mengalami penurunan drastis. Di tahun 1992, Kanada mengeluarkan moratorium yang melarang penangkapan ikan di wilayah tersebut hingga waktu yang tidak ditentukan.
v  Berbagai ikan demersal laut dalam seperti Hoplostethus atlanticus, Dissostichus eleginoides, dan Anoplopoma fimbria berada dalam kondisi terancam karena penangkapan ikan berlebih. Ikan laut dalam merupakan jenis ikan yang sangat lambat pertumbuhan dan laju reproduksinya. Ikan jenis ini baru mencapai tahap kematangan seksual pada usia 30 atau 40 tahun. Ikan laut dalam juga berada di perairan internasional yang tidak dilindungi oleh peraturan negara manapun. Ikan laut dalam semakin diincar sejak ditemukannya teknologi pendingin yang dapat dibawa hingga ke laut bebas.
2.   Iklim
Selain karena overcapacity, perubahan lingkungan diperkirakan menjadi salah satu penyebab penurunan drastis stok ikan di Laut Atlantik Utara atau di dunia seperti yang dilaporkan dalam pertemuan ahli biologi perikanan beberapa waktu yang lalu di London [5]. Perubahan lingkungan yang dimaksud terutama adalah peningkatan suhu permukaan laut. Ekosistem laut, khususnya di Atlantik Utara, sangat mudah terpengaruh dampak fluktuasi kondisi alam dibanding dengan yang diperkirakan sebelumnya.
Projek penelitian Global Ocean Ecosystem Dynamics (GLOBEC) telah berhasil mengidentifikasi mekanisme alam yang mengatur dinamika populasi dan produktivitas laut. Mereka menduga bahwa penurunan stok ikan laut yang turun secara drastis sebagai akibat dari kesalahan mengimplementasikan ilmu ekologi dan ekonomi dalam dekade terakhir.
Para ahli eko-biologi GLOBEC telah menemukan respon biologi terhadap perubahan lingkungan dalam ekosistem laut dari laut Baltik hingga Antartika. Terbukti bahwa perubahan biologis dalam 10 tahun terakhir telah memberikan pengaruh terhadap kelimpahan sumberdaya alam. Tim juga menemukan pengaruh variasi suhu air dan kekuatan angin terhadap rantai makanan (food web) di Atlantik utara. Kepunahan dan kegagalan dalam memulihkan populasi ikan herring di laut Baltik dan stok ikan cod di Newfoundland, Kanada (yang penangkapannya telah dihentikan) menunjukkan bahwa faktor lain selain penangkapan telah berperan besar dalam menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Okrh sebab itu, dalam mengembangkan kebijakan perikanan berkelanjutan, penentuan berapa banyak ikan yang hilang akibat penangkapan dan berapa yang diakibatkan oleh faktor lingkungan merupakan hal yang sangat penting. Sebab, bila kita salah memprediksi hal itu, akan berdampak serius terhadap masyarakat.
Perubahan iklim dan faktor lingkungan, selain berdampak terhadap overfishing, juga diyakini sebagai penyebab penurunan stok ikan dunia. Telah diketahui sejak dulu bahwa variasi iklim dapat mempengaruhi restoking burayak (juvenile), khususnya ikan-ikan yang hidup di daerah sekitar pantai. Musim pemijahan dan kelimpahan burayak telah diduga setiap tahun melalui survey dan data penangkapan. Informasi ini telah terintegrasi dengan pengaruh iklim dan karenanya dapat digunakan untuk menentukan kuota penangkapan yang optimal.
3.   Perusakan Habitat ikan
Kerusakan habitat ikan terhadap terumbu karang di laut. Perusakan terumbu karang ini dilakukan dengan cara pengeboman dalam usaha untuk menangkap ikan sebanyak – banyaknya oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan juga penggunaan racun potasium. Tidak hanya itu, tindakan yang merusak biota laut ini juga dilakukan dengan cara mengeksploitasi terumbu karang untuk digunakan sebagai pondasi bangunan dan juga mengeoploitasi hasil laut yang tidak teratur. Pengeksploitasian batu karang yang banyak digunakan untuk bahan bangunan juga menjadi salah satu fakor yang menyebabkan kerusakan ekosistem yang terjadi di laut.  Penambangan pasir pantai yang dilakukan manusia untuk di jadikan sebagai bahan bangunan. Hal ini tentu memicu kerusakan ekosistem laut yang menjadi daerah asuhan bagi beberapa jenis ikan.
Dengan rusaknya terumbu karang, tentunya juga akan merusak biota laut.   Terumbu karang merupakan tempat dimana hidupnya ribuan jenis ikan yang menggantungkan hidupnya dengan memakan fitoplankton yang juga hidup di daerah terumbu karang tersebut.
3.   Limbah
Pembuangan berbagai macam limbah yang dibuang ke laut. Berbagai macam limbah domestik, limbah industri dan pembuangan sisa pengolahan ikan yang langsung di buang ke laut tentunya akan mencemari dan menurunkan kualitas laut. Pencemaran ini tentunya akan merusak ekosistem laut.
4.   Penggunaan alat tangkap
Penggunaan alat tanggap seperti cantrang dapat menghasilkan hasil tangkapan yang tidak selektif seperti menangkap semua ukuran ikan, udang, kepiting, serta biota lainnya.Biota yang dibuang akan mengacaukan data perikanan karena tidak tercatat sebagai hasil produksi perikanan.Mengeruk dasar perairan dalam dan pesisir tanpa terkecuali terumbu karang dan merusak lokasi pemijahan biota laut.Sumber daya ikan di perairan Laut Jawa mengalami degradasi dikarenakan padatnya aktivitas penangkapan dari berbagai daerah.
Hasil Forum Dialog pada tanggal 24 April 2009 antara Nelayan Pantura dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah, TNI-AL, POLRI, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggambarkan kondisi Cantrang di Jawa Tengah, yaitu jumlah Kapal Cantrang  pada tahun 2004 berjumlah 3.209 unit, meningkat 5.100 unit di tahun 2007 dan pada tahun berjumlah 10.758 unit. Sedangkan hasil tangkapan per unit (Catch Per-unit of Effort/CPUE) menurun dari 8,66 ton pada tahun 2004 menjadi 4,84 ton di tahun 2007. Dikarenakan telah overfishing, para nelayan di Pantai Utara Jawa tersebut mulai bergerak ke Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) lainnya. Pergerakkan ini bahkan telah tercatat sejak 1970.
C.  AKSIOLOGI DALAM KAITANNYA PENGENDALIANNYA AKIBAT POPULASI IKAN YANG SEMAKIN MEROSOT
1.   ASPEK SOSIAL EKONOMI
Efisiensi ekonomi berbasis kegiatan :
v  Menghilangkan subsidi bagi pengadaan armada baru dan modernisasi kapal penangkap;
v  Pengurangan kapasitas perikanan;
v  Mentransfer hak/izin penangkapan sebagai suatu aset kebutuhan finansial;
Susilo (2003) di dalam kajiannya terhadap status keberlanjutan perikanan tangkap di OKI Jakarta menyebutkan bahwa lapangan pekerjaan dan pendapatan altematif di luar perikanan tangkap sangat sensitif terhadap status keberlanjutan pelikanan tangkap. Makna dari pernyataan ini adalah bahwa kebijakan yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan di luar perikanan serta altematif pendapatan harus diambil agar keberlanjutan pembangunan perikanan tangkap dapat dipertahankan.
2.   ASPEK LINGKUNGAN
Tingginya ketidakpastian pengelolaan penangkapan telah menjadi salah satu penyebab hilangnya beberapa stok ikan. Karena itu disarankan untuk melakukan penutupan fishing grounds guna mencegah overeksploitasi dengan cara membuat batas maksimum volume tangkapan (upper limit on fishing mortality). Marine protected areas (MPAs), dengan kombinasi usaha kuat untuk menjaga area yang bisa dieksploitasi, telah menunjukkan hasil positif untuk mengembalikan penurunan stok. Pada beberapa kasus, MPAs telah berhasil digunakan untuk memproteksi spesies lokal, memulihkan biomassa, dan sedikit menjaga populasi ikan di luarnya dengan melepas ikan burayak (juvenile) atau ikan dewasa.  Meskipun migrasi ikan menjadi titik kelemahan dari MPA, namun tetap akan membantu memulihkan spesies ikan dengan menghindarkan kerusakan akibat trawl, dan menurunkan kematian ikan burayak. Penggunaan zona larangan-tangkap dalam MPAs akan menjadi lebih efektif bila didukung dengan teknologi tinggi seperti monitoring dengan satelit, yang saat ini digunakan untuk meningkatkan hasil tangkapan.
Lebih lanjut, MPAs yang mencakup suatu habitat laut mungkin juga akan mampu mencegah kepunahan stok ikan tertentu, mirip dengan kehutanan dan habitat darat lainnya yang telah bisa menjaga spesies liar. Hal ini akan menuntun kepada identifikasi pola reservasi yang akan menjadi contoh di daerah perikanan terdekat, dan selanjutnya mempengaruhi komunitas pantai dan masyarakat sekitarnya yang tertarik dalam reservasi sumber daya ini.
Sekali lagi, bahwa ikan hasil tangkapan dan populasi alami untuk menyuplai kebutuhan penduduk dunia adalah tidak tak terbatas. Dengan demikian, sudah seharusnya usaha lain difokuskan untuk mengembalikan populasi ikan alami yang turun drastis dengan melakukan restoking besar-besaran dan mengurangi total kapasitas penangkapan. Pengelolaan yang tepat terhadap ikan laut di alam akan menghasilkan kemajuan yang berarti, tetapi sayangnya, hal ini membutuhkan pre-kondisi seperti keinginan politik untuk meng- implementasikan perubahan-perubahan dan membuat persetujuan antar negara untuk penggunaan laut secara bersama. 
3.   ASPEK TEKNOLOGI
Kebijakan pembatasan alat tangkap dengan menetapkan besar lubang mata jaring. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan selektifitas alat tangkap, sehingga yang tertangkap hanya  spesies target saja, sedang spesies lain dapat lolos keluar melalui lubang jaring tersebut. Contoh : pada alat tangkap purse seine, jaring angkat, dan jala tebar. Kebijakan diversifikasi alat tangkap. Dimaksudkan agar nelayan tidak bergantung pada salah satu jenis alat tangkap saja, melainkan dapat memilih jenis alat tangkap yang lain dengan spesies target yang berbeda.
Kegiatan bersifat generik :
v  Pengembangan kegiatan budidaya;
v  Pengembangan kegiatan pasca panen perikanan.
4.   TATA KELOLA (PERATURAN)
Konvensi PBB mengenai Hukum Laut berkaitan erat dengan aspek penangkapan ikan berlebih.
v  Pasal 61 mewajibkan negara pemilik garis pantai untuk mempertahankan sumber daya alam di dalam ruang lingkup ZEE mereka untuk menjauhkannya dari status terancam dan tereksploitas berlebihan.
v  Pasal 62 mengizinkan negara pemilik garis pantai untuk mendayagunakan secara optimum sumber daya alam di ZEE tanpa melanggar pasal 61.
v  Pasal 65 mengizinkan negara pemilik garis pantai untuk melarang, membatasi, atau mengatur eksploitasi hewan laut.
Berdasarkan beberapa pengamat, penangkapan ikan berlebih dapat dipandang sebagai tragedi kebersamaan (tragedy of commons), yaitu sebuah konsep di mana kepemilikan bersama justru menimbulkan kerugian bagi semua. Dalam hal ini, kepemilikan bersama adalah sumber daya perairan. Melalui kepemilikan perseorangan, seperti privatisasi sumber daya perairan dan budi daya ikan, menurut mereka, dapat menjadi solusi. Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap populasi ikan halibut di British Columbia memperlihatkan dampak positif setelah sebagian dari sumber daya perairan di sana diprivatisasi.
Solusi lainnya adalah kuota penangkapan ikan yang diberlakukan di mana nelayan hanya diizinkan untuk melabuhkan sejumlah ikan. Kemungkinan lainnya adalah menerapkan "kawasan dilarang masuk", di mana pada kawasan tersebut tidak boleh ada aktivitas penangkapan ikan komersial dan pelayaran sipil. Penerapan larangan masuk ini dapat berlangsung dalam batas waktu yang tidak ditentukan atau hanya diterapkan pada waktu tertentu saja, misal pada saat ikan berkembang biak.
Dari sisi penegakan hukum, pemerintah sudah menyiapkan perakat hukum untuk menjerat pelaku pelanggaran baik pencurian ikan maupun penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, diantaranya :
1.      UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan (Perubahan dari UU No. 31 tahun 2004)
Aturan Mengenai Pelarangan Pukat Hela dan sebagainya bukanlah aturan baru yang serta merta dikeluarkan oleh Menteri susi, Aturan tersebut keluar sebagai Amanah dari UU No 31 taHUN 2004 Tentang Perikanan junto  UU No 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan UU No 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan dimana dalam Pasal 9 Ayat (1) UU tersebut disebutkan: “Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia“.
2.      UU No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi ikan
3.      UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir, laut dan Pulau-pulau kecil.
Kegiatan kelembagaan :
v  Peningkatan efisiensi kelembagaan dalam pengelolaan perikanan;
v  Implementasi CCRF pada rencana pembangunan perikanan secara baik dan kontinu;
v  Efisiensi ekonomi dan kelembagaan pada kegiatan internasional;