Iklan

Thursday, February 6, 2020

REGULASI PERIKANAN


PENDAHULUAN
Ada dua jenis kebijakan pemerintah yang dapat mencapai panen mapan yang optimal dan jumlah usaha penangkapan ikan adalah pajak atas usaha panen dan kuota pada usaha dan panen Aktivitas penangkapan  ikan secara berlebihan dapat menurunkan stok ikan dan dapat mengurangi produksi secara perlahan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dibuat suatu kebijakan tentang pengelolaan sumberdaya perikanan agar stoknya tidak habis akibat dari overfishing. Alasan ekonomi dalam mengatur peraturan tentang perikanan sangatlah jelas. beberapa kebijakan yang telah diberlakukan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dalam hal ini lebih kepada faktor-faktor produksi perikanan.
Jenis kebijakan pemerintah agar dapat mengoptimalkan upaya penangkapan yaitu dengan memberlakukan sistem pajak dan pembatasan penangkapan  pada saat musim panen. Pada saat penangkapan, perusahaan akan dikenakan pajak sesuai dengan hasil tangkapan yang diperoleh, sehingga mengurangi pendapatan perusahaan. Setelah memberlakukan system moratorium panen selama tiga tahun dengan memberlakukan pajak optimal pada saat panen akan memungkinkan pulih dari penangkapan berlebih dan meminimalkan eksploitasi dengan membatasi usaha yang ada.
Studi Kasus Penerapan Peraturan Perikanan di Indonesia
1.    Pelarangan Cantrang
Cantrang merupakan alat penangkapan ikan yang bersifat aktif dengan pengoperasian menyentuh dasar perairan. Cantrang dioperasikan dengan menebar tali selambar secara melingkar, dilanjutkan dengan menurunkan jaring cantrang, kemudian kedua ujung tali selambar dipertemukan. Kedua ujung tali tersebut kemudian ditarik ke arah kapal sampai seluruh bagian kantong jaring terangkat. Penggunaan tali selambar yang mencapai panjang lebih dari 1.000 m (masing-masing sisi kanan dan kiri 500 m) menyebabkan sapuan lintasan tali selambar sangat luas. Ukuran cantrang dan panjang tali selambar yang digunakan tergantung ukuran kapal. Pada kapal berukuran diatas 30 Gross Ton (GT) yang dilengkapi dengan ruang penyimpanan berpendingin (cold storage), cantrang dioperasikan dengan tali selambar sepanjang 6.000 m. Dengan perhitungan sederhana, jika keliling lingkaran 6.000 m, diperoleh luas daerah sapuan tali selambar adalah 289 Ha. Penarikan jaring menyebabkan terjadi pengadukan dasar perairan yang dapat menimbulkan kerusakan dasar perairan sehingga menimbulkan dampak signifikan terhadap ekosistem dasar bawah laut.
Setelah dilakukan pengukuran ulang, kapal dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu kapal berukuran dibawah atau < 10 GT, berukuran antara 10 hingga 30 GT, dan diatas atau > 30 GT. Adapun kebijakan yang ditetapkan untuk setiap kategori adalah sebagai berikut : 1. Kapal dibawah 10 GT, pemerintah memberikan bantuan alat penangkap ikan baru sebagai pengganti alat penangkapan ikan yang dilarang, di antaranya jaring insang (gillnet), pancing ulur (handline), rawai dasar, rawai hanyut, pancing tonda, pole and line, bubu lipat ikan, bubu lipat rajungan, dan trammel net. 2. Kapal 10 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas permodalan untuk memperoleh kredit usaha rakyat. 3. Kapal diatas 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas perizinan dan relokasi DPI ke WPP 711 dan 718. 1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2/7 9-10-2017 Sementara itu, di beberapa daerah banyak alat tangkap yang mengalami perkembangan, perubahan bentuk, model, serta cara pengoperasian.
Berbagai alat tangkap tersebut juga dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda. Meskipun demikian, alat tangkap tersebut tetap mengacu pada salah satu kelompok alat tangkap ikan yang dilarang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP. 06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Jadi, meskipun namanya telah berubah menjadi cantrang, pada dasarnya tetaplah pukat tarik yang telah dilarang. Adapun pengaturan penempatan alat tangkap telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. **Biro Kerjasama dan Humas KKP dan Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo
Adapun beberapa dampak yang ditimbulkan apabila cantrang dilanjutkan yaitu Hasil tangkapan  tidak selektif, menangkap semua ukuran ikan, udang, kepiting, serta biota lainnya, Biota yang dibuang akan mengacaukan data perikanan karena tidak tercatat sebagai hasil produksi perikanan, Mengeruk dasar perairan dalam dan pesisir tanpa terkecuali terumbu karang dan merusak lokasi pemijahan biota laut, Sumber daya ikan di perairan Laut Jawa mengalami degradasi dikarenakan padatnya aktivitas penangkapan dari berbagai daerah.
2.    Ilegal Fishing
Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek dalam pemanfaatan sumber daya perikanan yang merupakan kegiatan pelanggaran hukum. Tindakan Illegal Fishing umumnya bersifat merugikan bagi sumber daya perairan yang ada. Tindakan ini semata-mata hanya akan memberikan dampak yang kurang baik bagi ekosistem perairan, akan tetapi memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan, dan termasuk ke dalam tindakan Illegal Fishing adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan racun, serta penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang.
Tindakan Illegal Fishing terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Illegal Fishing merupakan kejahatan perikanan yang sudah terorganisasi secara matang, mulai di tingkat nasional sampai internasional. Dewasa ini, tindakan Illegal Fishing telah berubah cara beroperasinya bila dibandingkan dengan cara 31 beroperasi pada pertengahan tahun 1990-an. Tindakan Illegal Fishing telah menjadi a highly sophisticated form of transnational organized crime, dengan ciri-ciri antara lain kontrol pergerakan kapal yang modern dan peralatan yang modern, termasuk tangki untuk mengisi bahan bakar di tengah laut.
Menurut Rokhmin Dahuri, sampai tahun 2002 nilai kerugian negara akibat tindakan Illegal Fishing mencapai angka US$1.362 miliar per tahun.6 Secara umum tindakan Illegal Fishing yang terjadi di perairan Indonesia, antara lain :7 1. Penangkapan ikan tanpa izin; 2. Penangkapan ikan dengan menggunakan izin palsu; 3. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang; dan 4. Penangkapan ikan dengan jenis (species) yang tidak sesuai dengan izin. Tingginya angka tindakan Illegal Fishing di perairan Asia Tenggara dan Pasifik serta kondisi overfishing yang mengancam keberlangsungan sumber daya.
Faktor Penyebab Maraknya Illegal Fishing :
Saat ini Illegal Fishing di Indonesia masih belum bisa 100% diberantas. Karena meskipun sudah ada Undang – Undang yang mengatur tentang perikanan dan segala tindak pidananya bagi yang melanggar, para pelaku illegal fishing masih terus melanjukan aksinya. Jika ditinjau kembali, ada banyak faktor yang menyebabkan hal itu tejadi. Salah satu diantaranya adalah kurang jelas dan tegasnya isi dari UU nomor 31 Tahun 2004 yang mengatur tentang Perikanan. Dapat dilihat pada Pasal 8 dan 9 dimana pelanggaran alat tangkap dan fishing ground hanya dimasukkan dalam kategori pelanggaran dengan denda hanya Rp 250 juta. Hal semacam itu, seharusnya masuk kategori pidana dengan sanksi lebih berat. Seharusnya alat tangkapnya juga disita dan pengawasan pada fishing ground yang dilindungi tersebut lebih ditingkatkan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan UndangUndang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2010 Tentang Perikanan telah tercantum kegiatan yang berhubungan dengan Illegal Fishing yaitu : 1) Pasal 7: kewajiban setiap orang untuk memenuhi kewajiban sebagaimana 12Ibid, h. 24. 38 ditetapkan oleh Menteri dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.
Faktor -faktor yang menyebabkan terjadinya Illegal fishing di perairan Indonesia tidak terlepas dari lingkungan strategis global terutama kondisi perikanan di negara lain yang memiliki perbatasan laut, dan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia itu sendiri. Secara garis besar faktor penyebab tersebut dapat dikategorikan menjadi 7 (tujuh) faktor, sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Pertama, Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia menurun, terjadi overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini mendorong armada perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan cara legal atau illegal.
Kedua, Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara lain dibandingkan di Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih adanya surplus pendapatan.
Ketiga, Fishing ground di negara-negara lain sudah mulai habis, sementara di Indonesia masih menjanjikan, padahal mereka harus mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi mereka dan harus mempertahankan produksi pengolahan di negara tersebut tetap bertahan. 
Keempat, Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain kemampuan pengawasan khususnya armada pengawasan nasional (kapal pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk mengawasai daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan masih sangat terbukanya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas (High Seas) telah menjadi magnet penarik masuknya kapal-kapal ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal fishing.
Kelima, Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini bersifat terbuka (open acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input restriction). Hal ini kurang cocok jika dihadapkan pada kondisi faktual geografi Indonesia, khususnya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas.
Keenam, Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta SDM pengawasan khususnya dari sisi kuantitas. Sebagai gambaran, sampai dengan tahun 2008, baru terdapat 578 Penyidik Perikanan (PPNS Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah Kapal) Kapal Pengawas Perikanan. Jumlah tersebut, tentunya sangat belum sebanding dengan cakupan luas wilayah laut yang harus diawasi. Hal ini, lebih diperparah dengan keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan.
Ketujuh, Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak hukum masih dalam penanganan perkara tindak pidana perikanan masih belum solid, terutama dalam hal pemahaman tindakan hukum, dan komitmen operasi kapal pengawas di ZEE.
            Dampak Perikanan Ilegal :
     Maraknya kegiatan perikanan ilegal yang terjadi di perairan Indonesia tidak hanya memiliki dampak terhadap stok ikan nasional, tetapi juga global. Hal ini akan menyebabkan keterpurukan ekonomi nasional dan meningkatnya permasalahan sosial di masyarakat perikanan Indonesia. Sedikitnya terdapat sepuluh masalah pokok dari aktivitas perikanan ilegal yang telah memberi dampak serius bagi Indonesia :
Pertama, perikanan ilegal di perairan Indonesia akan mengancam kelestarian stok ikan nasional bahkan dunia. Praktek perikanan yang tidak dilaporkan atau laporannya salah (misreported), atau laporannya di bawah standar (under reported), dan praktek perikanan yang tidak diatur (unregulated) akan menimbulkan masalah akurasi data tentang stok ikan yang tersedia. Jika data stok ikan tidak akurat, hampir dipastikan pengelolaan perikanan tidak akan tepat dan akan mengancam kelestarian stok ikan nasional dan global.
Kedua, perikanan ilegal di perairan Indonesia akan mengurangi kontribusi perikanan  tangkap di wilayah ZEEI atau laut lepas kepada ekonomi nasional (PDB). Disamping juga mendorong hilangnya sumberdaya perikanan yang seharusnya dinikmati oleh Indonesia. Pemerintah mengklaim bahwa kerugian dari praktek perikanan ilegal mencapai US$ 4 milyar per tahun. Jika diasumsikan harga ikan ilegal berkisar antara US$ 1.000 – 2.000 per ton maka setiap tahunnya Indonesia kehilangan sekitar 2 – 4 juta ton ikan.
Ketiga, perikanan ilegal mendorong ke arah penurunan tenaga kerja pada sektor perikanan nasional, seperti usaha pengumpulan dan pengolahan ikan. Apabila hal ini tidak secepatnya diselesaikan maka akan mengurangi peluang generasi muda nelayan untuk mengambil bagian dalam usaha penangkapan ikan.
Keempat, perikanan ilegal akan mengurangi peran tempat pendaratan ikan nasional (pelabuhan perikanan nasional) dan penerimaan uang pandu pelabuhan.
Kelima, perikanan ilegal akan mengurangi pendapatan dari jasa dan pajak dari operasi yang sah. Perikanan ilegal akan mengurangi sumberdaya perikanan, yang pada gilirannya akan mengurangi pendapatan dari perusahaan yang memiliki izin penangkapan yang sah.
Keenam, baik secara langsung maupun tidak langsung, multiplier effects dari perikanan ilegal memiliki hubungan dengan penangkapan ikan nasional. Karena aktivitas penangkapan ikan nasional akan otomotis berkurang sejalan dengan hilangnya potensi sumberdaya ikan akibat aktivitas perikanan ilegal. Pada umumnya ikan yang dicuri dari perairan Indonesia adalah ikan tuna dan ikan pelagis besar lainnya.
Ketujuh, perikanan ilegal akan berdampak pada kerusakan ekosistem, akibat hilangnya nilai dari kawasan pantai, misalnya udang yang dekat ke wilayah penangkapan ikan pantai dan dari area bakau dirusak oleh perikanan ilegal. Selanjutnya akan berdampak pada pengurangan pendapatan untuk masyarakat yang melakukan penangkapan ikan di wilayah pantai.
Kedelapan, perikanan ilegal akan meningkatkan konflik dengan armada nelayan tradisional. Maraknya perikanan ilegal mengganggu keamanan nelayan Indonesia khususnya nelayan tradisional dalam menangkap ikan di perairan Indonesia. Nelayan asing selain melakukan penangkapan secara ilegal, mereka juga sering menembaki nelayan tradisional yang sedang melakukan penangkapan ikan di daerah penangkapan (fishing ground) yang sama. Selain itu perikanan illegal juga akan mendorong ke arah pengurangan pendapatan rumah tangga nelayan dan selanjutnya akan memperburuk situasi kemiskinan.
Kesembilan, perikanan ilegal berdampak negatif pada stok ikan dan ketersediaan ikan, yang merupakan sumber protein penting bagi Indonesia. Pengurangan ketersediaan ikan pada pasar lokal akan mengurangi ketersediaan protein dan keamanan makanan nasional. Hal ini akan meningkatkan risiko kekurangan gizi dalam masyarakat, dan berdampak pada rencana pemerintah untuk meningkatkan nilai konsumsi ikan.
Kesepuluh, perikanan ilegal akan berdampak negative pada isu kesetaraan gender dalam penangkapan ikan dan pengolahan serta pemasaran hasil penangkapan ikan.
Fakta di beberapa daerah menunjukkan bahwa istri nelayan memiliki peranan penting dalam aktivitas penangkapan ikan di pantai dan pengolahan hasil tangkapan, termasuk untuk urusan pemasaran hasil perikanan.
 Upaya Yang Telah Dilakukan Pemerintah Untuk Mengatasi Illegal Fishing :
Pertama, pemerintah telah menerapkan teknologi VMS (Vessel Monitoring System), yaitu sistem pengawasan kapal yang berbasis satelit. VMS digunakan untuk memonitor gerak kapal yang menyangkut posisi kapal, kecepatan kapal, jalur lintasan (tracking) kapal serta waktu terjadinya pelanggaran.   Untuk mengimplementasikan VMS telah dibangun Fishing Monitoring Center (FMC) di kantor pusat Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta dan Regional Monitoring Center (RMC) di daerah Ambon dan Batam.
Kedua, pengawasan perikanan dilaksanakan oleh Pengawas Perikanan yang bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan peraturan perundang – undangan di bidang perikanan. Pengawas Perikanan terdiri atas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan dan non PPNS Perikanan. Adapun yang dimaksud dengan non PPNS Perikanan adalah Pegawai Negeri Sipil lainnya di bidang perikanan yang bukan penyidik, tetapi diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan.
Ketiga, untuk pengawasan langsung di lapangan terhadap kapal – kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan kapal – kapal patroli, baik yang dimiliki oleh Departemen Kelautan dan Perikanan maupun bekerjasama dengan TNI Angkatan Laut, Polisi Air, dan TNI Angkatan Udara.
Keempat, dengan membentuk Pokmawas (Kelompok Masyarakat Pengawas), yaitu pelaksana pengawas di tingkat lapangan yang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, nelayan – nelayan ikan, serta masyarakat kelautan dan perikanan lainnya. Kinerja Pokmawas hanya sekadar melaporkan segala tindak pelanggaran yang dilakukan di perairan Indonesia.
DAFTAR ISI

Keputusan Presiden No.39/1980
Keputusan Dirjen Perikanan No. IK.340/DJ.10106/97
Keputusan Menteri KP No. 16/2010
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No.2/2011
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No. 08/2011
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No 18/2013     
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No. 42/2014
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No. 71/2016
Code of Conduct for Responsible Fisheries 1995
International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing 2001.
Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices Including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing in the Region 2007.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Usaha Perikanan .
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 Tentang Usaha.



2 comments:

  1. Sahara Casino | Online Gaming | SA's Top Casino
    Sahara Casino is the 샌즈카지노 SA's premier online casino featuring over 1700 slots and casino games. The biggest names in the 인카지노 SA gaming industry 1xbet are all waiting

    ReplyDelete