PELANGGARAN
ETIKA DAN MORAL PADA ABLASI MATA UDANG
PENDAHULUAN
Usaha budidaya udang di Indonesia telah
berkembang sejak lama dengan komoditas utama udang windu (Penaeus monodon), yang
berkembang sangat pesat dengan menerapkan tehnologi intensif sampai dekade
2000-an. Peningkatan produksi yang sangat tinggi dalam upaya memenuhi
permintaan pasar ekspor, berdampak kepada meningkatnya permintaan benih udang,
sehingga produksi benih udang harus dilakukan secara intensif. Salah satu cara
untuk meningkatkan produksi benih udang adalah dengan melakukan ablasi untuk
mempercepat kematangan gonad. Ablasi adalah proses
pemotongan tangkai mata udang yang terdapat organ X sebagai penghasil hormon
perkembangan dan pematangan gonad (Gonade
Inhibiting Hormone/GIH) serta penghambat pergantian kulit (Moulty Inhibiting Hormone/MIH).
Jika organ X sudah tidak ada maka organ Y yang terletak di kepala dapat
menghasilkan hormon perangsang pembentukan gonad (Gonade Stimulating Hormone/GSH) sehingga proses
pematangan gonad dapat berlangsung cepat.
Saat ini teknik ablasi mata sudah umum
digunakan di Indonesia, namun penggunaan teknik ini ditantang oleh kelompok
pecinta binatang melalui isu animal
welfare. Eropa, Amerika, dan negara-negara maju lainnya sebagai
importir terbesar dunia telah menjadikan isu animal
welfare sebagai persyaratan dalam perdagangan biota air (Cholik dkk
2005). Oleh karena itu, Indonesia sebagai salah satu negara eksportir udang
perlu segera mengantisipasi isu tersebut melalui upaya perekayasaan anti ablasi
mata yang dapat mempercepat kematangan gonad udang, namun tidak “menyakiti”
induk udang yang digunakan. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan
memberikan bahan kimia anti-dopamin yang berfungsi untuk menon-aktifkan organ X
pada udang. Teknik ini diadopsi dari teknik pembenihan ikan.
A. Sistem
Endokrin Udang.
Hanstrom adalah orang pertama yang
menemukan organ endokrin pada crustaceae yang disebut kelenjar sinus dan
organ-X. Organ-X merupakan sumber penghasil bahan-bahan sekresi yang terdapat
pada kelenjar sinus organ-X dan terdiri dari sekelompok sel syaraf penghasil
hormon (Carlisle dan Passano 1953 ). Organ-X pada Brachyura terletak pada
bagian dorsolateral tangkai mata, antena medula eksternal dan medula internal,
sedangkan pada Natania organ-X berada didekat kulit luar dan biasanya dekat
bagian distal dari medula terminalis (Welsh 1961).
B.
Peranan Hormon dalam Perkembangan
Gonad Udang
Reproduksi pada udang dikendalikan
oleh berbagai hormon yang dihasilkan oleh tangkai mata, otak, ganglion toraks,
ovari, dan diduga juga dipengaruhi oleh ekdisteroid (Charmantier 1997).
Kecepatan perkembangan dan pematangan ovari akan dipengaruhi oleh aktifitas
kerja hormon tersebut. Berikut adalah hormon-hormon yang berperan dalam
perkembangan ovari udang.
1. Gonad
Inhibiting Hormone (GIH)
Gonad inhibiting hormone merupakan
hormon yang hanya ada pada krustase. Pada Homarus americanus, GIH
disintesis dalam sel neuroendokrin organ-X, tepatnya di dalam medula terminal
yang berada di tangkai mata (De Kleijn et al 1998). Neuropeptida hasil
sintesis ditransportasikan melalui axon ke kelenjar sinus untuk ditampung dan
disekresikan (De Kleijn et al 1998). GIH mempunyai peranan dalam
pematangan gonad baik jantan maupun betina, hal ini dikarenakan GIH merupakan
hormin yang dapat menghambat perkembangan gonad. Sekresi GIH dikendalikan oleh methionin
enkephalin (Met-Enk) dan dopamin.
2. Mandibular
Organ Inhibiting Hormone (MOIH)
Mandibular organ inhibiting hormone (MOIH)
merupakan hormon yang disintesis dan disekresi oleh komplek kelenjar sinus
organ-X pada tangkai mata (Tarsim 2007). MOIH berfungsi untuk menghambat proses
sintesis methyl farnesoate olehorgan mandibular (Huberman 2000).
3. Gonad
Stimulating Hormone (GSH)
Gonad
stimulating hormone (GSH) ditemukan pada otak dan thoracic
ganglion. Implantasi thoracic ganglion pada Procambarus clarkia dapat
menstimulasi perkembangan gonad (Sarojini et al. 1997). Fungsi dari GSH adalah
menghambat awal pergantian kulit oleh organ-Y dan merangsang hormon androgen
dalam pembentukan sperma dan memelihara pengeluaran telur pada individu betina.
4. Methyl
Farnesoate (MF)
Struktur MF mirip
dengan juvenile hormone III pada serangga yang disintesis oleh mandibular
organ (MO) (Chang 1997). Methyl farnesoate berperan dalam reproduksi
krustase seperti gonadotropin dan juga berperan dalam morfogenesis. Berdasarkan
uji secara in vitro pada betina Libina emarginata, tingkat
produksi MF oleh mandibular organ tinggi saat perkembangan oosit dan oogenesis
(Laufer et al. 1997). Implantasi MO pada juvenil betina berpengaruh
terhadap perkembangan gonad. Analisis in vitro pada udang vaname
menunjukkan bahwa MF menyebabkan peningkatan ukuran oosit secara signifikan. MF
berpengaruh terhadap peningkatan fekunditas udang vaname, selain itu MF juga
berperan merangsang organ-Y untuk mensintesis ecdysteroid (Laufer et al 1997)
5. Androgen
Hormone (AH)
Hormon androgen
dihasilkan oleh kelenjar androgen yang terdapat hanya pada individu jantan.
Kelenjar androgen mengeluarkan hormon yang berfungsi untuk menentukan kelamin,
tingkah laku, perkembangan testes, saluran sperma, dan proses pembelahan normal
spermatogenesis (Charniux-cotton 1962).
6. Female
Hormone (FH)
Sumber dari FH
kemungkinan di ovary, yang berfungsi untuk mengontrol perkembangan karakter
seks betina kedua pada decapoda (Charniux-cotton, 1962). FH secara langsung
maupun tidak langsung dipengaruhi oleh GIH yang berperan penting pada decapoda,
dimana GIH memerlukan tingkat optimum untuk menghasilkan FH dan juga diperlukan
untuk menghasilkan AH. Fungsi FH adalah berperan penting didalam rangsangan
oogensis.
C. Teknik Percepatan Kematangan
Gonad udang Melalui ablasi
Teknik percepatan
kematangan gonad yang paling sering digunakan di Indonesia adalah teknik ablasi
mata. Manipulasi hormon dengan cara ablasi mata pada udang telah dimulai oleh
Perkins pada tahun 1992 (Brown 1944). Didalam tangkai mata terdapat suatu
tempat yang memproduksi dan menyimpan hormone penghambat ovary yang mencegah
tingkat kedewasaan dari ovary atau kandungan telur (primavera dan yap 1979).
Tujuan ablasi mata adalah menghilangkan atau mengurangi hormon penghambat
kematangan gonad. Ablasi mata dapat merangsang perkembangan telur pada
krustase, akibat dihilangkannya kelenjar sinus (Hess 1941 dalam Nurdjana 1985).
Gambar.
Proses Pemotongan Mata Udang (Ablasi)
Ablasi mata
dilakukan dengan cara memotong tangkai mata udang. Proses ablasi ini hanya
dilakukan pada induk udang betina dengan menggunakan gunting yang dipanasi
terlebih dahulu. Pemotongan tangkai mata dilakukan dengan hati-hati tidak boleh
ada pemutusan tangkai secara paksa karena dapat merusak jaringan yang lain.
D.
Pelanggaran
Etika Pada Percobaan Ablasi Udang
Melalui percobaan ablasi pada udang,
diyakini dapat meningkatkan produksi pembenihan, namun disisi lain, setelah
dikaji lebih lanjut ternyata metode dengan melakukan pemotongan pada tungkai
mata atau ablasi dapat menyebabkan penurunan kualitas anakan udang, sebab
kondisi induk dapat mempengaruhi anakannya, selain itu hal tersebut juga
mengakibatkan udang menjadi cacat, secara etika dan moral, hal tersebut
melanggar kodrat dari hewan sendiri yaitu memiliki kelengkapan organ tubuh,
sehingga metode ablasi dianggap tidak relevan lagi, karena memberikan dampak
negative pada udang.
Seiring perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, didapatkan inovasi baru yaitu pemberian hormone
antidopamin yang dianggap lebih relevan dalam meningkatkan hasil reproduksi
udang tanpa harus menyakiti induknya dan merusak kualitas dari anakannya. Penambahan
hormon antidopamin dapat dijadikan sebagai teknik baru dalam percepatan
kematangan gonad udang.
Teknik ini diadopsi dari teknik
percepatan kematangan gonad ikan. Antidopamin adalah bahan kimia yang dapat
menghentikan kerja dopamin, sedangkan dopamin merupakan neurotransmitter yang
berperan dalam menghambat pematangan gonad udang (Chen et al. 2003).
Dopamin menghambat pematangan gonad dengan menstimulasi sekresi hormon
penghambat perkembangan gonad (GIH) (Fingerman 1997). Anti dopamin yang
terkandung dalam ovaprim berfungsi untuk memblok dopamin sehingga menstomilasi
sekresi gonadotropin (Harker, 1992 dalam Prasetya,2002).Metode yang dilakukan
adalah dengan mencampurkan antidopamin pada pakan, sehingga teknik perangsangan
ini tidak menyakiti induk udang.
Bailey-Brock JH and Moss SM. 1992.
Peneid taxonomy, biology, and zoogeography, p. 9-27. Didalam Fast A.W. and L.J.
Lester. (Eds). Marine shrimp culture: principles and practices. Development in
aquaculture and fisheries science, volume 23. Elsevier Science Publisher. B.V.
Netherlands.
Chang ES. 1997. Chemistry of
crustaceans hormones that regulatu growth and reproduction. Didalam Fingerman
M., R. Nagabhushanam., M. Thompson. Editors. Recent advances in marine
biotechnology. Vol. 1. Endocrinology and reproduction. Science Publisher, Inc.
USA
Cholik F dkk. 2005. Akuakultur
(tumpuan masa depan bangsa). Masyarakat Perikanan Nusantara dengan Taman
Akuarium Air Tawar, TMII. Jakarta.
FAO. 2008. FAO Fisheries Technical
Paper. Rome
Fingerman M. 1997. Roles of
neurotransmitters in regulating reproductive hormone release and gonadal
maturation in decapods crustacean. Invertebrate Reproduction Development. 31 :
47-54
Haliman RW dan Dian A. 2005. Udang
vaname.Penebar Swadaya. Jakarta. 75 hal
Direktorat Jendral Perikanan
Budidaya, Kementrian Kelautan dan Prikanan.2009. Rencana Strategi Budidaya
Udang. Jakarta
Laufer H, Takac P, Ahl JSB and
Laufer MR. 1997. Methyl farnesoate and the effect of eyestalk ablation on the
morphogenesis of the juvenile female spide carb Libinia emarginata.
Invertebrate Reproduction Developmant. 31 : 63-68.
Nurdjana ML. 1985. Pengaruh ablasi
mata terhadap perkembangan telur dan embrio, serta kualitas larva udang windu (Penaeus
monodon). Disertasi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 438 hal.
Soleh M. 2006. Biologi Udang Vaname Liptopenaeus
vaname. BBPBAP Jepara
Wyban JA and Sweeney JN. 2000.
Intensive shrimp production technology. The Oceanic Institute. Honolulu, Hawai,
USA. Hal. 13-14.
https://cester20.wordpress.com/2011/11/19/unversitas-khairun-ternate/
diakses pada tanggal 2 November 2017
repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/44239/2/isi.pdf
diakses pada tanggal 2 November 2017
download.portalgaruda.org/article.php?article=20239&val=1242 diakses
pada tanggal 7 November 2017
ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btla/article/view/2870 diakses
pada tanggal 11 November 2017
psbtik.smkn1cms.net/pertanian/budidaya_ikan/.../pemijahan_induk_udang_ok.pdf
diakses pada tanggal 2 November 2017
https://www.researchgate.net/...Udang...Udang.../Studi-kelayakan-Usaha-Pembenihan-
diakses pada tanggal 2 November 2017
No comments:
Post a Comment