A. Ruang
Lingkup Filsafat Ilmu
Ilmu secara historis berasal dari kajian
filsafat, sebab filsafat disebut sebagai induknya ilmu yang tidak hanya
dipandang sebagai sumber ilmu, namun sudah menjadi bagian dari ilmu itu sendiri.
Secara objektif baik ilmu maupun filsafat sama-sama memiliki objek yang sama
yaitu objek material dan objek formal.
1.
Defenisi
Filsafat
Filsafat dalam bahasa yunani philosophia yang terdiri dari dua kata yaitu
philos (cinta) dan Sophos (kebijaksanaan,pengetahuan). Secara etimologi,
filsafat adalah cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Sedangkan dalam kamus besar
bahasa Indonesia, kata filsafat yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal
budi mengenai hakekat segala yang ada, sebab, asal, dan hokum.
2.
Defenisi
ilmu
Ilmu berasal dari bahasa arab yaitu a’lima, ya’lamu,’ilman
dengan wazan fa’il, yaf’alu, yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang
disusun secara sistematis menurut metode- metode tertentu. Ilmu mempunyai ciri
utama yaitu sebagian bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan
dibuktikan. Selain itu juga ilmu menuntut pengamatan dan berfikir metodis yang
saling berkaitan secara logis.
3.
Perbedaan
antara ilmu dan pengetahuan
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi,
tersistem, dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris.
Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai
metafisik maupun fisik. Sedangkan Pengetahuan adalah informasi yang berupa common
sense, sedangkan ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu
karena memiliki metode dan mekanisme tertentu.
Objek material filsafat bersifat universal sedangkan objek
material ilmu bersifat khusus dan empiris , Objek formal filsafat bersifat
non-fragmentaris sedangkan objek formal ilmu bersifat fragmetaris, spesifik,
dan intensif. Nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan
filsafat timbul dari nilainya, Filsafat lebih mendalam pada pengalaman
sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif,
Filsafat memberikan penjelasan terakhir, yang mutlak, dan mendalam
sampai mendasar, sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak mendalam,
yang lebih dekat, yang sekunder.
4.
Tujuan
filsafat ilmu
Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, Memahami sejarah
pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, Menjadi
pedoman bagi par dosen dan manusia dalam mendalami studi , Mendorong para calon
ilmuwan dan ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya,
Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak
ada pertentangan
5.
Persamaan
antara ilmu dan pengetahuan
Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki
objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya, memberi pengertian mengenai
hubungan yang ada antara
kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya, hendak
memberikan sintesis, mempunyai metode dan system, hendak memberikan penjelasan
tentang kenyataan seluruhnya timbuk dari hasrat manusia (objektivitas) akan
pengetahuan yang lebih mendasar.
B. Sejarah
Perkembangan Ilmu
Manusia bukanlah makhluk instingtif yang
murni. Untuk menyerasikan diri dengan lingkungannya, manusia menggunakan
potensi yang ada dalam dirinya. Berawal dari dorongan rasa ingin tahu, lalu
dengan pengalaman yang bersifat trial and
error hingga pembuktian secara ilmiah yang kebenarannya dapat teruji secara
empiris, dapat diterima secara inderawi, serta dibenarkan oleh rasio.
Berawal dari para filsuf alam yang
merupakan orang-orang yang merenung dan memikirkan tentang kejadian-kejadian
alam yang mana memberikan perhatian besar terhadap alam/kejadian alam atau
lebih dikenal dengan filsof pra Sokrates, adapun para tokohnya yaitu
Thales(624-546 SM), Anaximandros (610-540 SM), Heraklitos (540-480 SM),
Parmenides (515-440 SM), Phythagoras (580-500 SM). Dan disusul para kaum sofis
yang merupakan kaum yang timbul pada masa transisi, dimana penelitian alam
tidak lagi menjadi focus utama, tetapi sudah mulai menjurus pada penyelidikan
pada manusia, adapun para tokohnya yaitu Protagonas (481-441 SM) dan Gorgias
(483-375 SM).
Selanjutnya yang dikenal sebagai zaman
keemasan filsafat yang dimulai oleh filosof setelah kaum sofis, dimana mereka
tidak setuju dengan pandangan relativisme kaum sofis adapun para tokohnya yaitu
Socrates (470-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM).
Berikut ini merupakan sejarah
perkembangan ilmu dari masa kemasa.
1
Zaman
Yunani/Penalaran dan Menyelidiki (600 SM-200 M)
Pada kurun ini kebudayaan
Yunani memberi corak baru pada
pengetahuan , Bangsa Yunani kuno sudah memiliki suatu penalaran yang selalu
menyelidiki (inquiring mind). Mereka tidak mau menerima peristiwa dan
pengalaman begitu saja secara pasif-reseptif,namun terus mencari tahu semua
fenomena yang terjadi.
2
Zaman Islam (500 M – 1500 M)
Periodisasi abad
pertengahan ini tampaknya lebih didasarkan pada keterkaitannya dengan
perkembangan ilmu pengetahuan yang berawal dari penerjemahan karya Yunani
kedalam bahasa arab yang meliputi ilmu pasti,
astrologi,fisika,kedokteran,biologi,farmasi, dan ilmu kimia.
3
Zaman
Reaissance dan Modern (1500 M – 1900 M)
Zaman Reaissance
ditandai dengan era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma
agama. Reaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan Abad Pertengahan
mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini adalah
manusia yang merindukan pemikiran yang bebas. Penemuan ilmu pengetahuan modern
sudah mulai dirintis pada Zaman Renaissance.
Ilmu pengetahuan
yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang astronomi. Proses awal perkembangannya
ditandai oleh timbulnya ide-ide kreatif yang revolusioner dan bersifat inovatif
di Eropa. Ide-ide baru ini mendobrak tradisi pemikiran keliru yang sudah baku,
baik dalam menafsirkan fenomena alam maupun dalam melakukan penalaran.
4
Zaman
Kontemporer (2000 M – Sekarang)
Perkembangan ilmu pengetahuan pada
zaman kontemporer berkembang dengan sangat cepat. Masing-masing ilmu
mengembangkan disiplin keilmuannya dan berbagai macam penemuan-penemuannya. Di
sisi lain pada zaman kontemporer ini, perkembangan ilmu juga ditandai dengan
terjadinya spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan
kontemporer hanya mengetahui hal yang sedikit tetapi secara mendalam. Ilmu
kedokteran semakin menajam dalam spesialisasi dan subspesialisasinya.
C. Pengetahuan
dan Ukuran Kebenaran
Pengetahuan secara etimologi berasal
dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge dalam encyclopedia of philosopy
dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge
is justified true belief), sedangkan secara terminologi menurut Drs. Sidi
gazalba pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan
tahu, pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti
dan pandai. Adapun jenis-jenis pengetahuan diantaranya ;
a.
Pengetahuan
biasa atau Common sense, good sense, diperoleh dari Pengalaman sehari-hari
b.
Pengetahuan
ilmu yaitu Usaha untuk mengorganisasikan dan mensistemasikan common sense dari
pengalaman dan pengamatan sehari-hari.
c.
Pengetahuan
filsafat merupakan Pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran bersifat
kontemplatif dan spekulatif, menekankan pada universalitas kajian mendalam.
d.
Pengetahuan
agama merupakan pengetahuan Berasal dari tuhan melalui utusannya.
1.
Perbedaan
ilmu dan pengetahuan
Ilmu menurut Liang gie adalah
aktivitas manusia sehingga memperoleh pengetahuan, lebih lengkap dan cermat
tentang alam di masa lampau, sekarang dan nanti, untuk beradaptasi, mengubah
lingkungan dan sifat-sifatnya. Sedangkan pengetahuan merupakan Hasil tahu
manusia terhadap sesuatu atau perbuatan manusia untuk memahami obyek tertentu,
berwujud barang fisik, pemahaman melalui cara persepsi lewat indra, akal atau
masalah kejiwaan. Memiliki obyek tertentu, runtut, memiliki metode yang umum.
2.
Hakekat
pengetahuan
a.
Realisme;
pengetahuan merupakan Gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada di alam nyata
sehingga pengetahuan adalah benar dan tepat jika sesuai dengan kenyataan,
mempertajam perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui. Tidak
mementingkan pada subyek tapi obyek.
b.
Idealisme;
Pengetahuan adalah proses mental psikologis yang subyektif. Dunia dan bagiannya
adalah satu kesatuan yang utuh dan saling berhubungan. Mementingkan subyek
dibandingkan obyek sehingga tidak mengakui kebenaran universal, kebenaran
menjadi relative.
3.
Sumber
pengetahuan
a.
Empirisme;
merupakan Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman, bukan bawaan.
Tokohnya : John Locke, David Hume .
b.
Rasionalisme;
yaitu Pengetahuan diperoleh dengan akal.
Tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan.
c.
Intuisi;
yaitu Hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi (Henry Bergson), mengatasi
sifat lahiriah pengetahuan simbolis yang bersifat analisis,menyeluruh, mutlak
tanpa penggambaran simbolis, personal, tidak bisa diramalkan, tidak dapat
diandalkan, hanya sebatas hipotesa.
d.
Wahyu;
Berasal dari Tuhan melalui para nabi
4.
Ukuran
kebenaran
Adapun beberapa jenis
kebenaran diantaranya:
a.
Kebenaran
epistemologis, berhubungan dengan pengetahuan manusia.
b.
Kebenaran
ontologism yaitu kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala
sesuatu yang ada atau diadakan.
c.
Kebenaran
semantik yaitu kebenaran yang terdapat dan melekat pada tutur kata dan bahasa.
Adapun beberapa teori yang menjelaskan kebenaran di
antaranya:
a.
Teori
Korespondensi, keadaan dianggap benar jika ada kesesuaian (correspondence)
antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan obyek yang
dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Kebenaran antara subyek dan
obyek. Umumnya dianut pengikut realism.
b.
Teori
Koherensi (konsistensi) tentang Kebenaran, kebenaran tidakdibentuk atas
hubungan antara putusan (judgment) dengan sesuatu yang lain (fakta, realitas)
tetapi atas hubungan antar putusan itu sendiri.
c.
Teori
Pragmatisme tentang Kebenaran, benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori,
hanya bergantung pada asas manfaat. Kebenaran terbukti oleh kegunaannya,
hasilnya, dan oleh akibat-akibat praktisnya
d.
Agama
sebagai Teori Kebenaran, sesuatu dianggap benar jika sesuai dengan ajaran agama
atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak
D. Ontologi
Menurut
Amsal Bakhtiar, ontologi berasal dari kata ontos (ada) Logos (ilmu/teori) yaitu sesuatu yang berwujud (ada
dan keberadaannya). Jadi, ontologi adalah ilmu tentang wujud atau tentang
hakikat yang ada. Ontologi tidak hanya berdasar pada alam nyata, tetapi
berdasar pada logika semata-mata. Jadi, dapat diketahui bahwa ontologi menurut
Amsal Bakhtiar adalah hakikat dari yang ada atau ilmu tentang yang ada baik
berbentuk konkret maupun abstrak.
Menurut
Jujun S. Suriasumantri dalam buku pengantar ilmu dalam perspektif mengatakan
bahwa ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin
tahu atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang yang ada.
Di
dalam ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut :
a. Monoisme, paham ini menganggap bahwa
hakikat yang berasal dari seluruh kenyataan hanyalah satu saja, tidak mungkin
dua, faham ini kemudian terbagi 2 yaitu :
1. Materialisme yang menganggap bahwa sumber
yang asal itu adalah materi bukan rohani aliran ini sering juga disebut
naturalism.
2. Idealisme, aliran ini beranggapan bahwa
hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh yaitu sesuatu
yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Aliran ini menganggap bahwa dibalik
realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak.
Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru
terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran
ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu
menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang
pada kebenaran sejati.
b. Dualisme, aliran ini berpendapat bahwa
benda terdiri dari 2 macam hakikat yaitu hakekat materi dan hakekat ruhani,
benda dan ruh, jasad dan spirit.
c. Pluralisme, paham ini berpandangan bahwa
segenap bentuk merupakan kenyataan, pluralisme bertolak dari keseluruhan dan
mengakui bahwa segala macam bentuk itu semuanya nyata.
d. Nihilisme, sebuah doktrin yang tidak
mengakui validitas alternative yang positif, Doktrin tentang nihilisme sudah
ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu Gorgias (483-360 SM) yang
memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu: Pertama, tidak ada sesuatupun
yang eksis, kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak dapat diketahui, Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita
ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
e. Agnotisisme yaitu mengingkari kesanggupan
manusia untuk mengetahui hakekat benda, baik hakekat materi maupun hakikat
ruhani. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan
mampu menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan
dapat kita kenal.
E. Epistemologi
1.
Defenisi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yakni
episteme yang berarti knowledge/ pengetahuan dan logos yang berarti teori.
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian,dan dasar-dasarnya
serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Awal kemunculan teori ini pada abad ke-5
karena beberapa kaum sophis memiliki atau muncul keraguan terhadap kemungkinan
kemampuan manusia mengetahui realitas, seberapa jauh pengetahuan kita mngenai
kodrat benar-benar merupakan kenyataan objektif, dank arena adanya sikap
skeptic dalam menelaah sesuatu hal sehingga muncullah teori ini.
Descarters (1596-1650) menyatakan bahawa
Persoalan dasar pengetahuan bukan bagaimana kita tahu, tetapi mengapa kita
dapat membuat kekeliruan. Salah satu cara menentukan sesuatu yang pasti dan
tidak dapat diragukan ialah dengan melihat seberapa jauh hal itu bisa
diragukan, bila dicoba secara sistematis meragukan sebanyak mungkin pengetahuan
kita, akhirnya kita akan mencapai titik yang tak bisa diragukan sehingga
pengetahuan kita dapat dibangun diatas kepastian absolut.
Metoda untuk mencapai kepastian ialah
keraguan metodis universal, keraguan ini bersifat universal karena direntang
oleh batas, atau sampai keraguan ini membatasi diri, usaha meragukan akan
berhenti bila ada sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi.
2.
Metode
dalam teori pengetahuan
a.
Metode
Induktif, metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi dalam
suatu pernyataan yang lebih umum
b.
Metode
Dedukti, metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah lebih lanjut
dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.
c.
Metode
Positivisme, berpangkal pada apa yang diketahui, yang faktual, dan yang
positif. Menurut Comte, terdapat 3 perkembangan pemikiran manusia: Teologis,
Metafisis, Positif.
d.
Metode
Kontemplatif, mengatakan adanya keterbatasan indera, dan akal manusia untuk
memperoleh pengetahuan, sehingga objek yan dihasilkan pun akan berbeda-beda
harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut Intuisi.
e.
Metode
Dialektis, metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat (Socrates),
Plato mengartikannya sebagai Diskusi Logika. Kini Dialektika berarti Tahap
Logika, mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan, juga analisis
sistematis tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
Metode berpikir yang menjadi landasan
berpikir menurut Descarters, diantaranya Tidak menerima apapun sebagai hal yang
benar, kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu memang benar, memilah-milah
masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah penyelesaian, berpikir
runtut dengan mulai dari hal yang sederhana sedikit demi sedikit untuk mencapai
ke hal yang paling rumit.
3.
Cara
mendapatkan pengetahuan yang benar (Jujun S. Sumantri)
a.
Jarum
sejarah pengetahuan
Konsep dasar pengetahuan waktu dulu adalah kriteria
kesamaan bukan perbedaan, namun setelah pada masa penalaran, konsep dasarnya
berubah dari kesamaan menjadi perbedaan sehingga mengakibatkan adanya
spesialisasi.
b.
Pengetahuan
Setiap jenis pengetahuan memiliki ciri-ciri yang spesifik
mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi).
Ilmu mempelajari alam sebagaimana adanya dan terbatas pada lingkup pengalaman
kita. Usaha untuk mengetahui gejala alam sudah dimulai sejak dulu kala melalui
mitos. Tahap selanjutnya yaitu dengan mengembangkan pengetahuan yang mempunyai
kegunaan praktis dan berakar pada pengalaman berdasarkan akal sehat yang
didukung oleh metode mencoba-coba (trial error).
c.
Metode
ilmiah
Metode Ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam
mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Alur
berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah adalah sebagai berikut yaitu :
Perumusan masalah.
1)
Penyusunan
kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang
menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara faktor yang saling mengait
dan membentuk konstelasi permasalahan.
2)
Perumusan
hipotesis yang merupakan jawaban sementara.
3)
Pengujian
hipotesis.
4)
Penarikan
kesimpulan.
d.
Struktur
pengetahuan ilmiah
Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan
pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat keilmuan dan dapat disebut pengetahuan
ilmiah atau ilmu. Pada hakikatnya pengetahuan ilmiah mempunyai tiga fungsi
yakni menjelaskan, meramalkan dan mengontrol.
Pengetahuan ilmiah Terdiri atas :
1)
Teori
yang merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu
faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.
2)
Hukum
yang merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau
lebih dalam suatu kaitan sebab akibat.
3)
Prinsip
yang dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi
sekelompok gejala-gejala tertentu yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi.
4)
Postulat
yang merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut
pembuktiannya.
F. Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa yunani
yaitu Axios yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi Aksiologi
adalah teori tentang nilai. Menurut Jujun S. Suriasumantri aksiologi diartikan
sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh..dalam artian jika pada teori hakekat (Ontologi) lebih menekankan
kepada sumber dari sebuah ilmu, dan pada teori pengetahuan (Epistomologi)
mencakup bagaimana proses dari ilmu itu, maka pada Aksiologi lebih menekankan
digunakan untuk apa ilmu tersebut
. Berdasarkan penjelasan diatas maka
teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika (baik
dan buruk) dan estetika (keindahan dan kejelekan).
1.
Ilmu
dan moral
Ilmu merupakan
hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh
masyarakat. (Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 237). Sedangkan moral merupakan
tekad manusia untuk menemukan kebenaran sebab untuk menemukan kebenaran dan
terlebih-lebih lagi untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian
moral.
Pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan
masalah-masalah moral namun dalam perspektif. Ketika Copernicus (1473-1543)
mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa ³bumi yang
mengelilingi matahari´dan bukan sebaliknya seperti yang dinyatakan oleh ajaran
agama, maka timbullah interaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada
ajaran agama). Dari hal tersebut timbullah konflik yang bersumber
pada penafsiran metafisik ini yang berkulminasi pada pengadilan
inkuisisi Galileo pada tahun 1633.
Namun dalam menyikapi pertanyaan seputar
kegunaan ilmu, para ilmuan memiliki pendapat yang berbeda. Golongan pertama
lebih menekankan kepada kenetralan ilmu pengetahuan secara total (ilmu bebas
nilai) dalam artian ilmu itu diciptakan dan aplikasinya untuk kebaikan atau
keburukan tergantung yang menggunakannya, sedangkan golongan kedua kenetralan
ilmu lebih bersifat pragmatis dalam artian ilmu secara moral harus ditujukan
kepada kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakekat
manusia.
2.
Tanggungjawab
sosial ilmuan
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan
yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Hal ini
menyebabkan seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul di
bahunya. Karena fungsi selaku ilmuan
tidak berhenti pada penalaahan dan keilmuan secara individual namun juga ikut
bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat. Tanggung Jawab Seorang Ilmuan harus pada Tempat Yang tepat,
Tanggung Jawab Akademis, dan Tanggung Jawab Moral . beberapa peran dari seorang
ilmuan diantaranya:
a.
Peran
Ilmuan yang Imperatif : Ilmuanlah yang mempunyai latar belakang pengetahuan
yang cukup untuk dapat menempatkan masalah pada proporsi yang sebenarnya (
Kasus Tenaga Listrik yang mempergunakan tenaga Nuklir)
b.
Peran
ilmuan yang persuasif dan argumentatif : seorang ilmuan harus tampil kedepan
dan berusaha mempengaruhi opini masyarakat terhadap suatu masalah berdasarkan
pengetahuan yang dia miliki
c.
Peran
Analisis Seorang Ilmuan : Kemampuan analisis seorang ilmuan dapat dipergunakan
untuk mengubah kegiatan nonproduktif menjadi kegiatan produktif yang bermanfaat
bagi masyarakat banyak.
d.
Peran
Integritas seorang Ilmuan : Seorang ilmuan harus mampu berbicara dengan bahasa
yang dapat dicerna oleh orang awam.
e.
Peran
berfikir teliti dan teratur seorang ilmuan: Bagimana sikap seorang ilmuan
menghadapi cara berfikir yang keliru di masayarakat.
3.
Nuklir
dan pilihan moral
Pengetahuan merupakan kekuasaan yang
dapat dipakai untuk kemaslahatan kemanusiaan, namun dapat pula disalahgunakan.
Ilmu pengetahuan itu bersifat universal. Sehingga Jujun berkeyakinan bahwa ilmu
ilmu pengetahuan terbebas dari nilai-nilai yang terikat. Seorang ilmuwan tidak
boleh memutarbalikkan penemuannya dan tidak boleh menyembunyikan sesuatu.
Albert Einstein mengatakan bahwa Tidak
cukup bagi kita hanya memahami ilmu agar hasil pekerjaan kita membawa berkah
bagi manusia. Perhatian kepada manusa itu sendiri dan nasibnya harus selalu
merupakan minat utama dari semua ikhtiar teknis. Ternyata ilmu tidak saja
memerlukan kemampuan intelektual namun juga keluruhan moral. Albert Einstein
menulis surat kepada Presiden AS Franklin. D. Roosevelt untuk
merekomendasikan pembuatan bom atom.
Apakah yang mendorong Einstein merasa berkewajiban untuk memberikan sarana
pembuatan bom atom? Apakah karena ia anti rezim Nazi? Atau karena ia penemu
E=mc? Dalam surat tersebut Einstein juga secara eksplisit mengemukakan
kekhawatirannya mengenai kemungkinan pembuatan bom atom oleh Nazi. Jika pada
waktu itu Jerman tidak memperlihatkan tanda-tanda pembuatan bom nuklir, apakah
Einstein akan tetap menulis surat tersebut?
Hal yang sama juga terjadi dengan
Einstein dan Presiden Carter, dalam hal ini merupakan bom neutron. Apakah AS
akan melengkapi persenjataannya dengan bom neutron? Masalah yang sama namun
situasi yang berbeda, pada waktu itu dalam keadaan perang yang kongkret, namun
pada masalah kali ini hanya untuk memperkuat startegis militer. Apakah Einstein
menulis surat tersebut karena ia adalah warga Negara yang baik? Atau karena
dasar nasionalisme dan patriotism?
Tidak. Dalam persoalan ini ilmu bersifat
netral. Walaupun demikian Einstein memilih untuk berpihak. Pihak mana yang ia
pilih? AS? Sekutu? Bukan. Einstein seperti ilmuwan lainnya memihak kepada
kemanusiaan yang besar. Kemanusiaan ini tidak mengenal batas geografis , system
politik dan sistem kemasyarakatan lainnya.
Seorang ilmuwan secara moral tidak akan
membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun
yang mempergunakan itu adalah bangsanya sendiri. Sejarah mencatata para ilmuwan
bangkit dan bersikap terhadap politik pemerintahan yang menurut anggapan mereka
melanggar asas kemanusian. Mereke tidak bersifat netral. Mereka tegak bersuara
sekiranya kemanusiaan memerlukan mereka. Suara mereka bersifat universal
mengatasi golongan, ras, system kekuasaan, agama dan rintangan lainnya yang
bersifat social.
Einstein waktu itu memihak sekutu karena
menganggap sekutu mewakili aspirasi kemanusiaan. Sekiranya sekutu kalah maka
akan muncul di muka bumi adalah rezim Nazi yang tidak berperikemanusiaan. Untuk
itu seorang ilmuwan tidak boleh berpangku tangan. Dia harus memilih berpihak
kepada kemanusiaan atau tetap bungkam?
4.
Revolusi
genetika
Revolusi genetika merupakan babakan baru
dalam sejarah keilmuan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh
manusia sebagai objek penelaahan itu sendiri. Jika pada Perang dunia I
menghadirkan bom kuman sebagai kutukan ilmu kimia dan perang dunia II
memunculkan bom atom sebagai produk fisika. Kutukan apa yang dibawa oleh
revolusi genetika?
Pada revolusi genetika yang dimana
manusia mulai dijadikan sebagi objek penelitian yang dalam hal ini membawa
permasalahan moral yang baru. Karena para ahli genetika mengatakan bahwa kita
harus mencoba dulu baru mengetahui jawabannya (aposteriori). Hal ini membawa
permasalahan moral yang baru, apakah memperlakukan manusia selaku kelinci percobaan
dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Sampai seberapa banyak dan seberapa
jauh percobaan harus dilakukan agar ilmu memberikan pembuktian yang meyakinkan.
Kloning adalah proses pengambilan
informasi genetik dari satu makhluk hidup untuk menciptakan salinan identik
darinya. Mungkin Anda bisa membayangkan kloning sebagai fotokopi berwarna. Para
ahli genetika telah berhasil melakukan kloning pada sel, jaringan, gen, dan
bahkan hewan hidup. Apakah di kemudian hari kloning manusia akan mungkin untuk
dilakukan. Bertolak dari kelebihan dan kekurangan teknologi cloning ini,
agamawan, ahli politik, ahli hukum dan pakar kemasyarakatan perlu segera
merumuskan aturan mengenai penerapan teknologi cloning. Sebab ditangan ilmuwan
‘hitam’, cloning bisa menjadi malapetaka.
Tidak ada yang bisa menjamin ataupun
memberikan garansi bahwa pengetahuan ini tidak digunakan untuk melakukan
sesuatu yang merusak.Karena ilmu itu sendiri tidak bisa memberikan jawabannya
secara apriori. Kesimpulan dari pembahasan terkait revolusi genetic yaitu
menolak dijadikannya manusia sebagai objek dari penelitian.sebab dapat
menimbulkan banyak permasalahan kedepannya.
No comments:
Post a Comment