PENGELOLAAN
SUMBERDAYA PERIKANAN DI KABUPATEN TAKALAR SULAWESI SELATAN
Sebagaimana diketahui bahwa sumberdaya perikanan adalah sumberdaya
yang dapat pulih (renewable) yang berarti bahwa apabila tidak terganggu, maka
secara alami kehidupan akan terjaga keseimbangannya, dan akan sia-sia bila
tidak dimanfaatkan. Apabila pemanfaatannya tidak seimbang dengan daya pulihnya
maka sumberdaya tersebut dapat terdegradasi dan terancam kelestariannya, yang
sering dikenal sebagai tangkap berlebih (overfishing). Untuk menghindari
kemungkinan terjadinya kondisi tangkap lebih maka perlu adanya pengelolaan
sumberdaya perikanan.
Prinsip dasar yang mendasari ide pengelolaan adalah bahwa
pemanfaatan sumberdaya harus didasarkan pada sistem dan kapasitas daya dukung
(carrying capacity) alamiahnya (Saputra, 2009). Besar kecilnya hasil tangkapan
tergantung pada jumlah stok alami yang tersedia di perairan dan kemampuan
alamiah dari habitat untuk menghasilkan biomass.
Salah satu pertanyaan mendasar dalam pengelolaan sumberdaya ikan
adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya tersebut sehingga menghasilkan manfaat
ekonomi yang tinggi bagi pengguna, namun kelestariannya tetap terjaga. Oleh
karena itu, pendekatan bio-ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan merupakan
hal yang harus dipahami oleh setiap pelaku yang terlibat dalam pengelolaan
sumberdaya ikan.
Bentuk
pengelolaan perikanan dari berbagai daerah memiliki model dan strategi
tersendiri berdasarkan sumberdaya yang ada pada setiap daerah. Kabupaten Takalar
merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan yang mayoritas
penduduknya memanfaatkan laut sebagai alternative dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari terkait sumberdaya perikanannya.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui sumberdaya perikanan beserta pengelolaannya
yang ada di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.
Praktek lapang ini dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2018 di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar dan
di Desa Bodia Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.
Alat dan bahanyang
digunakan selama melakukan praktek lapang sebagai berikut
No.
|
Nama
Alat
|
Fungsi
|
1
|
ATK
|
Memcatat informasi dan data lapangan
|
2
|
Kamera
|
Mendokumentasikan kegiatan
|
Praktek dilakukan dengan melakukan wawancara langsung di lapangan
kepada beberapa nelayan setempat dan dari pihak Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Takalar. Adapun data yang diperoleh selain dari wawancara berupa data
sekunder dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar.
Sumberdaya
perikanan yang terdapat di Kabupaten Takalar sangatlah beragam dan merupakan
komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Adapun beberapa
sumberdaya perikanannya diantaranya: Ikan, Kerang-kerangan, dan Rumput laut
yang banyak dibudidayakan.
Berikut ini
merupakan beberapa alat tangkapan yang digunakan nelayan di Kabupaten Takalar.
No
|
Jenis Alat Tangkap
|
1
|
jaring lingkar bertali kerut
|
2
|
payang
|
3
|
Cantrang
|
4
|
dogol
|
5
|
pukat pantai
|
6
|
pukat cincin
|
7
|
jaring insang hanyut
|
8
|
jaring lingkar
|
9
|
jaring klitik
|
10
|
jaring tiga lapis
|
11
|
jaring insang tetap
|
12
|
Bangan perahu
|
13
|
bagan tancap
|
14
|
serok
|
15
|
setnet
|
16
|
rawai tuna
|
17
|
anco
|
18
|
rawai hanyut lain selain rawai tuna
|
19
|
rawai tetap
|
20
|
rawai tetap dasar
|
21
|
Huhate
|
22
|
pancing ulur
|
23
|
pancing tegak
|
24
|
Sero
|
25
|
Jermal
|
26
|
pancing lain
|
27
|
pancing tonda
|
28
|
pancing cumi
|
29
|
Bubu
|
30
|
perangkap selain bubu
|
31
|
alat pengumpul kerrang
|
32
|
alat pengumpul rumput laut
|
33
|
alat pengumpul teripang
|
34
|
alat penanglap kepiting
|
35
|
muro ami
|
36
|
jala tebar
|
37
|
garpu, tombak
|
Gambar
1. Wawancara nelayan pembuat perangkap telur ikan terbang.
Ikan terbang
merupakan komoditas perikanan yang banyak diminati dan memiliki nilai ekonomis
tinggi, ikan terbang di Kabupaten Takalar bagi warga setempat disebut dengan
ikan tuing-tuing. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan ikan terbang di
Kabupaten Takalar, didapatkan beberapa informasi terkait waktu atau periode penangkapan
ikan terbang, total hasil tangkapan pada setiap periode penangkapan, dan lokasi
penangkapan. Nelayan setempat yangt khusus melakukan penangkapan ikan dan telur
ikan terbang beroperasi pada setiap bulan April hingga Agustus setiap tahunnya,
lama waktu penangkapan bagi setiap nelayan bervariasi mulai dari dua minggu
satu kali trip hingga satu bulan dengan total anggota (awak kapal) berkisar 4-5
orang pada setiap kapal penangkapan.
Gambar 2. Ikan Terbang
Pada setiap waktu
penangkapan total biaya yang dikeluarkan bagi setiap nelayan pun juga
bervariasi berkisar antara 15 juta hingga 40 juta pada setiap trip dan
tergantung lama masa penangkapannya. Selain itu hasil tangkapan yang diperoleh
juga bervariasi, untuk tangkapan ikan terbang untuk satu kali trip berkisar
antara 300 – 500 ekor, sedangkan untuk telur ikan terbang berkisar antara 105 –
300 kg yang dihargai Rp.350.000/kg dipengumpul. Adapun untuk daerah
penangkapannya dilakukan dibeberapa pulau sekitar Kepulauan Spermonde hingga
pada daerah Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Gambar
3. Wawancara nelayan ikan terbang
Beberapa
informasi mengenai data ekspor ikan terbang dan telur ikan terbang yang ada di
provinsi Sulawesi Selatan yang menjadi salah satu factor tingginya tingkat eksploitasi
ikan terbang.
Berikut informasi
mengenai total produksi ikan terbang dari tahun 2008 – 2015 di Kabupaten
Takalar.
Tahun
|
Total Tangkapan (Ton)
|
2008
|
240,9
|
2009
|
176,2
|
2010
|
62,3
|
2011
|
180,8
|
2012
|
57,2
|
2013
|
11,2
|
2014
|
94,0
|
2015
|
37,4
|
Berdasarakan
data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar di
atas, menunjukkan nilai yang cukup fluktuatif dan cenderung mengalami
penurunan. Sehingga perlu adanya upaya pengelolaan terhadap sumberdaya ikan
terbang, khusus di Kabupaten Takalar.
Beberapa
informasi pendukung mengenai pengelolaan ikan terbang yang menyebutkan Ikan
terbang, Hirundichthys oxycephalus (Bleeker) adalah salah satu jenis sumberdaya
laut ekonomis yang terdapat di Selat Makassar dan Laut Flores Sulawesi Selatan.
Sumberdaya ini belum dikelola dan akses terbuka sehingga menyebabkan terjadinya
overfishing yang ditandai oleh gejala penurunan poduksi, penurunan hasil
tangkapan per upaya, dan penurunan potensi maksimum lestari (Nessa et al. 1977;
Nessa, et al. 1991, Ali et al. 2004). Selain itu, telah menunjukkan gejala
perubahan biologi reproduksi seperti penurunan rata-rata panjang ikan,
peningkatan fekunditas dengan kompensasi penurunan diameter telur, pemijahan
lebih cepat dengan periode lebih panjang dibanding dengan lebih dari dua dekade
yang lalu (Ali, 2005). Untuk menjaga kelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan
maka sudah diperlukan pengelolaan dan konservasi. Kebijakan pengelolaan dan
konservasi memerlukan informasi ilmiah sebagai dasar pertimbangan pengelolaan.
Salah satu informasi awal yang dibutuhkan dalam penentuan unit pengelolaan atau
wilayah pengelolaan adalah struktur populasi ikan terbang.
Berikut
informasi mengenai isu pengelolaan keberlanjutan ikan terbang berdasarkan KEPMEN
KP Tahun 2016 tentang Rencana Pengelolaan Ikan Terbang.
Seandainya
sumberdaya hayati laut bukan tidak terbatas dan bukan tidak terusakkan, maka
kita dapat saja membiarkan manusia untuk memanfaatkannya dan menyalahgunakan
pemanfaatan itu dengan cara semena-mena.Produksi dan potensi perikanan dibatasi
oleh sejumlah faktor yang dapat dikelompokkan ke dalam biologi, ekologi dan
lingkungan, teknologi, sosial, kultural dan
ekonomi
1. Pertimbangan Biologi
Sebagai populasi atau komunitas yang hidup, sumberdaya hayati laut mampu
membarui dirinya melalui proses pertumbuhan dalam ukuran (panjang) dan massa
(bobot) individu selain pertambahan terhadap populasi atau komunitas melalui
reproduksi (yang biasa disebut dalam dunia perikanan sebagai rekrutmen).
Dalam populasi yang tidak dieksploitasi, mortalitas total mencakup
mortalitas alami yang terdiri dari proses-proses seperti pemangsaan, penyakit,
dan kematian melalui perubahan-perubahan drastisdari lingkungan dan lain-lain.
Dalam populasi yang dieksploitasi, mortalitas total terdiri dari mortalitas
alami plus mortalitas penangkapan. Tugas utama dari pengelolaan perikanan
adalah menjamin bahwa mortalitas penangkapan tidak melampaui kemampuan populasi
untuk bertahan dan tidak mengancam atau merusak kelestarian dan produktivitas
dari populasi ikan yang sedang dikelola.
2. Pertimbangan Ekologi dan
Lingkungan
Kelimpahan dan dinamika populasi ikan mempunyai peranan penting dalam
perikanan tetapi populasi akuatik tidak hidup dalam isolasi. Mereka menjadi
salah satu komponen ekosistem yang rumit, terdiri dari komponen biologi yang
mungkin memangsa, dimangsa, atau berkompetisi dengan stok atau populasi
tertentu. Komponen fisik ekosistem, seperti air itu sendiri, substrat, masukan
air tawar atau nutrient atau proses non-biologi lainnya mungkin juga menjadi
sangat penting dalam pertimbangan ini.
Lingkungan dari ikan jarang bersifat statis dan kondisi lingkungan
akuatik dapat berubah secara nyata menurut waktu, seperti pasang surut, suhu
air, dan lain-lain. Perubahan lingkungan seperti itu mempengaruhi dinamika dari
populasi ikan, pertumbuhan, rekrutmen, mortalitas alami atau kombinasi dari itu
semua.
3. Pertimbangan Sosial, Budaya, dan Kelembagaan
Populasi manusia dan masyarakat bersifat dinamis seperi halnya populasi
biologi lainnya. Selain itu perubahan sosial berlangsungterus menerus dalam
skala yang berbeda, dipengaruhi oleh perubahan dalam cuaca, lapangan pekerjaan,
kondisi politik, penawaran dan permintaan produk perikanan, dan faktor-faktor
lainnya. Perubahan seperti itu mempengaruhi efektifitas dari strategi
pengelolaan dan oleh sebab itu harus dipertimbangkan dan diakomodasi.
Kendala sosial utama dalam pengelolaan perikanan adalah bahwa masyarakat
dan perilakunya tidak mudah ditransformasikan. Keluarga dan komunitas nelayan
mungkin tidak akan bersedia pindah ke pekerjaan lainnya, atau ketempat jauh
dari rumah mereka yang bila terjadi surplus kapasitas dalam perikanan, meskipun
kualitas hidup mereka akan mengalami penurunan sebagai akibat sumberdaya yang
menipis atau rusak. Disamping itu, ketersediaan lapangan pekerjaan bagi mereka
juga tidak tersedia secara memadai.
4. Pertimbangan Ekonomi
Kekuatan pasar sangat berpengaruh terhadap pengelolaan perikanan. Selain
itu pengelolaan perikanan masih sering dihadapkan pada persoalan perikanan
akses terbuka (open acces), dimana
setiap orang diperbolehkan masuk ke dalamusahaperikanan. Dibawah keadaan
seperti itu orang akan terus masuk ke perikanan sampai keuntungan
dariusahaperikanan sedemikian rendah, sehingga tidak lagi menarik bagi pelaku
usaha baru (new entrance). Akibat yang tidak dapat dielakkan dari usaha
perikanan akses terbuka adalah hilangnya keuntungan sehingga mengarah kepada
tidak efisiensi secara ekonomi, dan jika tidak dapat ditegakkan tindakan
pengelolaan yang efektif, akan terjadi over
exploitation.
Berdasarkan
informasi dari Praktek Lapang yang didapatkan baik dari Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Takalar, maupun dari nelayan setempat, maka diperoleh
informasi mengenai beberapa sumberdaya perikanan yang terdapat di Kabupaten
Takalar, alat tangkap yang digunakan, serta beberapa produksi perikanan dalam
hal ini ikan terbang. Dan dari data total produksi menunjukkan nilai yang
fluktuatif yang cenderung menurun dari tahun 2008 hingga 2015 untuk ikan
terbang. Perlu adanya pengelolaan untuk keberlangsungan sumberdaya ikan terbang
di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.
Data Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan Tahun 2018
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Tahun 2016 tentang Rencana Pengelolaan Ikan Terbang.
Nikijuluw,
Victor PH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. P3R. Jakarta.
Nontji, A. 1993.
Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Nur Bambang, A.,
Suharso, Asriyanto. 2004. Elastisitas Produksi Perikanan Tangkap Kota Tegal.
Universitas Dipenegoro. Semarang.
Purwanto. 2010.
Bio-Ekonomi Penangkapan Ikan : Model Statik. Bahan ajar pada mata kuliah :
Manajemen Eksploitasi Sumberdaya Pantai, Program Studi Magister Manajemen
Sumberdaya Pantai, Universitas Diponegoro, tidak dipublikasikan. Semarang.
Saputra, Suradi
Wijaya. 2009. Dinamika Populasi Ikan Berbasis Riset. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang.
Ali, S. A., Nessa, N. Djawad, I.,
dan Omar, S. B.A. 2005. Analisis Struktur Populasi Ikan Terbang (Hirundichthys oxycephalus, Bleeker 1852)
Laut Flores dan Selat Makassar. Universitas Hasanuddin Makassar
Widodo, Johanes
& Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gajahmada University
Press. Yogyakarta.
Blackjack, Craps, and more - Jackson County - JamBase
ReplyDeleteBlackjack, 당진 출장안마 Craps, 인천광역 출장안마 and more - Jackson County - JamBase is a casino in Jackson County, Mississippi. 여수 출장마사지 Get 동해 출장샵 information, 공주 출장안마 hours, directions, and reviews.
published here sex chair,dildos,sex toys,dildos,wholesale sex toys,realistic dildo,cheap sex toys,dildos,horse dildo see page
ReplyDelete